"Cepetaaaannnnn!! Lambat banget si!! Kita itu udah telat!!".
Cowo itu terus berteriak membuatku rada kesal dengannya. Dia dingin tapi bawel. Galak tapi tegas.
"Iya tunggu sebentar, woiii tungguin!!".
"Lama!".
"Berhenti dulu kek aku gak bisa naiknya nih".
"Udah belum?"
"Udah".
Aku memegang kedua pundak nya. Kini aku dan dia sedang berada di jalan Ibu Kota yang setiap pagi selalu ramai dengan rutinitas sehari-hari.
"Pelan-pelan dong!".
"Kalo gak ngebut nanti gerbang nya ditutup. Emang mau di hukum?"
"Enggak".
"Yaudah makanya jangan bawel. Pegangan yang kuat. Emang nya dikira gak capek apa ngegowesnya. Dasar berat".
Aku menjambak rambutnya.
"Awww... sakit bego!".
"Makanya jangan banyak bacot".
Akhirnya aku dan dia sampai didepan gerbang sekolah, aku langsung turun dari sepeda Awan lalu berlari saat gerbang hendak ditutup oleh Pak Ujang.
"Pak tungguuuu....".
"Mau ngapain?" Tanya Pak Ujang dengan polosnya.
"Tunggu pak kita masuk dulu". Seru Awan sambil turun dan menuntun sepedanya.
Pak Ujang melihat arloji ditangan kirinya lalu memperhatikan kami sejenak. Ia mengangguk dan memberi kami masuk kedalam sekolah.
"Makasih pak". Pak Ujang mengangguk dan mulai menutup rapat gerbang lalu menggemboknya.
"Eh mau kemana?" Teriak Awan.
"Ke kelas lah".
"Temenin dulu ke parkiran".
Aku menemani Awan untuk menaruh sepedanya di parkiran sekolah. Kulihat memang sudah banyak sepeda dan motor yang berjejer rapih disana. Awan memakirkan sepeda kesayangannya ditempat biasa ia parkirkan yaitu paling pojok dekat pohon cherry. Aku dan Awan berlari ke koridor sekolah yang memang nampak sudah sepi mungkin memang belajar mengajar sudah dimulai.
"Ih mampus udah sepi".
"Ya emang".
"Cepet kek ayo lari".
"Bacot".
"Cepetan ih!! buruan Awan".
"Ck! Pokoknya ini semua karnaa...."
"Hei, mau kemana kalian berdua?"
Kedua kaki ku berhenti secara serentak dengan kedua kaki milik Awan. Aku dan Awan melirik dan berusaha melihat ke belakang.
"Kamu duluan yang nengok ke belakang".
"Loh kok aku?"
"Yakan kamu cowo". Kulihat Awan mendecak kesal. Lalu membalikkan tubuhnya ke belakang.
"Eh ada Bu Ira". Kudengar Awan menyebut Bu Ira. Ia adalah guru BK sekaligus guru kiler yang bawelnya naujubileh pokoknya setiap dia udah mengoceh pasti tak ada titik komanya sedikit pun, tak ada hentinya sampai membuat kedua kuping yang mendengar suaranya seperti kaset kusut itu kepanasan.
"Lah ternyata kau Awan. Tak biasanya kau terlambat?"
"Hehehe itu bu tadi sepeda saya kempes terus mampir ke bengkel buat di kompa. Maaf ya bu".
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendung
Teen FictionGadis si penyuka hujan yang selalu bahagia jika rintikan hujan turun menyirami bumi. Tak ada yang bisa menghalangi keinginannya kecuali Awan, sahabat laki-lakinya. Rain selalu menginginkan hujan karna baginya hujan selalu membawa perasaan hangat dan...