Chapter 1: Past
Before We Meet: Kumpulan one-shot TRS yang aku buat kalo kangen mereka.
Alvaro tidak tahu mana teman yang tulus dan mana yang tidak.
Omongan di depan dan di belakang ternyata berbanding terbalik. Katanya sahabat tapi nyatanya hanya memanfaatkan. Katanya mau menolong, tapi uluran tangannya tidak bermaksud untuk bisa diraih. Semua itu tercampur dalam satu sekolah dimana Alvaro awalnya hanya memiliki tujuan untuk belajar.
Tapi toh, Alvaro tidak begitu mempermasalahkannya. Dia tidak butuh yang namanya sahabat di sekolah. Di sini semua cuma kenalan, tidak pernah lebih dari itu.
Namun ketika Alvaro melihat anak laki-laki dengan topi menutupi wajahnya saat jam pelajaran berlangsung, sepertinya Alvaro salah. Dia heran kenapa bisa-bisanya laki-laki dengan tubuh kurus seperti jarang olahraga dan makan banyak itu malah tidur. Dia duduk sendiri di pojok meja. Sweaternya dia jadikan bantal dadakan. Terlebih lagi mukanya sangat asing. Apa laki-laki itu tidak ikut MOS minggu lalu? Alvaro nyaris kenal semua angkatan tapi tidak dengan laki-laki ini.
Karena kelas sedang berlangsung, Alvaro pun bertanya pada teman sebangkunya, Gian, yang tadinya tengah sembunyi-sembunyi memainkan ponsel di bawah mejanya.
"Woi, yang tidur pake topi siapa? Gue kok nggak kenal," tanya Alvaro setengah peduli setengah nggak.
Gian melirik sekilas ke arah belakang dimana laki-laki yang ditanya Alvaro masih tidur, laki-laki itu tidak sadar kalau dia sedang diperbincangkan. Gian mendecak sebelum menjawab. "Dia Julian."
Alvaro menaikkan satu alisnya, heran. Oke, dia yang terlalu sensitif atau nada bicara Gian seolah tidak menyukai Julian?
"Oh," ucap Alvaro singkat. Seketika dia tidak berminat berbicara dengan Gian.
"Ngapain?" tanya Alvaro. Matanya tertuju pada papan tulis, sementara tangannya bergerak merangkai kata di bukunya. Sejujurnya dia bahkan tidak begitu mendengar ucapan Gian.
Alvaro tersenyum miring. Tangannya sejenak berhenti menulis seraya satu kenyataan merangkak ke permukaan.
Tuh, kan. Manfaatin.
Alvaro mengangguk cuek. "Terserah."
Gian berbisik kecil, "Yes!"
Hahaha.
***
"Roo?"
Alvaro masih memikirkan laki-laki itu, entah kenapa. Rasanya aneh saja kalau dia sendirian di belakang seperti itu saat teman-teman lain sibuk berkenalan sana-sini. Setidaknya, dia harusnya berkenalan dengan teman di depannya bukannya tidur. Atau ini semua hanya kecemasannya saja? Karena Alvaro baru menjadi ketua kelas jadi dia merasa bertanggung jawab?
"Roo! Alvaro!" jeritan melengking seseorang membuat Alvaro terjatuh dari hammock-nya. Kepalanya terbentur karpet lembut, bersamaan dengan itu suara pekikan kaget terdengar dari kanannya. "Eh, sori sori. Lebay banget reaksi kamu."
Alvaro meringis pelan, dia akhirnya memilih duduk di karpet dengan kedua tungkai kaki ditekuk, sementara sikunya bersandar pada lutut. Kemudian Alvaro melihat Athala, perempuan yang tadi memanggil namanya dengan jeritan menyebalkan itu. Meski sudah berteman bertahun-tahun, kadang Alvaro masih menahan napasnya karena kecantikan Athala.
Oke, lewatkan bagian itu. Sekarang Alvaro harus bertanya kenapa Athala ada di rumahnya sore hari seperti ini. Biasanya Athala jarang kemari karena dedikasinya yang tinggi pada pendidikan. Kadang itu menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRS Universe (0) - Before and After Everything
Teen FictionThe Rules Series One-Shot Story: Juna, Matt, Mika, Julian, Seth, & Alvaro