Tapi, langkahnya terhenti ketika melihat bahwa orang tersebut adalah Farel Bramasta.
"Hai Ra, udah lama kita ngga ketemu." Sapa Farel kepada Maura.
Maura hanya termenung dan menatap lurus ke arah laki-laki dengan perawakan yang sedikit kebulean itu.
"Setiap kali ngeliat mata lo, gue selalu ingat dimana lo bikin gue terbang dan ada saatnya lo bikin gue jatuh ke jurang terus kebentur bebatuan yang ada dibawahnya." Batin Maura yang tanpa sadar ia sudah meneteskan air matanya.
"Ra, kok lo nangis. Gue buat salah ya sama lo?" Farel bertanya kepada Maura dengan ekspresi yang dibuat ketakutan.
"Rel, gue pergi dulu yaa. Tadi gue dipanggil guru. Bye" Tanpa menunggu jawaban Farel ia menuju kearah yang ingin dia tuju. Tapi, bukan pergi ke ruang guru ia malah menuju ke arah rooftop sekolah.
"Gue tahu lo masih marah sama gue Ra, gue minta maaf dan ngga bermaksud buat bikin hati lo hancur," Batin Farel.
***
Dilain sisi, laki-laki ini sedang berlari-lari menyusuri koridor dan sesekali berhenti untuk sekedar bertanya kepada siswa/i yang sedang berbincang-bincang disana.
Semua tempat sudah ia jelajahi, tapi tak nampak sosok yang sedang ia cari ini. Tapi, ia teringat bahwa ada satu tempat yang belum ia cek yaitu rooftop sekolah.
Setelah menaiki beberapa anak tangga sampailah ia di rooftop sekolah. Dan nampaklah sosok yang sedang ia cari.
"Maura" Yang dipanggil pun menoleh.
"Di..Di..mas." ia menoleh sembari mengusap air mata nya yang bercucuran.Rambut berantakan, matanya yang sembab dan suaranya yang serak itu dapat membuat hati Dimas teriris. Ya Dimas, Dimas lah yang sedari tadi mencari Maura dan sekarang ia sudah berada didepan Maura sembari memeluk nya dan berusaha untuk menenangkannya.
"Ra, lo tenang ya. Lo bisa cerita apapun itu ke gue setelah lo tenang."
Suara tangis Maura sedikit terdengar samar-samar.
"Anterin gue pulang Dimas," tanpa menjawab, Dimas langsung membantu Maura untuk berdiri dan segera mengantarnya pulang ke rumahnya.Sesampainya dirumah Maura, ia langsung membukakan pintu mobil untuk Maura.
"Makasih Dimas, udah mau nganterin gue maaf kalo ngerepotin." Maura tersenyum.Tapi, Dimas tahu bahwa senyum itu melambangkan kesakitan yang amat besar. Dimas pun tidak tahu siapa yang membuat malaikatnya itu menangis.
Saat Dimas melihat Maura sudah memasuki rumahnya. Dimas segera bergegas melajukan mobilnya sampai menghilang di tikungan.
Di lain sisi, Maura sudah terjaga dari tidurnya. Mungkin, akibat menangis terlalu lama dan membuat Maura terlelap.
***
Keesokan harinya, tepatnya dikelas XI MIA 3 suasana yang berada disana masih normal. Tapi saat Maura masuk kedalam kelas keadaan hening seketika.
Yang ada dipikiran mereka saat ini, Maura terlihat sangat menyedihkan. Bagaimana tidak, mata panda yang melingkari area matanya, hidung merah, bibir pucat serta rambut yang tidak teratur rapi membuat seisi kelas ini bertanya-tanya.
"Ra, lo ngga papa kan? Kemarin gue telpon handphone lo mati. Gue khawatir Ra!" Tanya Putri dengan nada khawatir
Maura tersenyum "Gue ngga papa kok, lo ngga usah khawatir yaa. Makasih udah mau perhatian sama gue."
"Tapi lain kali lo ngga boleh kayak gini yaaa," ucap nya sembari memeluk Maura dari samping.
Saat itu, guru mata pelajaran Matematika pun masuk ke dalam kelas dengan diikuti oleh seorang murid laki-laki.
"Baiklah, anak-anak kalian kedatangan teman baru. Nak, silahkan perkenalkan diri kamu." Perintah bu Siska yang merupakan wali kelas XI MIA 3.
"Hi guys.." jawaban dari teman-teman pun bersahutan.
"Nama gue Farel Bramasta, kalian bisa panggil gue Farel. Gue pindahan dari Amerika, semoga kalian semua bisa berteman baik sama gue."
"Baiklah nak, kamu bisa duduk disamping .... putri kamu bisa pindah disebelah Rio. Farel kamu duduk disebelah Maura yaa."
"Loh buk, kok saya yang dipindah sih. Kan saya mau duduk sama Maura." Protes Putri
"Tidak ada protes PUTRI!!" Tegas bu Siska dengan penuh penekanan.
"Ibu mah ngga adil banget ih." Gerutu Putri.
"Baiklah anak-anak, ibu ada pekerjaan yang belum diselesaikan. Jadi, kalian belajar dulu ibu akan memberikan kuis minggu depan." Ucapnya sembari melangkahkan kaki keluar kelas.
"Ih, bu Siska mah suka gitu. Ngga kasian apa sama murid tersayangnya," gerutu salah satu siswa.
Dilain sisi, dua bangku ini hanya ada keheningan yang menghiasi. Maura hanya menatap lurus kedepan, dan Farel hanya sibuk dengan handphonenya.
Tapi, farel tidaklah fokus bermain handphone. Yang ada di pikirannya hanyalah Maura.
Setelah beberapa menit hanyalah ada keheningan didalamnya. Bel pun berbunyi.
Teeeettttttt.......
Semua siswa menuju ke kantin. Dan hanya menyisakan dua sejoli yang tak saling bertegur sapa ini.
"Ra, lo ngga mau ke kantin?" Tanya Farel memecahkan keheningan.
"Kalo lo mau ke kantin pergi aja, ngapain pake nanya gue segala. Lo selalu bikin mood gue ancur!!" Maura menutup novelnya dan menuju keluar kelas.
'Gue pengen bisa deket sama lo lagi Ra. Kapan lo mau dengerin penjelasan gue dan ngebuka pintu maaf lo buat gue'
***
Kini, di rooftop sekolah hanya menampakkan dua sepasang teman.
Seorang perempuan yang sedang menangis dan ditenangkan oleh seorang laki-laki."Lo bisa cerita sama gue Ra, gue dengan senang hati akan ngedengerin apapun itu." Ucap Farel sembari mengusap punggung Maura.
"Kenapa dia balik lagi disaat gue bakalan ngelupain dia? Kenapa Dimas? Apa dia ngga puas buat gue terpuruk dengan cara dia ninggalin gue tanpa ngasih kabar apapun.."
"Apa setelah dia pergi, dengan gampangnya dia kembali ke kehidupan gue. Gue sakit Dimas." Tuturnya yang masih dengan nafas yang tersenggal-senggal.
"Lo yang sabar Ra, gue akan selalu ngelindungin lo dan ngga bakal ngebiarin lo di sakiti sama siapapun."
'gue ngelakuin itu karena gue sayang dan cinta sama lo Ra, kapan lo bakal jadi milik gue seutuhnya'
"Gue bakal anterin lo ke kelas." Ajak Dimas dan dijawab dengan anggukan.
________________________
a/n
Haloo guys welcome back to my story. Kali ini mungkin bakalan sedikit gaje cuma semoga kalian suka yaa.
Sorry for typo
Don't forget to vomment ...
Vote dari kalian bakalan bikin gue semangat buat ngelanjutin cerita iniNo siders
Big love <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe
Teen FictionPatah hati yang gue rasain pertama kali itu sama orang yang benar-benar buat gue selalu nyaman dan selalu buat gue tersenyum, dan sekarang gue nggak akan percaya sama cinta. -Maura Salshabila Agatha Baru pertama kali gue ngeliat cewek yang modelnya...