1. Malam Teka-Teki

67 6 1
                                    

Nyala lilin di meja pemujaan tiba-tiba padam oleh hembusan angin yang juga tak sengaja mendobrak jendela kamar. Sekilas terlihat rembulan dilangit yang mengisyaratkan sesuatu. Malam itu sedikit berbeda dari malam kemarin, janggal. 

"Putri Edrina, Ibu Ratu memanggilmu, beliau ada dikamarnya". Salah satu pelayan masuk dengan wajah yang tanpa ekspresi. Yang langsung pergi tanpa memandu Sang Putri.

Setelah Edrina menutup jendela dengan tirai yang tak henti melambai itu, ia langsung bergegas menemui Ibunya yang tak lain adalah Ibu Ratu kerajaan Zorah. Salah satu kerajaan besar yang pernah ada.

Suasana lorong istana malam ini pun terasa berbeda, lebih dingin dari biasanya, Edrina dapat merasakan itu, untuk pertama kalinya hawa lorong itu menyentuh tengkuknya. Terlihat sekilas, penjaga yang ada hanya setengah dari jumlah biasanya. Edrina pun mempercepat langkahnya menuju kamar ayah dan ibunya.

Edrina sudah semakin dekat dengan kamar ayah dan ibunya, tapi dengan segera ia berhenti untuk memperhatikan dengan cermat.

Didepan kamar tak ada satupun nyala lilin yang menerangi pintu masuk.

"ayah, ibu ini aku Edrina"kata Edrina sambil mengetuk pintu kamar Ayah dan Ibunya.

Tak ada sahutan yang terdengar dari dalam. Ia baru saja memutuskan untuk kembali kekamar, namun seketika ibu ratu datang dari dalam dan memanggilnya.

"Edrina, maafkan ibu. Kemarilah". Wajah ibu ratu terlihat sedikit sedih entah apa yang telah terjadi. Lalu ibu ratu memeluk Edrina erat, sambil mengajaknya masuk kedalam kamar.

kamar itu cukup luas dengan meja panjang disetiap tembok dan dihiasi vas bunga. Semua vas terisi bunga yang cantik, kesukaan Ibu ratu kerajaan itu. Ranjang besar berada di tengah ruangan dengan kelambu yang masih terangkat. Waktu menunjukkan pukul 10 malam, memang belum waktunya Raja dan Ratu itu tertidur.

Ayah Edrina yang merupakan Raja Kerajaan Zorah, sedang duduk di kursi dekat jendela dan terlihat sedikit merenung dengan menatap kosong keluar jendela yang terang. Jendela kecil di kamar itu tertutup, sepertinya angin juga mencoba memadamkan lilin di atas meja pemujaan yang ada.

"ayah, ibu, ada apa ini? Kalian terlihat tidak terlalu baik" tanya Edrina yang masih berdiri dengan nada tanya tanpa khawatir.

"Edrina, kemarilah duduk disini" Sang Raja memanggil Edrina dan menyuruhnya duduk dikursi satunya.

"baiklah, apa yang perlu aku bantu? Aku sangat mengantuk saat ini" tanya Edrina dengan rengekan dan sikap kekanak-kanakannya.

"aku tahu kau sangat suka petualangan kan Edrina?"

Entah mengapa pertanyaan dari ayahnya itu membuatnya seperti direndahkan.

"ayah umurku memang baru 11 tahun tapi jangan remehkan Putri kerajaan Zorah ini dalam berpetualang!" dengan sedikit wajah gagah Edrina menunjukkan kalimat itu pada ayahnya. 

kedua orang tuanya tau itu, Edrina bukanlah pribadi seorang putri pada umumnya yang hanya suka berias dan memoles kuku, Ia suka setiap kisah petualangan yang diceritakan padanya bahkan beberapa kisah petualangan buyutnya pun Ia hafal dengan baik.

"aku tidak bisa melepas dia Ron, tidak akan bisa" suara ibu ratu mengerutkan dahinya.

Edrina membatin 'apa yang sebenarnya mereka perdebatkan?'

"tenang lusy, dia akan baik-baik saja nanti, lagipula dia telah ditakdirkan" kata Ayahnya yang kini berdiri menghampiri ibunya, meninggalkan Edrina terduduk sendiri di dekat jendela.

