Vote dulu baru dibaca.
*
Satu minggu kemudian.
"Kau yang berkata padaku Jayce jika aku harus terlihat tak ada apa apa!" bentak Jillian kepada temannya karena memaksanya beristirahat total setelah peristiwa penusukan dari pria suruhan yang tidak mau mengakui dengan siapa mereka terlibat.
"Ya, tapi keadaanya berbeda." Jayce merasa terjebak akibat perkataannya sendiri.
"Kau terlihat tidak sehat, maafkan aku nona." Jayce menatap lantai dibawahnya dengan mata tertutup ingin menangis.
Tak lama dari itu Jillian menghembuskan nafasnya panjang kemudian menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangan kecilnya beberapa detik, karena merasa sangat lelah.
Lelah harus berjuang sendiri, dan lelah bersikap kuat padahal dirinya hanyalah seorang wanita yang cengeng, tak jauh berbeda dengan remaja yang gemar menonton drama romantis dengan ahir kematian yang memisahkan kedua manusia yang saling mencintai.
Baiklah 19.30 kita sudahi pekerjaan ini, kata Jillian akhirnya setelah melihat jam di tangannya yang sudah menunjukan pukul 19.20 dengan bosan.
"Aku akan menelfon dokter untuk segera kerumah untuk memeriksa keadaanmu."
"Ya" Jillian melanjutkan pekerjaannya di dampingi oleh Jayce yang sudang kembali ke mejanya untuk mematikan lampu, kemudian membereskan barang barang Jillian.
Di dalam lift yang akan membawanya ke parkiran pribadi, Jillian menyandarkan kepalanya kebelakang sambil melipat kedua tangannya didada, sedangkan Jayce kembali melihat melihat sekilas jam tangannya dengan malas.
Setelah pintu lift berdenting mereka kembali berjalan tergesa gesa menuju mobil yang sudah terbuka menunggu mereka kemudian masuk di dalamnya.
Di perjalanan Jillian yang menahan sakit di perutnya akibat kejadian penusukan satu minggu lalu dengan sebaik mungkin berusaha tenang dan berpura pura tidur, karena ia tidak menginginkan orang orang tau jika ia benar benar rentan saat ini. Dan Jillian sejenak mengalihkan fikiran dengan mengingat ketika keluarganya masih berada disekitarnya, seperti liburan musim panas di hawai yang sangat menyenangkan karena ayahnya menghadiahi dirinya penthouse sederhana namun sebenarnya sangat mewah yang dekat sekali dengan pantai, seperti pulau itu adalah miliknya.
Berjemur bersama kedua orang tuanya, terlebih dirinya yang sangat bersemangat untuk membakar kulitnya yang putih di terik matahari pada saat itu, dan suara ombak saat itu benar benar membawanya sekarang semakin sedih.
Dan kembali air matanya mengalir di salah satu sudut matanya. Hingga suara mobil perlahan berhenti yang membuatnya tersentak dan menghapus airmatanya.
Perlahan pintu pagar rumahnya terbuka lebar dan Jayce berhambur keluar duluan mengangkat telfon yang sepertinya dari teman kencannya. Dan Jillian keluar setwlah pintunya dibuka.
"Jangan sampai ada yang melihatmu seperti ini." suara barithon seorang pria asing membuatnya terkejut sehingga Jillian menatap pria itu yang sedang memberikan sapu tangan hitam ke tangan Jillian yang hangat kemudian memaksa tangan Jillian untuk menerima.
"Setidaknya itu bersih, gunakanlah jika kau tidak memiliki cadar pengantin, untuk menatupi wajahmu." perintah lelaki itu yang mengenakan pakaian orang normal dengan tubuh yang sangat tinggi dan berbadan tegap, kemudian berjalan menjauhi Jillian dengan mulut terbuka karena bingung.
Tak lama dari itu Jayce yang tadi menjauh saat mengangkat telfon menghampiri Jillian kembali. "Dia orang baru, aku lupa memberitahumu jika supir kesayanganmu tidak akan menerima banyak pekerjaan lagi karena dia sudah tua." Jillian hanya mengedikan bahu kemudian berjalan memasuki rumahnya setelah Jayce menyeretnya karena dokter yang merawat Jillian sudah menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jonathan Colins
Romance"Aku menginginkanmu lebih dari yang kau tau Jillian." mohon Jonathan sambil berlutut dibawah Jillian Kadei yang memiliki wajah teramat sangat rupawan. Silahkan langsung dibaca aja yah biar ga penasaran, terimakasih.