FESTIVAL ORANG ANEH

27 3 6
                                    

  Oleh: Dodi Rosadi


 Dalam jiwaku yang muda rerumputan itu masih terasa bau hutannya. Satu-persatu mereka tercerabut sampai akarnya , seiring laju kereta api yang datang bersamaku dari stasiun yang ranum karena aku bingung untuk memberinya sebuah nama.

 " Okay ! Mari kita berpesta di atas kereta api . Gelar tikar kalian meski kita saling berdesakan untuk satu tumit kakipun. Hati-hati ini bukan Jakarta dan kita hanya segerombolan orang-orang aneh saja!", Seru Sang Sangpanglima perang dengan suara lantang, sambil menyalakan handycamnya untuk merekam suasana. 

Seorang bapak yang berpakaian hitam-hitam memberikan kartu namanya kepadaku, sementara koleganya yang masih muda menyelinap diantara segorombolan orang yang anatominya mirip lobster, sedang pemuda itu sendiri mirip monyet karena seluruh tubuhnya ditumbuhi bulu.

 " Hello kenalin aku Hey Day!" sapa si pakaian hitam membuka pembicaraan ditengah sepinya kata- kata yang dapat kumengerti. Sebab para penumpang lain selain si panglima perang tadi berbicara dengan bahasa siulan!

 " Oh.. Aku Slow.. Slow Day!" jawabku datar.

 " Yo...yo..yo, anak muda kenapa engkau bermuram durja!" kata Hey Day dengan logat rap Andre 2000, seperti biasa aku hanya nyengir kuda. 

Kata-kata Hey Day kian melambung ke angkasa. Busa ditergen berbuih- buih di kedua sela bibirnya. Terus terang aku ogah mendengarkanpembicaraannya, hingga pada sebuah masa... ia berbicara, "Wajahmu yang indah itu adalah berkah, bukan kutukan. Apa yang mereka katakantidak berarti apa-apa, karena Tuhan tahu engkau tidak berdosa." 

Aku terperanjat kemudian memperhatikan wajah Hey Day sambil menerka-nerka dari mana ia tahu aku sedang memikirkan dosa-dosaku. 

Tepat pukul 18.00 WIB, setelah dua jam DJ party yang dipimpin panglima perang berlangsung, akhirnya pintu kereta dibuka. Seperti tidak sabar, serombongan orang aneh dari stasiun berikutnya menyerbu masuk. Mereka adalah orang-oranganeh hasil audisi di kota tersebut. Audisi untuk lomba orang-orang aneh di ibu kota. 

*** 

Kita semua tahu bahwa cermin adalah penunjuk kenyataan yang jujur. Kenyataan hidupku begitu suramhingga aku berpikircukup sekali saja melihat wajahku di cermin. Saat dulu ketika aku dipaksa untuk bercermin di kaca rias milik guruku. Wajahku mirip vignet atau lukisannya Picasso selalu menjadi ejekan teman- teman atau orang yang melihatku. Sampai sekarang aku belum melihat perkembangan estetis wajahku yang terbaru, karena sejak saat itu, kepalaku terbungkus kantong kresek hitam bekas belanjaan ibu, peristiwa itu terjaditigapuluh tahun yang lalu. Itulah dosa terbesarku. Hingga disuatu malam sebuah stasiun televisi mengumumkan lomba orang-orang aneh untuk dipilih menjadi idola baru sedikit melupakan rasa berdosaku. Aku ingin ikutan! 

Sampai saataudisi pertama dikotakupun aku belum pernah melihat wajahku, meski saat itu kutanggalkan plastik pembungkus dihadapan para juri. Dengan perasaan takut yang tidak terperi kucabuti satu persatu lakban yang menempel di kontong plastik. Tiba-tiba terdengar gemuruh air yang mengucur setelah sekian lama tersendat diantara leher dan mulutku tumpah ke meja juri. Diiringi jeritan dan lolonganpara juri serta orang-orang yang melihatku, Maka saat itu untuk pertama kalinya pembungkus wajahku terbuka. 

"Yeaks! Jijik! Sampah! Hasil hubungan kotoran dan keburukan! Turunan campuran! Mutan, orang aneh, pergi dari tempat ini !" Jerit juri perempuan yang hidungnya belang-belang. " 

Cool!Yeah... Heh-heh-heh- He looks Smart enough to me!" Kata Butt-Head juri kedua. 

"Diam! Butt-Head, DIAM!" dia meraung sambil menyambar kain lap lalu membersihkan meja juri. Wajah Butt-Head memucat. 

Tidak seperti di televisi yang selalu ugal-ugalan, kali ini dia tampak ketakutan. Aku terdiam seribu bahasa melihat wajah wanita yang hidungnya belangpun aku tak bisa, apalagi menjawab perkataanya. Tetapi anehnya ketika kulirik juri ketiga si Panglima Perang, Ia tampak mengerlingkan matanya kepadaku. Dan lampu kamera menyilaukan mata hingga aku tak sanggup lagi menengadahkan muka.

Sesaat suasana hening, Tiba-tiba "Cut!" Sutradara menyuruh kameramen untuk menghentikan siaran langsung audisi tersebut. Wanita yang hidungnya belang tiba- tiba menghampiriku lalu memberiku amplop sambil bicara," Jangan dibuka sekarang, orang-orang sudah datang untuk menunggu pengumuman siapa sajayang masuk audisi malam ini, aku ingin peserta semuanya turun kebawah!" 

Tetapibegitu dia berlalu, aku merobek kertas amplop dengan membabi buta lalu mengeluarkan secarik kertas dengan tulisan: SELAMAT KAMU MASUK AUDISI KITA BERTEMU DI JAKARTA! 

*****

 Aneh, keretaapiku tiba pukul 1.00 dini hari di Stasiun Gambir Jakarta, setelah tadi kulihat disebelah kiri tugu Monas mengejeku dengan lambaian apinya yang mirip dengan bentuk kepalaku. 

Untuk kesekian kalinya pintu kereta terbuka, dan kali ini aku dan penumpang lain yang harus berdesakan dan segera turun dari kereta api. Namun tiba-tiba Hey Day menarik lenganku dan berbisik di telingaku," Hati-hati ini Jakarta, Jika terjadi apa-apa denganmu, hubungi aku: Hey Day, Direktur The Freaks People Centre, alamatnya ada di kartu nama itu! Percaya padaku, kamu pasti juaranya." Lalu ia menghilang ditelan grombolan orang anehyang mirip kura-kura.

 Namun tiba-tiba..sebelum rombonganku sampai di pintu keluar kereta api,Kami dihadang oleh orang-orang yang berpakaian nasional. Yang laki-laki mengenakan blangkon, kemeja lurik dan sandal kulit. Sedang yang perempuan mengenakan kebaya warna warni. Banyak pula yang mengenakan peci.

 Dengan wajah memberengut, mereka memandangi kami di balik jendela kereta. Ada pula yang dengan sengaja melempari kami dengan barang-barang bawaan mereka dan memaksa kami supaya tidak turun dari kereta. 

" Apa yang membuat mereka menjadi marah?" gumam manusia laba-laba.

"Mengapa mereka tidak senang kepada kita?" Panglima Perang mengangkat bahu.

 Rombongan kami yang hanya tiga gerbongterjebak diantara lautan orang yang menentang kami. 

"Rupa-rupanya kita takakan mungkin sampai kefestival orang-orang aneh," bisik Blow Day manusia cumi-cumi. 

Panglima Perang membuka kaca jendela. Ia mencoba menjelaskan dengan pengeras suara untuk apa kami datangke Jakarta. 

Tetapi suara-suara ancaman mereka telah menenggelamkan penjelasan Sangpanglima. Orang-orang itu semakin kuat mendorong-dorong . 

"Mereka hendak menggulingkan kereta api kita!"teriak Joy Day simanusia lumba-lumba. Lalu kami saling bertumpu dan menyuarakan siulan kami ketika tiga gerbong kereta kami telah miring ke kiri hingga suaranya membelah dua kerumunan orang-orang itu.

 Setelah siulan kami menenangkan mereka, kami segera bergegas keluar kereta api dan segera masuk ke lima bis yang telah menunggu kami menuju tempat karantina.

 Tepat jam 6 pagidengan hati yang hancur lebur kami sampai di karantina. Sebab tempat yang kami tuju telah rata dengan tanah karena rusuh masa. Begitu pula dengan stasiun televisi tempat acara kami akan diadakan. 

Kepalaku terasa pening kemudian terjatuh ke tumpukan debu. Sejenak aku tergolek disana. Rasa dingin menusuk nusuk kulitkepalaku. Aku menggigil dengan hebatnya. Sekelebat wajah Hey Day menampakkan wujudnya, suara telepon berdering memilih aku jadi idola orang aneh pertama, lalu pandangan menjadi gelap. Dan aku benar-benar terjatuh di tumpukan debu...

  Kiaracondong medio oktober 2004



FESTIVAL ORANG ANEH  |   Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang