"Yes, I do."
Mendengar kata-kata itu pastilah terlintas dalam pikiran kita perasaan bahagia yang membuncah dalam sebuah senyuman, dalam riuh sorak sorai teriakan orang-orang yang ikut tenggelam dalam suasana bahagia itu. Suasana dimana beribu-ribu kelopak bunga menari dengan riang diiringi lagu yang penuh kata cinta, dimana doa penuh kata-kata indah terucap. Dan diakhiri dengan kecupan manis nan haru melengkapi gambaran yang selayaknya terjadi setelah kata 'Yes, I do' itu terucap.
Tapi bagiku, kata-kata itu hanyalah sebuah mitos. Sebuah cerita zaman dahulu yang diceritakan turun-temurun oleh nenek moyang sebagai dongeng sebelum tidur. Seperti sebuah cerita fiksi yang tak pernah terjadi di dunia nyata manapun, hanya khayalan orang-orang yang sedang bosan. Sebuah mitos yang mengandung kutukan, yang seharusnya tidak pernah tercipta.
Hanya dengan mendengar tiga kata itu lagi, langit seakan runtuh kembali, bumi seakan kehilangan pijakannya yang membuatnya tenggelam menyatu dengan lautan yang tak berdasar. Tiga kata suci yang membuat hidupku hancur dalam sebuah kedipan mata. Dan mungkin kehancuran ini abadi layaknya kota yang hilang itu.
Tiga kata itu seakan memiliki mantera khusus yang membuat kantung air mataku terus-menerus memproduksi air yang asin yang mungkin akan membentuk sebuah lautan yang menenggelamkanku. Dan aku berharap jika saja memang aku bisa tenggelam, mati. Mungkin aku bisa melupakannya. Oh, andaikan aku bisa mati saja. Andaikan.
Selama empat bulan ini aku bahkan seperti mayat hidup. Berat badanku yang memang sudah sedikit turun drastis karena tak cukupnya makanan yang bisa melewati tenggorokanku, dialiri segelas air saja butuh seribu usaha dan rayuan. Wajah yang kata orang-orang cukup cantik ini bahkan terlihat sepuluh tahun lebih tua. Tidak, mungkin lebih tua dari itu. Dengan mata yang tak lagi menyiratkan adanya kehidupan, membuatnya kehilangan deskripsi dari kata cantik. Rambut hitamku yang tebal dan tak pernah absen melakukan perawatan sudah tidak pernah tersentuh sisir, hanya tersisir asal dengan jari-jariku yang tampak seperti tulang berbalut kulit saja.
Biarlah, toh aku sudah tak peduli lagi dengan penampilanku. Dengan hidupku pun aku tidak peduli lagi. Bisa bertemu hari esok tanpa harus berurusan dengan air dari mataku saja sudah merupakan keajaiban.
Aku bahkan sudah lupa kapan terakhir kalinya aku bisa teridur pulas. Selama ini aku hanya bisa tertidur ketika mataku benar-benar lelah menangis. Dan itupun tidak akan lebih dari dua jam. Bahkan kantung mataku yang berwarna hitam ini sudah lebih seram dari pada mayat hidup sesungguhnya, jika mereka benar-benar ada.
Semua yang ada di hidupku hancur empat bulan yang lalu. Di saat seharusnya aku menjadi wanita yang paling berbahagia sedunia, aku malah jatuh dihempaskan dari tebing tertinggi dan jatuh ke dalam palung terdalam sedunia.
Empat bulan yang lalu dimana seharusnya kisah baru nan bahagia layaknya dongeng-dongeng yang terkenal itu dimulai, namun pada akhirnya hanya tercipta kisah menyedihkan dan menyakitkan yang sangat menyiksa.
Empat bulan yang lalu dimana seharusnya aku tidak berdiri sendiri. Dimana seharusnya bukan tangan kanankulah yang menggenggam tangan kiriku. Dimana seharusnya tatapan penuh binar kebahagiaanlah yang kudapat, bukan tatapan menyedihkan yang semakin membuatku merasa ada seratus ton garam yang sengaja ditaburkan tepat di atas lukaku yang menganga lebar.
Memang, Tuhan itu Maha membolak-balikan perasaan kaum-Nya. Bagaimana tidak, rasa bahagia yang aku rasakan, dalam sepersekian detik berubah sebaliknya. Impian yang tinggal selangkah lagi bisa kugapai berubah menjadi beribu-ribu bahkan berjuta-juta langkah agar bisa tercapai.
Di sini, tepat 20 Oktober lalu, aku ditinggalkan sendiri di atas pelaminan. Lebih tepatnya bukan ditinggalkan, tapi calon suamiku tidak pernah datang...
______________________________________
This is the first chapter and the first novel that I published to Wattpad. So what do you think about it? Should I continue it or not?
Sebenernya agak ragu sih buat publish ini cerita, karena sebelumnya gak pernah publish cerita di media manapun.
If you like the story, mind to give it a vote? Thanks :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Choices
RomanceEmpat bulan lalu seharusnya kita berdiri di sini. Saling berkata 'I do' dan saling mengikat. Seharusnya itu yang terjadi jika saja kau memang berdiri di sini.