Musim semi telah berlalu, tanda-tanda akan datangnya musim hujan mulai nampak. Beberapa orang dewasa terlihat buru-buru menjemput buah hati mereka dari sekolah, dan beberapa tetangga berdesak-desakan mengambil jemuran mereka yang telah kering di halaman belakang rumah masing-masing. Hari ini jelas berbeda dengan hari kemarin, di dekat jendela Perrie melihat sekeliling sudut kamarnya, semuanya berubah.
Ah..., benda itu sama sekali tak berubah.
Tak ada yang peduli dengan apa yang ia rasakan. Matanya nyaris tak menoleh, berusaha keras menjemput kenangan indah kala musim hujan seperti saat ini. Berharap Tuhan memberikan waktu untuknya, semenit atau bahkan sedetik saja untuk mengingatnya. Kemudian matanya terpejam. Kenangan setahun yang lalu kembali terlintas di kepalanya.
Libur semester awal telah berlalu dan hujan mendadak deras. Perrie melihat Zayn duduk sendiri di sudut kantin. Tidak ada yang tahu pasti semua teman mulai menjauhinya. Tidak ada yang berani mengajaknya berbicara, bahkan berjalan di dekatnya pun mereka takut.
"Kamu curang makan sendiri! Kamu pikir meja ini milikmu?!" teriak Perrie tiba-tiba sambil meletakkan buku-buku dan juga semangkuk bakso ayam yang telah dipesannya tadi. Sementara Zayn serius mengetik note yang ada handphone miliknya, mengabaikan tatapan semua orang yang ada di kantin.
Perrie tidak pernah berbicara langsung dengan Zayn sebelumnya, namun diam-diam ia sering memerhatikan Zayn di sekitaran Royal Holloway sepanjang waktu. Mereka berada di kelas yang sama sejak sekolah dasar di Lower Fields Primary School dan sekarang satu fakultas di universitas yang sama. Zayn memiliki tinggi dan berat rata-rata, dan lens mata khas cokelat cerah yang menakjubkan. Itu membuatnya terlihat berbeda. Namun, Perrie ragu apakah Zayn pernah mengenalnya.
Zayn mengubah posisinya seraya mendekat pada Perrie, "Apa kamu nggak takut duduk di sampingku?" tanya Zayn, matanya terlihat menggoda.
"Should I be?" tanyaPerrie sarkastik, "Hiii, aku takuuutt...!" lanjutnya dengan nada mengejek. Zayn tertawa. "Jadi apa yang membuatmu di...jauhi sepanjang hari?"
Zayn mengangkat bahunya perlahan, "Maybe aku pernah... berkata buruk. Atau... kelakuan yang nggak baik sama mereka." jawabnya sambil tertawa, "You're very funny, ya! Hahaha."
HAH?! Apa kamu tau siapa aku? Bahkan namaku aja kamu nggak tau! Perrie menggerutu.
"Nama kamu Cherry, 'kan?"
Oh, Tuhan, dia mengingatku! "Perrie."
"Cherry aja deh?"
"Perrie! Gimana kamu tau namaku?"
Lagi-lagi Zayn tertawa dengan senyum yang menggelikan, "Kita adalah pasangan yang serasi lho sejak SD! Yah, memang sih aku nggak tau semua tentang kamu, at the very least aku tau dong nama kamu."
What?! Perrie menggigit bakso yang sejak tadi disendoknya, "Kamu lagi bikin apa?"
"Oh, nggak...." buru-buru Perrie merampas handphone milik Zayn. Zayn terlihat gugup sementara Perrie mulai membuka flip atas dari handphone yang dirampasnya.
"Hei, jangan dibuka! Kamu nggak berhak membacanya. Give it back!!"
Sebelum Zayn merampasnya kembali, Perrie mulai membaca sebuah note rahasia milik Zayn. "Well, tiga bagian dari diriku," Perrie melirik Zayn sambil menyeringai dengan alis terangkat, kemudian melanjutkan membaca, "Tubuhku, akan kuberikan untuk Mama, agar Mama lebih leluasa memelukku dengan erat setiap saat. That's why I love about you, Mama!"
"Are you kidding me, Zayn? Catatan apa ini?" Perrie tertawa. Zayn menyerah dan kembali duduk, menangkupkan kedua pipinya di tangannya seolah-olah mencibir, "Mudah-mudahan kamu nggak baca kalimat itu..." batin Zayn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Love Story
Fanfiction"Jangan nangis. Aku nggak apa-apa. Tiga bagian dari diriku udah ada yang mengambilnya, aku senang. Untuk pertama kalinya Mama memelukku sangat erat hingga aku sendiri menjadi cengeng dibuatnya. Untuk pertama kalinya hujan membiarkan diriku bebas mem...