Chapter One

1.2K 68 2
                                    

❧ ❧ ❧ ❧ ❧

Kling.

Dentingan halus terdengar ketika Zidny membuka pintu kaca yang ada di hadapannya. Matanya berputar, mencari-cari kursi yang kosong untuk bisa ditempatinya. Selang beberapa detik, matanya menangkap satu kursi kosong dengan nomor meja dua belas yang berada di pojok dekat jendela. Tanpa berpikir lama, Zidny langsung menghampiri kursi tersebut.

Ketika Zidny akan mengangkat sebelah tangannya untuk memanggil pelayan, pandangannya malah tertuju pada seorang laki-laki yang sedang berdiri di dekat salah satu meja pelanggan sambil mencatatat sesuatu di buku kecilnya.

Waiter baru? Pikir Zidny.

Zidny lumayan sering ke kafe Moment, bahkan ia sampai hafal wajah para pelayan yang bekerja di kafe itu. Namun baru kali ini Zidny melihat laki-laki jangkung dan berkulit putih itu. Dan entah mengapa  Zidny enggan untuk memalingkan wajahnya dari laki-laki itu. Senyum ramah yang diberikan kepada pelanggan tercetak di bibirnya, membuat hati Zidny tiba-tiba berdesir aneh.

"Selamat siang, Kak. Mau pesan apa?"

"Permisi, Kak. Mau pesan apa?"

"Kak?"

Zidny menoleh dengan ekpresi kaget. "Uh, iya."

Seorang pelayan wanita dengan rambut dicepol tersenyum ke arah Zidny. "Mau pesan apa, Kak?" ulangnya untuk yang ketiga kalinya.

Zidny ternyum kikuk, merasa malu dengan tingkahnya sendiri. "Saya pesan matcha green tea latte sama cheese cake ya, Mbak."

"Semuanya satu porsi, Kak?" tanya pelayan setelah menuliskan pesanan Zidny di buku kecilnya.

Zidny mengangguk.

"Ditunggu ya, Kak."

Ketika pelayan sudah pergi, Zidny kembali mengarahkan pandangannya pada laki-laki yang tadi ia perhatikan. Sekarang, Zidny hanya bisa melihat punggungmya karena laki-laki itu sedang berjalan memunggunginya. Ia terlihat berhenti di depan sebuah pintu, lalu memberikan sebuah sobekan kertas pada seorang koki.

Tepat ketika laki-laki itu berbalik, matanya bertemu pandang dengan Zidny. Merasa diperhatikan dan tidak ada tanda-tanda jika Zidny akan membuang muka, akhirnya ia menarik kedua sudutnya membentuk senyum samar. Zidny yang baru tersadar jika sudah kepergok memandanginya langsung membuang pandangan. Ia menunduk malu. Zidny menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang sudah berkeringat karena gugup. Bego, umpatnya dalam hati.

"Permisi, pesanan sudah datang."

"Kak."

"Astaga." Zidny kembali tersentak kaget. Ia meringis ketika mengangkat telapak tangan dari wajahnya. Seorang pelayan kembali datang sambil membawa pesanannya. "Oh, makasih ya, Mbak."

Pelayan itu sedikit menahan tawanya. "Ngeliatin Iqbaal ya?"

"Hah?" Zidny mengerjapkan matanya.

"Iya, Kakak ngeliatin Iqbaal?"

Zidny menggigit bibirnya, tidak tau harus merespon apa karena malu. Tadi sudah kepergok dengan laki-laki itu, sekarang kepergok dengan pelayan. Jika bisa, Zidny ingin menyembunyikan dirinya di bawah lantai dan tidak akan kembali sebelum rasa malunya hilang.

"Iqbaal emang jadi pusat perhatian sejak tadi di kafe ini." Palayan itu tersenyum. "Oh ya, selamat menikmati ya, Kak. Permisi."

Setelah pelayan itu pergi, Zidny jadi ingat apa yang dikatan pelayan itu tadi.

Jadi namanya Iqbaal? Dan dia jadi pusat perhatian sejak tadi?

***

Iqbaal yang baru saja menuliskan pesanan seorang pelanggan refleks menolehkan wajahnya ketika mendengar suara dentingan halus dari pintu kafe yang dibuka. Yang pertama kali ia lihat adalah seorang gadis berambut sebahu yang baru saja memasuki kafe. Gadis yang kemarin memperhatikannya tanpa berkedip. Belum sempat gadis itu mencari tempat duduk, Iqbaal melihat jika gadis itu mengobrak-abrik isi tasnya, seperti mencari sesuatu. Gadis itu lantas sedikit menepi ke samping pintu masuk sambil mengangkat telpon.

"Halo, Ma."

"..."

"Iya, Zidny lagi di kafe deket sekolah. Sebentar lagi Zidny pulang, Ma."

Oh, namanya Zidny, batin Iqbaal.

Iqbaal masih memperhatikan gadis yang bernama Zidny itu. Sambil berjalan, Zidny memasukkan ponselnya ke dalam tas. Karena fokusnya ia pusatkan pada isi tasnya, Zidny tidak sadar jika dirinya menabrak seseorang.

"Aduh, ma---" Zidny mendongak. Dan seketika matanya melebar ketika melihat siapa orang yang ditabraknya.

Iqbaal memperhatikan gadis yang sedang menatapnya dengan ekspresi kaget itu.

"Ma-maaf. Gue permisi." Dengan gugup Zidny langsung meninggalkan Iqbaal yang masih berdiri di tempatnya.

Sambil menatap punggung Zidny, Iqbaal lantas menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum. Senyum yang terus menemaninya selama bekerja.

❧ ❧ ❧ ❧ ❧

Cerita ini hanya ada tiga part, dan udah jadi semuanya jadi tinggal ku share. Ceritanya ringan, tapi nanti di part terakhir ada sesuatu. Semoga kalian suka ya. Untuk yang masih menunggu Diam, semoga cerita ini bisa jadi gantinya. ☺

Ku tunggu comment dan vote-nya untuk yang berkenan baca. Terimaksih. ✨

Five MinutesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang