The First

36 5 0
                                    


Entah berapa lama aku bisa bertahan, yang pasti disini aku harus berusaha lebih keras dibanding dulu. Tahun akan segera beganti, dan semua masih belum beraturan. Aku ingin keadaan disini sama seperti keadaan disekolah dulu. Sayangnya ada satu hal yang membuatku kesulitan untuk menjadi sefamous dulu.

Di sekolah ini memakai sistem kasta, entah siapa yang membuat, tapi begitu melekat sampai-sampai guru tahu dan membiarkan semua itu terdapat di sekolah. Terdapat 5 kasta, dan biasanya mereka menyebutnya dengan 'level'.

Level 5, The slave, atau para korban bully. Biasanya mereka di perbudak oleh level 1&2, jika si level 1&2 sudah memerintah, bahkan hal tersebut merendahkan dirinya, si level 5 ini harus mematuhi segala hal yang mereka inginkan. Memang miris, tapi begitulah adanya. Jumlah mereka hanya sedikit, hal itu di sebabkan para slave berujung bunuh diri akibat stress mengalami tekanan yang berat.

Kemudian level 4, berisi orang-orang yang fokus pada tujuan mereka bersekolah disini. Seperti si cerdas yang sibuk belajar agar lulus dengan nilai tinggi, lalu si cool yang ingin terlihat keren di mata orang-orang, si fangirl yang tujuan sekolah disini agar dapat bisa mengagumi para senior yang tampan disini. Jumlahnya cukup banyak, mereka seperti sampah yang beserakan dan begitu tidak berguna di pandangan level 1, dan terkadang mendapat bully, walau tidak separah level 5.

Level 3, disebut sebagai save zone, disini mereka sangat aman untuk berkarya karna level 1 & 2 tidak sibuk menganggu mereka, biasanya orang-orang yang berada di level 3 adalah orang sibuk, seperti osis, anggota club, dsb.

Lalu level 2, di sebut The ambitious, diisi oleh orang-orang yang berhasil naik level dan berambisi untuk masuk ke dalam level 1. Salah satu caranya adalah berteman dekat dengan si level 1, bisa dibilang mereka adalah back up-an level 1, kasarnya slave tapi tentu saja perlakuannya lebih baik di banding dengan level 5. Walau di sebut sebagai slave pribadi level 1, mereka tidak pantang menyerah demi mendapatkan kasta ke-1 tersebut.

Dan terakhir, level 1, The King and Queen. Tidak perlu penjelasan yang lebih untuk mereka karna tanpa di deskripsikan pun semua orang sudah mengerti bagaimana luar biasanya si level 1 ini. Layaknya anak pemilik sekolah, mereka berlaku seenaknya, dan menganggap semua yang ada adalah miliknya.

Yang membuatku kesal dan resah adalah perintah dapat di ucapkan sesuai dengan urutan yang ada. Maksudku, level 1 dapat memerintah level 2,3,4,dan 5. Level 2 dapat memerintah level 3,4, dan 5. Level 3 dapat memerintah level 4, dan 5. Level 4 dapat memerintah level 5. Dan level lima sebagai objek pesuruh permanen.

Dan tebak, aku berada di level berapa?

4, memang sialan, benar-benar tidak sebanding dengan sekolah kita bukan? Mereka saja yang tidak tahu popularitasku saat dulu samapi seenaknya menempatkanku di level yang rendahan.

"Seharusnya kau bersyukur ditempatkan di level 4, Hazel. Wajahmu sangat mendukung terlihat seperti orang pintar, walau aku tidak yakin sebenarnya kau itu pintar."

Hazel mendesis malas mendengar celetukan teman sekamaranya. Dia memang tidak banyak tingkah, namun setiap kali Hazel berurusan denganya pasti saja kata-kata pedas yang terlontar dari bibir tipisnya itu.

Mengambil nafas pelan, Hazel menyahut "Bilang saja kau iri denganku. Kau yang sudah bersekolah disini sejak smp masih saja di tempatkan di level 5 oleh si nomer 1."

Tidak seperi Hazel yang membalasnya dengan desisan terlebih dahulu, gadis itu mengangguk pelan kemudian membenarkan posisi pita seragamnya.

"Ya, aku iri. Tapi aku masih mensyukuri semuanya."

Padahal gadis itu sama sekali tidak ada niatan untuk menyinggung perasaan Hazel. Karna nyatanya ia memang mensyukuri posisinya sekarang. Tapi entah mengapa hati kecil Hazel terasa tertohok dan emosilah yang mewakilinya.

"Vellyn, kenapa si kamu enggak bunuh diri aja kayak yang lain?!" ucap Hazel dengan nada yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Vellyn, si teman sekamarnya itu sudah cukup kebal dengan pertanyaan tersebut. Jadi tak aneh jika ia tak merasa sakit hati dengan ucapan yang di lontarkan oleh Hazel tadi.

Ia melangkah mengambil tas ranselnya, dan dengan sabar dia membalas ucapan Hazel dengan penuturan yang sangat lembut, "Karna aku yakin, suatu saat, semua ini akan berubah." Ucap Vellyn sebelum ia melangkah keluar dari kamar mereka.

"Shit!" umpat Hazel kemudian ia melanjutkan kegiatan mengitik emailnya dengan berapi-api.

Kamu harus tau, tadi ada si level 5 yang baru saja berlagak sok bijak. Dan itu menjijikan. Huft, tolong doakan aku bisa bersegera mungkin naik kasta menjadi level 1 ya, agar aku tidak dapat berkomunikasi lagi dengan si level 5 yang sok bijak itu.

Bye, Holly, Love you.

Hazel membuang nafasnya panjang. Setelah memastikan email yang ia buat untuk sahabatnya terkirim, ia mematikan laptopnya untuk bersegera pergi berangkat.

Ia beranjak menuju cermin dan menatap pantulan wajahnya disana. Rupa yang dulu ia sangat banggakan kini agak redup karna sebuah fakta bahwa ia tidak terlalu berbeda dengan level 5. Ia berada dilevel 4 dan juga menjadi korban bully oleh level 1,2, dan 3.

Jika di Tanya siap atau tidak, Hazel menjawab tidak. Tapi demi menjawab tantangan kedua orang tuanya ia harus melakukan ini.

TBC

Hai semuanyaaa, maaf kalau ngerasa agak pusing sama ceritanya, semoga aja ngerti dan enjoy bacanya. Hehehehe.. jangan lupa tinggalin vomment ya ^^ makasih guys.

- Qwentiin


Side Kick!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang