Part 1

98 11 0
                                    

Musik melow nan lembut mengalun pelan dan memenuhi suara di ruangan yang cukup luas ini.

Kamar dengan dominasi warna tosca dan putih, yang simple namun menawan.

Terdapat seorang gadis remaja, dengan rambut menggerai melewati bahu, berwarna dark brown, dengan gelombang ikal di setiap ujungnya.

Dia sedang fokus menatap MacBook, dan mengetikan sesuatu yang berisi curahan hati di salah satu aplikasi berwarna oranye.

Mata Aquamarine nya tak lepas dari layar laptop tersebut.

Gadis itu terlihat sedih namun tetap memaksakan diri untuk tersenyum.

Almaira Reviolita, itulah nama yang tertera di dinding kamar sebelah kanan, tepat berada di depan pintu masuk.

Gadis cantik dengan sejuta pesona, namun memendam sesuatu dengan sangat dalam.

Fiola pov

Tok.. tok.. tok..

"Non Fio?"

"Non.."

Tok.. tok..

Seperti ada ketukan pintu, tapi siapa yang melakukannya? Bukankah tidak ada yang peduli atas diriku?

"Hei, apa ada orang diluar?" Teriakku dari dalam.

"Ini bibi non, tuan opa sedang menunggu non di bawah.."

"Oh bibi, ada perlu apa opa sama Fio?"

"Bibi tidak tahu non, sebaiknya non temui tuan opa dibawah sebelum ia marah"

"Iya bi, Fio segera turun"

Ada perlu apa orang itu padaku? Tidak puaskah dia telah membuat ku sengsara dan merasa seperti seorang tahanan?

Sungguh muak untuk bertemu dengan seseorang yang dulu Mama ajarkan untuk menyebut nya dengan sebutan Opa.

Dulu selagi Mama ada mungkin aku akan hormat pada si opa itu, namun setelah apa yang terjadi, bahkan untuk menyebut namanya saja aku tak sudi, sangat tidak sudi.

Berbagai pikiran negatif berkecamuk dalam benak ku. Kenapa pikiran negatif? Karena aku tahu, berurusan dengannya sama saja memposisikan diriku dalam keadaan yang merugikan.

Selagi pikiran itu berkecamuk, perlahan namun pasti, aku melangkahkan kaki menuruni anak tangga yang lumayan banyak ini.

Raga dan jiwaku sangat tidak sinkron, sehingga membuatku hampir saja terjatuh. Jika saja bi Ima tidak menahanku, mungkin aku sedang kesakitan saat ini.

"Thanks bi.."

"Tidak usah berterima kasih non, ini sudah tugas bibi"

Aku hanya menanggapinya dengan senyuman, ya senyuman yang dipaksakan. Perhatian bibi membuatku merindukan Mama.

Sebisa mungkin ku tahan air mata ini untuk tidak menetes walau mataku telah berkaca-kaca.

Aku tak mau terlihat lemah di mata mereka, walaupun sesungguhnya ragaku telah rapuh dari sejak lama. Batinku mulai bersuara.

"Cepat kesini dan duduklah!" Perintah seorang lelaki tua, yang sedang duduk di sofa dengan tangan yang sedang memegang sebuah majalah, dan mengibas-ngibaskannya.

"To the point saja, apa maumu?"
Ucapku sinis dengan raut wajah datar.

Dia melangkahkan kakinya, dan mulai mendekat ke arahku.

"Siapa yang mengajarkan mu bertindak tidak sopan Seperti tadi, wahai Almaira Reviolita Estaquel?"
Ucapnya sambil mengitari, dan memberikan majalah-yang-tadi-dipegangnya padaku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SendirianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang