Airin anak yang sangat pendiam, matanya sipit dan bola matanya hitam, tajam sekali tatapannya. Dia benar – benar seperti orang Asia. Hidungnya kecil, tapi sepertinya memiliki penciuman yang cukup tajam. Dia sering kali dikecam karena tatapannya yang tajam itu. Tak ada yang salah menurutnya, lagian tatapan itu muncul secara alami, bukan disengaja olehnya. Mungkin yang menjadikannya pendiam juga adalah karena dia memiliki sesuatu yang berbisik. "Dia mengapa ya?" jika pertnyaan itu mulai muncul dikepala Airin, maka tatapan tajam itu pun mulai muncul kembali, dan orang – orang disekitarnya membenci hal itu. Jadi sebelum dia mulai bertanya, orang –orang di sekitarnya mulai menjauhinya. Dia tak mengerti apa yang salah, sering kali dia juga bercermin dan melihat tatapan tajamnya itu dari cermin, tak ada yang salah pikirnya. Mungkin orang – orang hanya perlu mengenalnya lebih dekat untuk mengetahui bagaimana dia sebenarnya. Tak ada yang pernah memberikan Airin jawaban pasti mengapa orang – orang disekitarnya tidak suka kepada tatapannya. Mereka hanya menjawab tidak suka dan tatapan itu menyeramkan, bagi Airin jawaban seperti itu tidaklah memuaskan.
"Aku tak mau punya anak seperti ini! , bagaimana bisa aku melahirkan anak seperti dia, dia itu pembawa sial, Oh dewa tolonglah!" Jerit ibu Airin
"Mengapa kau menghiraukan pendapat – pendapat tak penting dari orang lain, dia anak kita, satu – satu nya milik kita, tidakkah kau pahami itu?" jawab ayah Airin
"Ah terserah, jika tidak anak pembawa sial itu yang pergi, lebih baik aku yang pergi !" bentak ibu Airin kasar. Ibunya pergi dan membantingkan pintu. Mungkin itu kali terakhir bagi Airin untuk melihat ibunya. Ibunya baru saja dipecat dari kantornya dan bagi ibunya itu adalah dampak sial yang dibawa Airin pada keluarganya. Semenjak Airin lahir Kesejahteraan keluarganya memang merosot. Hal itu pula yang membuat tetangga – tetangga Airin sering menyebutnya Anak pembawa sial. Namun Airin punya Ayah yang bisa menerima dia dan tatapan tajam miliknya
"Ayah tak akan meninggalkanmu nak, tak akan pernah" kata ayah Airin sambil mendekap erat anaknya dan mereka berdua pun berlinangan air mata. Ayah Airin sudah cukup tua jika memiliki anak yang masih berumur seperti Airin. Rambutnya sudah mulai berwarna abu- abu karena uban. Mata ayahnya juga sipit namun sayu, dengan hidung yang mancung dan bibir yang tipir serta goresan kerutan disekitar mata dan bibir ayahnya. Airin tak pernah menanyakan mengapa ibunya begitu membencinya. Yang dia tahu, satu kasih sayang dari Ayahnya sudah cukup.
Airin menjadi anak yang bisa dibilang tak pernah bicara kecuali pada ayahnya. Sampai suatu saat Airin menyadari bahwa dia memiliki ruang Imajinasi dalam perasaannya. Hidup Airin berlubah perlahan demi perlahan, dia mulai mau bertanya mengenai hal – hal yang membuatnya penasaran. Namun, keadaan tetap saja tak berubah, tatapan tajamnya itu membuat orang enggan bergaul dengannya.
"Hey Gadis sinis," kata sesuatu yang berbisik.
"Berhentilah muncul kalau kau hanya ingin menggangguku" kata Airin.
"Kenapa kau begitu pendiam hari ini, seharusnya kau semangat, mungkin kau harus senam berirama agar hidupmu juga bisa lebih berirama" kata sesuatu yang berbisik itu.
"Kenapa kau tak mengerti juga, aku sedang penasaran dengan gadis itu" Airin menunjuk seorang gadis berambut coklat kemerahan itu. "Dia belakangan ini terlihat seperti aku" kata Airin heran.
"Mengapa kau tak mencoba menyanyakannya langsung" kata sesuatu yang berbisik itu.
"Dari tadi aku juga memikirkan hal itu, hanya kau selalu menggangguku kata Airin kesal kepada sesuatu yang berbisik itu
"Baik lah.. baiklah.. aku akan kembali ke perasaanmu" kata sesuatu yang berbisik kepada Airin dengan sedikit takut
Airin pun perlahan menghampiri gadis yang seperti kau tahu, namanya Scarlet, Mungkin gadis itu akan mau berbagi cerita dengannya kalau dia berbasa - basi dengan gadis itu terlebih dahulu. Jantung Airin berdegup begitu cepat. Mungkin untuk orang sependiam dia perasaan seperti ini akan membuatnya terkena serangan jantung, stroke bahkan mati mungkin pikirnya selama jalan menuju kearah gadis berambut merah kecoklatan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO FROM SCARLET
JugendliteraturSeorang anak perempuan yang cukup malang kehidupannya. Mencoba menahan semua rasa sakit yang dialaminya seorang diri. Ternyata hal tersebut malah membuat dia menciptakan sebuah Ruang imajinasi yang tak pernah dibayangkannya. Kehidupannya berubah kar...