Perkataan Ayahnya semakin membuat Edrina yakin sesuatu akan terjadi.

"baik, katakan padaku apa yang sebenarnya sedang kalian bicarakan disini, karena aku mulai bosan" Edrina mencoba menggambarkan perasaannya dengan ekspresi yang pas.

Kedua orang tuanya lalu saling berbisik, mereka mengabaikan Edrina dengan ibunya yang sesekali melirik sang putri.

Akhirnya Edrina hanya bisa menatap langit lewat jendela lain yang terbuka sedikit.

Tak ada satupun suara yang terdengar diluar, hanya ada prajurit yang mematung dengan senjata, lampu taman dan bulan yang terang saat ini.

Edrina kembali berbalik untuk melihat apakah kedua orang tuanya masih sibuk, karena saat ini ia sudah sangat mengantuk.

"ayah, ibu apakah sudah sele..."
Kalimatnya terpotong.

"Edrina, maaf membuatmu menunggu terlalu lama. Tapi ini sudah larut malam, besok saja kita lanjutkan" kalimat itu membuat hati Edrina bersorak dengan gembira.

"itu yang kutunggu ayah, terimakasih. Ayah, ibu, Selamat Malam" ucap Edrina sambil memeluk keduanya, Ia pun berjalan keluar menuju pintu kamar.

"selamat malam Edrina, tidur yang nyenyak" kata ibu ratu sembari melihat Edrina berlalu.

•••

Edrina ditemani dua dayang yang dipanggil oleh ayahnya mulai kembali ke kamarnya. Kali ini, Ia merasa istimewa. Dua dayang itu adalah dayang sihir istana yang biasa menuntun perjalanan penting.

Saat mulai berbelok ke arah kamar di persimpangan lorong, kedua dayang yang menemaninya tiba-tiba berbisik.

"percepat langkah tuan putri, hawa malam ini berbeda"

Edrina memang dikenal sebagai Putri yang Berani dan suka menentang. Bisikan dayang itu memang membuatnya takut tapi tidak dipedulikannya.

"apa kau mau membuat kakiku ini keram ha? Kita bisa kan berjalan pelan!"

Edrina mencoba untuk mengurangi rasa takutnya.

"tolong dengarkan kami putri"

dayang leyra kali ini menggaet lengan Edrina dan mempercepat langkah.

Dayang Leyra dan Dayang Soya adalah dua orang dayang sihir yang memang khusus ditugaskan untuk menjaga orang-orang Istana dari kuasa jahat ilmu sihir.

Dengan cepat Dayang Leyra dan Dayang Soya membawa sang putri menjauh dari Lorong istana.

•••

Mereka akhirnya sampai di kamar Edrina. Tapi kedua dayang itu merasa mereka harus ikut masuk, mereka bilang akan sedikit berjaga-jaga malam ini. Lagi-lagi tak seperti biasanya.

Entah apa yang terjadi saat ini, tapi Edrina merasa tak ada salahnya jika ada yang menjaganya malam ini.

"apa kalian akan terus berdiri dengan kuda-kuda seperti itu? Aku yakin kalian bisa duduk"

Edrina mencoba memberikan saran pada kedua dayang itu, tapi mereka hanya diam dan berkomat kamit tiada henti.

Memang untuk pertama kalinya Edrina merasa tidak nyaman. Mulai dari pelayan yang pergi tanpa memandu, tanpa cahaya diluar kamar kedua orang tuanya dan kali ini dua dayang sihir.

"setidaknya aku sudah memberitahu kalian" Lalu Edrina mencoba menutup mata.

Meskipun Edrina telah dijaga oleh dua dayang sihir istana, tapi dia merasa belum nyaman.

Masih terlintas setiap potongan peristiwa malam ini.

Memang terasa sedikit janggal, mengingat bahwa Edrina adalah anak kecil yang mudah iba dan bisa merasakan aura dimensi yang berbeda.

Edrina membuka mata lagi dan kedua dayang itu masih disana tapi kali ini mereka bersila. Setelah merasa nyaman Edrina mencoba tertidur dan bermimpi.

The Second Troops: Pemusnah Sang IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang