1. Siapa Aku dan Aldy?

70 13 2
                                    

Jarum menunjukan pukul 8 malam.

Tok, tok, tok

"Iya, sebentar" sahut ku sambil menuruni tiap anak tangga.

Kubuka pintu dan mataku langsung menatap manik manik hitam legam milik dia.

Ya, dia adalah Aldy, laki-laki yang tadi siang disekolahan menjahiliku dengan segala tingkah usilnya.

"Ngapain lo kesini? Belum puas lo ngerjain gua?" Ucap ku dengan kesal.

"Gua mau minta maaf, lo mau kan maafin gua. Ayolah, maafin gua. Jarang-jarang loh gua mau minta maaf sama cewek", bujuknya.

"Gak", jawabku jutek

"Ayolah Rellys, masa lu gak mau maafin gua, padahal gua udah kesini loh, malam-malam lagi. Lo gk kasihan sama gua." Ucap Aldy sambil memasang tampang memelas miliknya. Yang pastinya bisa buat seorang Rellys maafin Aldy.

"Iya, gua maafin asal lo mau nganterin gua beli nasi goreng di depan gang, laper nih." Ucapku sambil memegang perutku yang sedari tadi keroncongan.

"Oke, siap bos", katanya sambil tersenyum jail. Senyuman yang sedari dulu menemani keseharianku, senyum yang selalu bisa membuatku bahagia tiap kali melihatnya.

By the way, nama aku Rellys Azahra kamelia. Dan Aldy, ya Aldy Dakar Bramasta, adalah sahabatku dari kecil. Walaupun kita sahabatan, kita jarang sekali akur, Aldy juga sering usil padaku, sudah terlalu sering dia meminta maaf karena keusilannya. Contohnya malam ini. Aldy malam-malam kerumahku, memasang muka bersalahnya, dan senyum manisnya hanya untuk meminta maaf padaku. Dan yang pasti Aldy bakal ngulangi lagi kesalahannya.

Walau begitu kami tetaplah sahabat, gak tau deh kenapa aku mau sahabatan sama Aldy. Yang jelas Aldy selalu ada buat aku saat dia - ? - buat aku nangis.

Aku selalu ingat bagai mana Aldy menolong ku waktu aku dijahili oleh kakak kakak kelas sewaktu MOS. Bahkan karena menolong aku, Aldy mendapat hukuman yang sangat memalukan buatnya. Aku tau benar bahwa Aldy gk suka dipermalukan di depan banyak orang, tapi dia melakukan itu semua untuk membelaku.

Ingatan tentang Aldy bersarang dipikiranku, membuat ku bengong menatap orang di depan ku.

"Hei, kok malah ngelamun", ucap Aldy sambil menjentik kan jari nya. "hayo ngelamunin apa, Ngelamunin ketampanan gua ya..." lanjutnya dengan penuh percaya diri.

"Apa sih lo, gk usah keGRan." Jawabku sambil memukul lengan Aldy.

"Aww, sakit tau," keluhnya pura-pura kesakitan, "jadi gak beli nasi gorengnya?"

"Jadilah, lo yang bayarin ya."

"Iya, Rellys.." jawabnya sambil mencubit pipiku. "Cerewet banget sih lo, cepetan sana siap siap, gua tunggu lo depan gerbang ya"

"Ya udah gua siap siap dulu, awas lo ninggalin gua."

Lima menit kemudian...

"Ayo berangkat" kataku sambil menepuk punggung Aldy.

"Cepetan naik," ucapnya "bisa gk sih sebenernya, tinggal naik aja kok susah" ejeknya.

"Berisik lah lo, emang beneran susah jir.." ucapku kesal.

"Udah belum, naik motor aja kok lama, keburu tutup tuh warung nasi goreng." Lagi-lagi Aldy mengejek aku.

"Udah cepetan berangkat"

***

Aku melangkahkan kaki kecil ku menaiki anak tangga, menuju satu ruangan yang berada di pojok lantai 2 rumahku, ya, itu adalah kamar ku.

Aku masuk, lalu melemparkan tubuh kecilku ke atas kasur. aku memejamkan mataku sejenak, menghilangkan lelah ku. Setelah itu aku menatap langit-langit kamar ku. Dan dia mulai datang kepikiran ku, ya dia -?-, orang yang sering membuat ku menagis, tapi kenapa dia harus selalu ada dipikiran aku? Kenapa aku harus mencintainya?

Aku bangun dari atas kasur, berjalan menuju meja belajarku. Aku membuka buku hitam dengan tulisan 'My Diary' berwarna biru muda.

Seperti biasa aku menggoreskan penaku di atas kertas, menuliskan keseharian ku di dalam diary. Agar aku tidak lupa, agar aku bisa mengenang, mengenang tentang kehidupanku, Aldy, dan dia.

Aku selalu menuliskan tentang dia, dibuku diary ku. Tentangnya, yang takkan pernah ku lupa.

Dear diary...

DIA

Setiap nafas yang berhembus adalah DIA
setiap detak jantungku adalah DIA
Disetiap air mata yang menetes juga karena DIA.

Dia adalah Dia

Dia bukan mentari yang bersinar terang
Dia juga bukan pelangi yang berwarna

Dia adalah Dia

Yang selalu dingin bagai es
Yang selalu diam bagai boneka
Hidupnya mungkin tak berwarna
Hitam, bagai gelap malam
Namun, aku percaya
Dalam sosoknya yang seperti gelap malam
Pasti ada cahaya indah serupa bintang...

P. S. Hai kawan ini cerita pertama aku, jadi maaf ya klo ada typo, maaf juga klo alurnya masih gk nyambung.

Soal siapa itu DIA bakal aku diceritain di chapter 2. Sabar ya... terus baca cerita aku ya... jangan lupa vote dan comentnya, biar aku tambah semangat nulisnya.

Thanks My True FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang