Kita, dan waktu.
Kita;
Adalah aku dan kamu.
Kita;
Bukan aku,
Atau kamu.
Tapi, jika kamu pergi,
Semuanya menjadi aku, kan?
Bukan lagi kamu,
Apalagi kita.
"Kenapa?"
Tudingku, pada waktu.
Lisanku terus berujar,
Namun, tak sekalipun ia melambat,
Atau bahkan berhenti.
Tak peduli, sekasar apapun makian yang dilontarkan padanya,
Ia tidak akan berhenti.
Karena itu tugasnya,
Berjalan tanpa henti.
Meninggalkan semua yang kita sesali di belakang,
Menuntun kita untuk terus berjalan pada arah yang seharusnya.
Tangisku mereda.
Namun, semua seakan sia sia.
Aku rindu dia.
Potretnya yang hinggap di benakku,
Seakan abadi disana.
Andai raganya abadi di sampingku,
Aku akan melakukan apapun untuknya.
Apapun, aku berjanji.
Namun, sepadankah?
Sepadankah semua yang kulakukan padanya,
Bila balasan yang diberikan padanya untukku hanya kesendirian?
Sementara ia pergi meninggalkanku,
Jauh disana?
Aku egois,
Aku paham.
Aku gila,
Aku paham.
Namun, saat ini,
Aku kesepian,
Dan bukan keahlianku untuk memahaminya.
Ia berarti semuanya,
Kini, ia tiada.
Kesendirianku, layaknya kepergiannya;
Abadi.
Pandangku hampa,
Menatap tembok pembatas antara aku dengannya,
Aku di kehidupan,
Sementara dirinya jauh disana,
Berbedakah dunia kita, sayang?
Aku tak tahu.
Aku ingin kamu kembali.
Kamu dimana, sayang?
Tidakkah kamu merindukanku?
Andai, lisanku bisa berujar satu kata yang selalu ingin didengarnya,
"Aku cinta kamu."
Mungkin, kepergiannya bisa kuterima.
Tetapi, sayang,
Lidahku berat berkata demikian,
Bukan kebiasaanku mengucapkannya.
Maafkan aku.
Meskipun begitu,
Kamu masih ingin mendengarnya, bukan?
"Aku cinta kamu."
Entah,
Apa bisikanku kau terima,
Atau kata itu justru berakhir melambung sia sia di udara,
Aku tidak tahu.
Aku hanya ingin kamu tahu,
Kalau aku hanya ingin kamu kembali.
Memunggungi dirinya, langkahku menjauh.
Memori tentangnya terus terputar,
Seakan kepalaku adalah tempatnya bersinggah sekarang.
Keluar dari kepalaku, sayang.
Kembalilah disampingku.
Aku ingin kamu.
"Take care."
Bisikmu,
Membuatku menoleh.
Namun, semua berkata lain.
Ragamu tidak disana,
Hanya angin yang berdesir,
Menerbangkan bisikanmu.
Lepaskan, Tooru.
Biarkan Ryuu bahagia.
"I will."
Senyumku paksa.
Berat hati, aku kembali melangkah,
Meninggalkannya sendiri,
Dengan tiap harapan di jejakku,
Bahwa ia akan kembali padaku suatu saat.
Karena aku mencintainya.
Dan,
Hanya ingin ia kembali.