Untuk Ayah

277 7 4
                                    

Bukan, ini hanya cerita pendek biasa. Mungkin hanya beberapa paragraf saja. Aku hanya ingin membagi secuil pemikiranku. Ini tentang Ayah. Sebenarnya, aku baru mengetahui makna yang mengatakan bahwa 'a father is daughter first love ' Saat aku membaca kutipan itu, aku sempat tertawa dan berkata 'What? How could it be?'



Dan benar, bahkan saat aku mengerti maksud dari ucapan itu aku pun tertawa. Sangat lucu tapi itu memang benar adanya. Butuh waktu hampir sekitar 5 tahun untuk mengerti maksud itu. Dulunya, aku tidak begitu dekat dengan Ayah. Aku bahkan sempat berfikir bahwa ayahku adalah seseorang yang tak pernah peduli dengan diriku. Ayahku tidak pernah bertanya, gimana sekolahmu? Bagaimana rankingmu? Atau mengucapkan selamat ketika aku mendapat ranking dua saat SMP dulu. Lalu ayah juga tidak datang saat lomba marching band – ayah juga tidak begitu peduli. Padahal saat itu aku ingin sekali ayah datang untuk melihatku. Alasannya klasik, 'ayah ada urusan di luar kota'.



Waktu itu aku hanya bisa menghela nafas kecewa. Lomba Marching Band saat itu begitu penting bagiku. Tapi ayah tidak pernah berfikir demikian. Aku yang waktu masih kelas dua SMA tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa 'yah sudahlah' .



Lalu puncaknya, saat tes ujian masuk kuliah. Aku sempat berdebat dengan Ayah. Aku ingin masuk sastra bahasa , tetapi ayah tidak memberiku izin. Alasannya klasik juga, ' nanti pas kamu udah lulus kuliah, mau jadi apa kalau milih jurusan sastra?'



Aku hanya bergeming, tidak memberikan jawaban apapun. Aku masih ingat sekali, saat itu, aku berusaha keras untuk tidak menangis di depan ayah. Aku merasa, selama ini ayah tidak pernah peduli denganku, mengapa saat seperti ini ayah malah mengaturku untuk masuk ke jurusan lain yang bahkan tidak aku sukai?



' Ayah enggak ada masalah, kamu milih sastra, tapi nanti kamu punya rencana apa setelah lulus? Jadi guru? '



Sekali lagi aku tidak bisa menjawab pertanyaan ayah.



'Milih jurusan itu sekalian sama rencanain setelah lulus mau gimana, jangan kayak gitu. 4 tahun kuliah nanti ujung-ujungnya nganggur. '



Aku mulai menangis saat itu. Rasanya tidak adil saja. Jika pada umumnya orang tua yang lain akan mendukung pilihan anaknya, ayah  malah berfikir sebaliknya.



' Terserah kamu, ayah tetap saranin kamu milih jurusan yang bakalan nantinya bisa bantu di tempat usaha ayah. Kuliahnya juga, jangan jauh-jauh. Di sini banyak universitas bagus kok. '



Setelahnya ayah pergi meninggalkanku di ruang tamu. Aku masih sesengukan untuk memilih jurusan. Rasanya saat itu berat sekali. Aku pun memilih jurusan sastra dan yang ke dua adalah jurusan yang disarankan ayah.



Dan apa yang terjadi ? Aku tidak masuk ke universitas yang aku idam-idamkan saat SMA dulu. Aku mulai mencoba berbagai tes, untuk masuk ke universitas itu. Jurusannya masih sama sastra dan pilihan jurusan ayah. Tapi sama sekali tidak ada yang masuk. Tentu aku sempat frustasi, rasanya ini benar-benar seperti plot twist yang ada di novel-novel. Aku tidak terima dengan kenyataan itu. Aku dulu di SMA selalu mendapat ranking , tetapi ujian masuk universitas saja tidak ada yang lolos. Sangat ironis. Aku malu dengan teman-teman seangkat, karena aku sempat berkoar-koar aku bakalan masuk ke universitas favorit. Namun kenyataannya tidak. 



Jika harus mengenang masa kuliah S1 awalnya sangat suram. Aku tidak nyaman dengan kampus yang berada di kotaku. Aku hanya memaksakan diri untuk selalu berangkat kuliah dan berusaha untuk bertahan di jurusan pilihan ayah. Aku bahkan tidak paham sama sekali dengan teori ekonomi makro dan mikro. 



Reaksi ayah? 



Tentu, ayahku tahu bahwa aku sedang memaksakan diri. 



Namun dari sanalah, aku mulai membuka mataku. Diam-diam ayah memperhatikanku. Ayah sempat membongkar gudang untuk mencarikanku buku teori ekonomi. Meski bukunya termasuk edisi lama, tetapi teorinya masih tetap dipakai. Dan bila aku menemukan kesulitan dalam hal teori atau praktik, ayahku selalu membantuku. Tentu, hal itu sangat berguna untukku. Aku pernah dapat nilai sempurna saat mata kuliah perbankan karena ayah. Hanya tiga mahasiswa saja yang mendapat nilai sempurna, salah satunya aku. Berkat siapa? tentu berkat ayah. 



Aku tentu harus bersyukur karena dibalik sikap ayah yang cenderung memaksaku, ada banyak hal yang dapat kuambil. Salah satunya, aku bisa membantu ayah di tempat kerja, aku bisa semakin dekat dengan ayah- padahal dulu aku berfikir ayah ada seseorang yang paling susah untuku kujangkau dan ketiga ternyata ayah selalu peduli denganku. Ayah selalu memberikanku yang terbaik. Ayah selalu berkata padaku, 'kalau kamu ada kesulitan bilang sama ayah, pasti ayah bantu. Ayah carikan solusi terbaiknya.' atau ' Ayah sedih kalau kamu enggak pernah bilang apa yang membuatmu merasa sulit.' 



Isn't it sound so romantic? 



Meski, ayah tidak pernah bisa menunjukkan sikap peduli-nya secara langsung tetapi beliau memiliki cara lain untuk menyampaikannya. Ah ada satu lagi, yang membuatku terharu- ayah datang di acara wisudaku. Aku tahu itu hal yang lumrah, tetapi waktu itu aku sempat berfikir ayah tidak akan datang. Namun aku salah. Ayah datang dan mau diajak untuk foto bersama. 



Sungguh menyenangkan. Meski terlambat menyadarinya, harus kuakui ayah adalah cinta pertamaku. Jika suatu saat nanti, aku memiliki seorang suami- aku ingin memiliki seseorang seperti ayah. 


Terimakasih ayah. 

-

AN: 

'An Escape' akan berisikan kumpulan cerita pendekku atau oneshoot stories aja guys kkkk. Ini kayak latihan nulis aja, jujur aja aku itu suka banget nulis, tapi suka nulis FF. hahahah dan rasanya beda aja kalau nulis FF dengan General Fiksi kayak gini. Beda feel dan membuat original karakter itu sulit juga ternyata. Mangkanya, aku memutuskan untuk membuat ini kkkk latihan nulis general fiksi. 

Okay itu aja, sampai jumpa di cerita berikutnya ~ 

Jangan lupa meninggalkan jejak ya ^^ segala bentuk apresiasi sangat berarti buat penulis pemula macam saya~   

An EscapeWhere stories live. Discover now