Pria dengan Senyum Semanis Nutella

45 4 0
                                    



"kau tau Nutella tidak?" tanyaku
padanya saat duduk bersama di beranda.

Dia hanya diam, tidak menjawab. Kemudian menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri. Dia tidak tahu. Lalu dengan gembira kujelaskan padanya tentang Nutella, si selai kacang coklat yang mampu membuat siapapun terpikat.

Kami sudah bersama hampir satu tahun kala itu, pria yang selalu datang dengan senyum termanisnya. Dan juga pria yang selalu ku tunggu kedatangannya di beranda. Namanya? Ya benar aku belum mengenalkannya padamu. Pria jangkung yang ada disebelahku ini sering dipanggil dengan nama Bayu.

Biar kuceritakan padamu tentang Bayu. Pria dengan senyum semanis selai kacang bermerk Nutella yang mampu membuat kaum hawa menganga. Pernah suatu malam saat dia ingin memakan Pizza di salah satu restoran cepat saji, petugas kasir yang saat itu melayani kami sampai tak bergeming melihatnya yang sedang mengangkat ujung bibirnya dan memamerkan deretan gigi putihnya. Kurasa air liurnya akan menetes jika aku tak segera menegurnya.

Pria yang selalu mampu membuatku tersipu. Mulutnya sering mengeluarkan kata-kata yang membuat pipiku memanas, berubah warna menjadi merah karena malu. Mungkin itu cuma buaian gombal bagimu atau bagi siapapun yang sedang mendengar ceritaku. Tapi aku sungguh tak peduli, bagiku itu salah satu usahanya membuatku bahagia.

Iris matanya berwarna gelap. Segelap tinta yang tumpah diatas meja. Segelap malam saat kau benar-benar sendirian tanpa ada cahaya yang menyelamatkan. Mata yang selalu memberikan keteduhan dan kekuatan saat aku merasa kehidupan benar-benar kejam. Kepadanya aku selalu mencurahkan segala keluh kesah. Bahkan bajunya tak jarang basah oleh air mata. Air mata yang yang dengan lancang jatuh begitu saja tanpa permisi kepada si pemilik mata.

Harus ku akui bahwa aku kagum padanya, karena dia sama sekali tak penah menyentuh hal yang paling kubenci. Rokok. Biar kuralat, sebenarnya aku hanya tak suka asap rokok yang secara tidak langsung aku membenci rokok. Dia hanya pria lucu yang sering berebut permen lolipop dengan Ranu, keponakan laki-lakinya yang berumur 5 tahun kalau aku tidak keliru.

Sampai sekarang aku masih belum tau parfum apa yang selalu dia pakai kala itu, yang jelas wangi tubuhnya tak akan pernah mengecewakan saat dipeluk. Entah sudah berapa ratus pelukan yang kita lakukan. Yang jelas disetiap pelukan itu aku sangat menikmati hangat dan juga wangi tubuhnya. Jika aku boleh bertanya, sekarang dengan siapa kau berpelukan? Siapa gadis yang berpelukan denganmu dan kau ijinkan untuk menyesap wangimu? Ah mungkin aku merasa iri dengannya.

Ya kita telah berpisah tiga puluh sembilan minggu yang lalu, maaf jika kau harus menghitung sesuatu yang tak penting untukmu. Aku masih mengetahuinya dengan tepat karena semua kenangan tentangnya belum juga mampu ku hilangkan dari ingatan. Dia begitu apik mengukir cerita, mungkin sengaja agar aku tak mudah melupakannya. Dia memang begitu tega.

Jarak yang memisahkan kita, membuat dia tak kuasa lagi bersama-sama. Dia melanjutkan studinya di Bogor dengan memilih universitas ternama disana. Sedangkan aku, aku masih disini. Di kota saat pertama kali kita bertemu, kota yang menjadi saksi bisu kisah cinta dua orang remaja, Bandung.
Sebenarnya aku bisa saja melarangnya pergi ke Bogor dan tetap tinggal bersamaku di Bandung. Bahkan aku yakin dia akan menurutiku jika saat itu aku meminta padanya. Tapi aku tak boleh egois bukan? Aku tetap mau dia mengejar cita-citanya yang sudah dirancang dengan matang bahkan sebelum Ujian Nasional datang.

          Sore itu handphone ku berdering setelah beberapa hari terdiam tanpa kabar. Bayu, nama yang tertera di layar handphone kala itu. Sudah kurencanakan dari awal untuk memarahinya ketika menghubungiku. Namun nyatanya semua rencana sirna.

"Ge dimana?" suara dari ujung sana terdengar berbeda dari biasanya.

"di rumah, baru selesai kuliah" jawabku seadanya.

"ada apa?" tanyaku kemudian ketika kurasa suara di seberang sana lari entah kemana.

"Ge maaf."

Perasaanku mulai berkecamuk saat itu, aku mulai memikirkan hal-hal buruk yang mungkin saja menimpaku. Entah senyawa apa yang membuat hal buruk di fikiranku menguap menjadi kenyataan. Sore itu tanggal 25 juli, 9 hari sebelum anniversary kita yang kedua. Bayu memutuskanku, dia bilang ingin selesai denganku. Alasannya tentu saja tidak masuk akal bagiku. Katanya dia sudah tak mampu lagi menjalani hubungan yang dipisahkan dengan kejam oleh sesuatu bernama jarak.

          Tiba-tiba dunia terasa berbalik seratus delapan puluh derajat, awan putih yang menggumpal putih susu beberapa jam lalu kini sudah menjadi kelabu. Burung yang berkicau menyanyikan lagu cinta untukku kita sudah terbang menuju muda mudi yang lain. Bunga Garbera diatas meja pun entah mengapa ikut serta melayu, mungkin dia sangat mengerti bagaimana rasanya putus cinta.

Hujan mulai reda saat aku selesai menulis sebuah kisah tentangnya. Pria dengan senyum semanis Nutella bernama Bayu, kau harus tau satu hal. Aku rindu.

Solar PlexusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang