Can You Struggle For Me? (1)

133K 3.7K 14
                                    


Aku mencintai laki-laki itu. Jarak usia kami memang terpaut jauh. Tapi aku mencintainya.

Dia adik Mama meskipun tidak sedarah. Mama dan dia hanya saudara angkat. Jadi kupikir tidak apa-apa jika aku menaruh rasa padanya.

Aku tidak tau sejak kapan aku mulai jatuh cinta padanya, tapi aku yakin, perasaanku padanya bukanlah sekedar suatu bentuk kekaguman semata atau sekedar rasa cinta yang biasa, yang bisa pudar karena waktu.

Bagiku, ia tak tergantikan.

"Sampai kapan kau berdiri di situ?" aku tergeragap salah tingkah ketika ia memergokiku sedang melamun.

"Eh! Aku tidak melamun, Om. Aku bawakan makan siang buat Om," kuangkat tas berisi bekal yang sejak tadi kutenteng.

Dia tersenyum, mengikutiku duduk di sofa ruang kerjanya.

Kukeluarkan bekal dari tas yang kubawa, menatanya di meja dan mengambilkan lauk kesukaannya.

Kupandangi dia yang makan dengan lahap.

"Kamu gak makan?" tanyanya menyadari bahwa sedari tadi dia hanya makan sendiri.

Aku menggeleng.

"Aku suka melihat Om makan," ujarku tertawa kecil.

"Rakus ya?" tanyanya tergelak.

"Bukan. Bukan rakus. Tapi seperti kelaparan," jawabku tertawa.

"Masakanmu selalu enak, Nay," pujinya mengangkat piringnya.

Aku senang ia menyukai masakanku.

"Bagaimana butik Mamamu?"

"Lumayan ramai, Om."

"Kamu sendiri? Apa masih berniat mendirikan EO?"

"Aku tidak tau, Om," kugelengkan kepalaku pelan. Mama dan Papa tidak pernah menyetujui keinginanku untuk mendirikan EO milikku sendiri. Mereka lebih menginginkanku meneruskan perusahaan Papa dan butik Mama dari pada membiarkanku menggeluti apa yang menjadi keinginanku sejak aku masih duduk di bangku SMU.

"Panggilan casting itu?"

"Aku lebih suka menjadi model saja, Om."

"Kamu bisa menjadikannya salah satu pengalaman, Nay. Tidak apa-apa dicoba," Om Abi mengusap kepalaku.

"Aku masih bingung, Om."

"Tidak apa-apa. Kamu pikirkan dulu. Toh kamu masih sangat muda," katanya tersenyum menyejukkanku.

-----*-----

Abinaya Axellon Mahendrata. Ia selalu kupanggil dengan Om Abi karena jika aku memanggilnya Om Naya, seperti memanggil diriku sendiri.

Aku, Kanaya Arindita Bellardo tanpa sepengetahuan siapapun, menyimpan rasa yang begitu besar pada Om Abinaya.

"Kanaya!" aku berjenggit mendapati Papa tengah menatapku tajam.

"Ya Pa," sahutku gelagapan karena terpergok sedang melamun.

"Bagaimana? Kamu setuju kan?"

Duh, apa yang Papa katakan tadi?

"Eh, Papa tadi ngomong apa ya?"

"Kamu ini! Makanya jangan kebanyakan melamun!" Papa menyentil dahiku. Aku meringis mengusap bekas sentilan Papa.

"Om Ganda menginginkanmu menjadi menantunya. Bagaimana?" ulang Papa membuatku shock.

"Tapi Nay kan masih ingin kerja, Pa. Umur Nay dua puluh aja belum nyampe," protesku.

CAN YOU STRUGGLE FOR ME? (Sudah terbit di Google Play Books)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang