Eins

44 1 6
                                    

"Apa semuanya sudah lengkap?"Tanya Mom kepadaku.

Aku memasukkan lagi baju-baju dan barang-barang yang akan kubawa ke London untuk tinggal disana 2 tahun untuk menyelesaikan beasiswaku.

"Sudah Mom!"Ujarku antusias.

Awalnya orangtuaku tidak menyetujui aku mengambil beasiswa di Oxford karena mereka tidak rela melepasku yang satu-satunya anak perempuan disini, namun ini sudah impianku sejak dulu dan ingin menyelesaikan S1 disana ya kalau bisa sih sampai S2.

"Mom sudah menelfon tante Vivian. Dia bilang Ansel akan menjemputmu"Ujar Mom.

Selama aku tinggal di London aku aku menumpang tinggal di rumah keluarga Johannes, Bibi Vivian (ibu) adalah sahabat Mom dari kecil.

"Tapi aku tidak tau bagaimana wajah Ansel sekarang Mom"Ujarku.

Aku bertemu Ansel saja terakhir saat umurku 6 tahun dan Ansel berumur 8 tahun, bagaimana aku tahu wajah Ansel yang sekarang?.

"Nanti Mom kirimkan lewat WhatsApp. Ayo cepat ke bandara"Ujar Mom.

Aku menarik kedua koper besarku dan tas backpackku. Sebelum masuk kedalam taksi, aku berpamitan kepada Dad, Mom, dan Kakak laki-laki ku dan lalu masuk ke dalam taksi.

Untung saja aku tidak terlalu terlambat sampai di bandara dan aku juga tidak perlu menunggu pesawat.

--
Dengan waktu 30 menit aku sudah sampai di London. Aku pun langsung mengambil kedua koper besarku dan keluar untuk mencari Ansel.

Sambil berjalan aku terus melihat foto Ansel yang Mom kirimkan dan melihat ke arah sekitar. Sudah 3 menit aku mencari namun aku tidak menemukan Ansel.

Tiba-tiba saja ada yang menepuk pundakku pelan. Pria dengan postur tubuh yang atletis, rambut coklat, dan sangat tampan, namun dia tidak terlihat seperti Ansel.

"Maaf. Apa kau Genevieve Loraine Clark?"Tanya pria itu.

Aku pun tersadar dari lamunanku."Uhm y-ya, kau siapa ya?"Tanyaku.

Pria itu tersenyum dengan sangat manis dan hampir membuat ku meleleh disini, ditambah dia mengenakan kemeja putih yang lengannya di gulungkan dan celana bahan yang fit di kakinya.

"Ah pasti kau tidak tau aku. Aku Christian Ludwig Johannes dan aku adalah adik Ansel Johannes"Ujarnya.

"A-adik?"Tanyaku.

Aku lupa jika Ansel punya adik dan setauku, oh tunggu sebentar....

"KAU YANG BIASA KU PANGGIL IAN KAN? KARENA AKU CADEL WAKTU ITU! ASTAGA KAU SUDAH SANGAT BESAR"pekikku yang membuat Christian menutup telinganya.

Christian tertawa melihat tingkahku."Iya ini aku. Sudah lama sekali ya kita tidak bertemu. Sini aku bawain kopermu"

Christian mengambil langsung kedua koperku, DUA-DUANYA! Padahal dua koperku ini amat sangat berat dan aku dapat melihat kedua urat tangannya yang menonjol, duh.

"Um sebelumnya maaf Ansel tidak bisa menjeputmu. Dia mendadak sibuk" ujar Christian.

Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Memang aku sedikit kecewa, aku ingin melihat wujud teman kecilku yang sudah bertahun-tahun tidak kujumpai.

Kami akhirnya sampai di depan gerbang rumah keluarga Johannes, Christian menekan klakson dan keluarlah pria paruh baya yang kuyakin adalah  security di rumah ini. Christian memarkirkan mobil range rover-nya di depan tangga menuju pintu masuk. Aku dan Christian pun masuk ke dalam rumah.

Aku sedikit terkejut melihat rumah yang sebesar ini, sangat berbeda dengan rumahku. Keluarga Johannes memang terbilang kaya raya, bagaimana tidak? Hampir semua properti di London mereka yang punya dan perusahaan mereka sudah tersebar dimana-mana.

Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda turun dari tangga dan aku yakin itu adalah bibi Vivian.

"GENEVIEVEEE" Ujar bibi Vivian sambil sedikit berlari dan memeluk tubuhku dengan erat dan hampir 13 detik bobo Vivian memelukku hingga aku hampir kehabisan nafas.

"Bibi senang kamu sudah sampai. Maafkan Ansel yang tidak bisa menjemputmu"Ujar bibi Vivian.

"Gak apa-apa kok bi, kan sudah ada Christian"Ujarku.

Sebenarnya aku sedikit sedih karena bukan Ansel yang menjemputku. Padahal kami sudah sangat lama tidak bertemu.
Bibi Vivian mempersilahkan aku untuk menuju ke kamarku dan tentu diantar oleh bibi Vivian dan Christian membawa 2 koperku. Aku tiba di sebuah pintu kamar yang berada di pojok atas, bibi Vivian pun membuka pintu kamar tersebut dan kini mulutku sudah menganga dengan lebar melihat kamar yang akan aku tempati selama 2 tahun.

"bibi sengaja mempersiapkan ini semua. Tante senang karena akhirnya ada anak perempuan yang tinggal disini"Jelas bibi Vivian.

Hatiku tersentuh mendengar kata-kata bibi Vivian, dia benar-benar wanita yang amat sangat baik.

"sekarang istirahatlah, nanti jam 7 kau ke bawah untuk makan malam"

Bibi Vivian pun keluar dari kamar dan membiarkanku untuk istirahat sejenak.

--
"Jadi jurusan apa yang kau ambil Gen?"Tanya Paman James, kepala keluarga Johannes.

"Psikologi paman"Ujarku.

Saat ini kami sedang berbincang-bincang sambil makan malam dan kebetulan Paman James yaitu suami dari bibi Vivian sudah pulang dari kantor. Namun, orang yang kutunggu belum juga datang.

"Ah psikologi, pilihan yang menarik"Ujar Paman James.

Brakk

Sepertinya ada orang yang tidak sopan menutup pintu dengan kencang. Dan seketika kami semua terdiam. Laki-laki dengan rambut coklat, wajah yang berantakan karena ada kumis dan janggut tipis, matanya merah karena kelelahan. Apa dia?.

"Hey bro! Masih ingat rumah?"Ujar Ian dengan santai.

Astaga! Dia Ansel? Kenapa dia jadi begini?. Ansel pun berjalan ke arah Ian dan memukul kepalanya dari belakang menggunakan telapak tangannya.

"Watch your mouth dude"Ujarnya.

Ansel dengan tidak sopannya mengambil minum Ian dan meminumnya layaknya tidak pernah minum 1 tahun.

"Hey, itu punya Ian"Ujarku.

"Berisik, siapa kau? Oh perempuan yang akan menumpang dirumahku?"Ujar Ansel.

Kata-katanya benar-benar menusuk. Aku pun langsung berlari meninggalkan meja makan dan pergi ke kamar. Tidak, aku tidak marah hanya saja aku bingung kenapa Ansel yang dulu baik bisa jadi seperti ini.

Lamunanku terganggu dengan ketukan pintu. Aku pun membukanya dan melihat Ian yang berdiri di depan pintu.
"Boleh aku masuk?" Tanyanya.

Aku pun mengannguk. Ian masuk dan melihat sekitar kamarku.

"Um maafkan Ansel yang tidak sopan"Ujarnya sedikit gugup.

Aku pun tersenyum. Ian jauh berbeda dengan Ansel, dia sangat baik dan sangat manis.

"Iya tidak apa-apa"Ujarku.

"Besok kita jalan-jalan ya"Ujar Ian.

Sebelum keluar dari kamarku, Ian mengusap rambutku dengan kasar lalu senyum kepadaku, dia sungguh manis.

THIRD STORY AHA. Maaf sebelumnya author hapus Titanium karena buntu banget sama endingnya. Jadi inilah pengganti Titanium. Semoga kalian suka ya 😘.

Vomments babies.

EGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang