Tepi dasar

299 16 8
                                    


Awan kembali menunjukkan sisi gelapnya, namun kaki ini sudah terlalu dalam menyelusuri hutan. Ku biarkan gerimis membasahi ku walau serbuannya semakin menjadi. Sampai saat ini hujan tak pernah mengalahkanku.

Tangan ini tetap kokoh dan kuat menariknya. Target yang entah kemana perginya sedikit mengecewakanku. Kukerahkan seluruh ketajaman telinga dan mataku. Desas – desus endusan kuikuti, kegelapan hutan tak membuatku takut.

Kubuat gretakan yang membuatnya terkejut. Benar saja, dia akhirnya berlari kencang. Kutarik busur ini dengan kuat dan terarah. Hempasan anak panah terdengar jelas dan merdu. Tepat di lehernya bercucur darah hasil panahku. Ku bawa kambing liar ini kerumah dengan suka cita. hujan membuat darahnya berceceran di mana mana.

walau usia ku masih 15 tahun, aku cukup kuat untuk membawanya 2 km lagi kerumah. Hal ini sudah biasa kulakukan. Namun, semuanya selalu kututupi dari amak ku yang sangat takut pergi ke hutan. Aku tak ingin membuatnya gelisah.

" amak, rumi bawakan kambing liar ini, jadikan kudapan sedap ya mak?"

"rumi, bukannya sudah biasa amak buatkan kudapan sedap?darimana kau dapatkan kambing ini?

"ku dapatkan dari halaman depan, sepertinya dia terpisah rombongan dan tersasar."

"ohyasudahlah amak senang kalau begitu."

rumi ya itulah namaku, amak ku bilang ia terinspirasi dari sang pemilik gurindam spiritual, 
yg ia baca saat dalam perantauan nya di jawa.

Saat muda, amak memang pernah tinggal di jawa sebagai perantau . Setelah itu, ia kembali lagi ke tempat asal di sumatra entah mengapa amak tak pernah menceritakannya. Ia hanya bilang rindu akan suasana sumatra. Nyiur hijau nan melimpah dan tenang lagi nyaman.

*Please vote and comment ❤
Follow this story till the end

The Supermassive Shadow of LegolasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang