[2] - Ari Badmood

19 0 0
                                    

  ....................................................

"The person who is nailed inside my head, the person who lives in my memories, it's you." -Love is Feeling, Park Jang Hyun.

.....................................................

        Bogor, 4 Februari 2012.

          Ari keluar dari kamarnya dan berjalan menuju kursi panjang yang ada di ruang keluarga om Wijaya, yang sudah sejak belasan tahun lalu sudah ia panggil Abah. Kemudian, Ari berbaring di atas sana.

         Rambut berwarna hitam pekatnya yang mulai gondrong nampak terlihat acak-acakan dan wajahnya menggambarkan jelas bahwa cowok itu masih mengantuk. Lantas, ia mencoba memejamkan mata dengan tangan kanan ditaruh di atas matanya.

         Jujur saja, kejadian kemarin sore cukup mengusik pikirannya. Kejadian ketika ia melihat Ayi membonceng Wawa dengan sepedanya dan cewek itu yang duduk menyamping di bangku belakang sepeda Ayi—dengan tersenyum lebar sampai berhenti tepat di depan rumah. Singkatnya, ia diantar pulang oleh Ayi.

          Entah kenapa semua yang berhubungan dengan cewek itu, Wawa, mulai menjadi prioritas utama bagi Ari yang berhasil mengusik hati dan pikirannya, sejak semester dua ia duduk di bangku kelas satu Menengah Pertama.

         Semacam ada sesuatu yang berbeda antara dirinya dengan Wawa. Tapi, Ari menampik kalau ia menyayangi cewek itu. Karena, ia hanya berpikir kalau perasannya itu hanya sejenis rasa khawatir pada cewek yang kini mempunyai rambut lurus dengan panjang sebahu dan kulit kuning langsat.

         "Ari, gue mau ke kebun Abah, nih. Mau ikut nggak?" Suara itu. Iya, Adhwa atau Wawa lebih tepatnya, berhasil membuat irama jantung Ari mulai tak beraturan.

          Ari tidak bergerak atau menjawab meskipun ia mendengar dengan jelas—semacam sengaja untuk melakukannya karena ingin melihat reaksi Wawa padanya.

         "Ari?" panggil Wawa namun tetap tidak melakukan sesuatu padanya, yang padahal sangat Ari inginkan. Iya, Ari ingin cewek itu melakukan sesuatu padanya.

        Jangan berpikiran macam-macam dulu, yang Ari inginkan hanya hal-hal kecil yang sederhana, misalnya; Wawa akan menarik tangannya untuk memintanya bersiap-siap atau setidaknya Wawa akan menggelitik tubuh Ari—seperti yang sering mereka lakukan dulu saat keduanya masih kecil—kemudian, memohon pada cowok itu untuk ikut bersamanya.

         Namun sebaliknya. Bukan hal-hal itu yang terjadi, tapi justru Ari mendengar suara sepeda yang sedang dituntun disusul suara berat yang sangat ia dan Wawa kenali; Ayi.

         Iya, Ayi, cowok itu yang sejak kemarin berhasil mengusik pikirannya dan membuatnya cemburu, bisa dikatakan seperti itu.

         [1] "Waalaikumsalam. Ka Dieu, Ayi." jawab Wawa dengan nada yang terdengar ramah setelah Ayi datang ke rumahnya dan memberi salam padanya.

         Ayi mulai melangkah masuk ke dalam rumah Wawa dengan sopan sehabis memakirkan sepedanya.

        [2] "Diuk aja di ditu, nya, sabentar."  kata Wawa sambil menunjuk ke salah satu kursi kecil yang berada tepat di belakang jendela rumahnya. Ayi pun mengangguk dan segera duduk di sana.

        Sampai ia pun mulai menyadari sesosok laki-laki yang sekarang sedang berbaring di kursi panjang rumah Wawa, membuat rasa penasaran ingin bertanyanya terbit.

WastedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang