Lelaki patah hati dan perempuan tak tahu diri

57 2 0
                                    

Pernahkah kalian memikirkan diri kalian sendiri dan segala sesuatu yang ada di sekitar kalian? Pernahkah kalian merasa tak tahu diri? Memikirkan pantaskah aku mendapatkan apa yang aku miliki saat ini?. Bagaimana jika apa yang kita miliki sekarang sebenarnya adalah hukuman? Bagaimana jika sebenarnya kita tak pantas untuk mendapatkan apa yang kita miliki saat ini. Bagaimana jika kita hanya bersikap egois dan tak tahu diri, menerima begitu saja tanpa memikirkan terlebih dulu. Tak tahu diri, mungkin itu cukup untuk menggambarkan diriku. Aku benar-benar tak tahu diri, menodongkan pertanyaan –pertanyaan yang bahkan aku sendiri tidak memikirkannya. Sungguh tak tahu diri.

Drey.... aku masih punya utang ke kamu kan? Yook...aku lunasi siang ini utang itu.

Layar handphoneku berkedip-kedip membangunkanku dari tidur nyenyakku. Aku mengucek kedua mataku lalu meraih handphone yang tergeletak di atas meja. Pukul 9:15, begitulah waktu yang ditunjukkan handphoneku pagi itu. Bagi seorang perempuan, bangun pagi pukul 9:15 memang cukup memalukan, aku pun pasti sudah disiram air oleh ibuku jika aku bangun sesiang ini di rumah. Namun bagi mahasiswa tingkat akhir seperti kami, di tambah hidup mengekost jauh dari orang tua, bangun sesiang ini sudah menjadi hal yang biasa. Aku kembali mengecek handphone ku, sebuah aplikasi medsos yang terinstal di handphoneku menunjukkan notifnya, ada sebuah pesan masuk.

Drey.... aku masih punya utang ke kamu kan? Yook...aku lunasi siang ini utang itu. Lelaki itu mengirimiku sebuah pesan.

Siang ini? yuuk... balasku singkat.

Sip. Makan siang dlu sekalian ya. Cepat sekali dia membalas, kerjaan kok tiap hari mantengin HP, pikirku. Aku pun membalas dengan stiker, mengakhiri percakapan dengan cepat. Kuletakkan kembali benda itu di meja, kemudian kuikat rambutku dan beranjak dari kasur. Aku membuka jendela, jam sudah menunjukkan waktu menuju siang, namun mentari tetap tak menampakkan diri, atau sebenarnya dia sudah menampakkan diri. Entahlah...

Mendung. Aku sedikit cemas ketika mendung. Mendung membuat semangat orang-orang kembali luntur. Menjadikan sebuah janji benar-benar hanya menjadi janji. Membuat recana hanya menjadi wacana, mager, begitu orang-orang kekinian menyebutnya.

***

Drey.. depan

Aku tengah menyisir rambutku ketika pesan dari lelaki itu masuk. Oke waitt.. balasku. Dengan cepat aku menyambar sling bag yang tergantung di dinding kamarku, mengambil sneaker dari atas rak sepatuku, memakainya cepat dan segera turun ke bawah. Aku tak suka membuat orang lain menunggu, karena aku tak suka menunggu. Jangan melakukan sesuatu yang kamu benci pada orang lain jika kamu benci diperlakukan dengan hal yang sama. Menunggu salah satu hal yang paling aku benci. Aku membalas senyumnya, ada yang aneh dengan senyumnya. Ia tak seperti biasanya, senyumnya tak seperti biasanya. Bukan hanya dia yang aneh, aku pun merasa aneh, seperti ada yang kurang.

"ga pake helm?" tanya lelaki itu.

"Ahhhh... iyaa.. tunggu yaa" aku bergegas kembali ke kamarku di lantai 2. Selalu saja seperti ini, tidak pernah segala sesuatu berjalan lancar di hidupku. Selalu saja aku harus kembali untuk mengambil sesuatu yang tertinggal.

"Maaf yaa...kebiasaan ada yang lupa"kataku saat kembali. Lelaki itu hanya tersenyum.

"Makan mana?" tanyanya.

"Terserah" jawabku.

"Cewek yaa pasti kaya gitu kalo ditanya makan mana"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 07, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sajak sajak hatiWhere stories live. Discover now