Apa yang biasanya terjadi bila kelas hening? Sepi, seperti tidak ada satupun murid di dalam ruangan berbentuk persegi ini. Bukankah ini hal yang jarang terjadi?
Kecuali…
Ada sesuatu buruk terjadi pada salah satu rekan mu di kelas. Dan ya, ‘sesuatu’ itu telah terjadi saat ini pada kelas-ku. Temanku – panggil saja dia Martha. Baru saja diceramahi dengan frontal oleh guru kami. Aku tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kesalahan Martha, maksudku dia pantas mendapatkannya.
Mungkin seharusnya aku tidak mengatakan bahwa Martha adalah temanku? Karena jujur saja, aku tidak begitu suka dengan keberadaan-nya di kelas ini. Kejam? Ya aku memang kejam.
Katakanlah bahwa semua yang aku katakan tadi itu adalah kejahatan, tapi lihatlah dirimu sekarang. Apa kau tidak pernah berpikir seperti – “Oh…! Alangkah senangnya kalau aku tidak bertemu dia”
Jika kamu pernah mengalami nya dan menghakimi seseorang yang melakukan itu. Artinya, kamu jauh lebih parah dari orang tersebut.
Kembali pada masalah Martha. Kenapa dia dihukum?
Jawaban-nya sangat sederhana. Dia adalah Drama Queen, dia tidak akan segan-segan untuk membuat kericuhan atau sensasi di manapun dan kapanpun. Dan baru saja dia melakukan sesuatu yang… ya… ‘sedikit’ kelewatan.
Dari semua gossip yang menyebar, ia baru saja mem-bully seseorang sehingga orang tersebut tidak sadarkan diri. Apa yang dia perbuat? Ya… aku sendiri tidak tahu. Kau bisa bertanya kepada orang-nya langsung kenapa bisa banyak darah di kelas ini.Dan… kalau tidak salah, ada cutter di dekat korban. Sejujurnya, aku merasa aneh saat mendengar kata cutter. But what ever- siapa yang peduli?
“Sera… menurut lo kok si Martha bisa nge bully sejauh itu sih?” Senggol sahabat-ku,
Aku mengalihkan pandangan-ku dari kejadian menarik di depan ke arah mahkluk hidup disebelah kiri-ku. Aku menggelengkan kepala tidak tahu.
“Seandainya aku bisa membaca pikiran orang mungkin sudah aku beri tahu kamu, Miss Tajam”
“Ugh! Stop calling me with that weird name, Bitch!!”
“Whoa Whoa calm down! Brianna” Kataku secara bisik-bisik. Dapat kurasakan tatapan tajam dari seluruh penjuru kelas. Sepertinya, kami baru saja mengganggu tontonan menarik mereka.
“Guys… bisa gak kalian hening sejenak…” Bisik lelaki di belakang kami sembari menunjuk-nunjuk ke arah ‘kejadian’. Brianna mengangguk mengerti – walaupun masih agak kesal dan kembali ke tontonan awal kami. Mahkluk itu tidak suka dengan sebutan miss tajam, Ia menganggap hal itu sebagai penghinaan terbesar.
Tapi, pada dasarnya Brianna memang tidak pernah bisa mengendalikan cara bicara-nya yang tajam.
Martha dibawa menuju ruang guru untuk ditanyai hal yang lebih ‘privat’. Dari semua kesaksian yang ia sebutkan, Martha mengaku bahwa dia tidak tahu apa-apa mengenai semua darah di kelas ini. Lalu kalau bukan dia, siapa?
Segera, kelas menjadi ricuh. Satu kelas membicarakan hal yang baru saja terjadi, ada yang membela Martha kalau itu hanya fitnah dan ada pula yang meng-hina nya habis-habisan. Untuk beberapa alasan aku merasa simpati dengan-nya.
Schadenfreude. Aku tidak sengaja menemukan kata itu pada salah satu novel horor. “ bahagia atas keterpurukan orang lain…”
“lo ngomong, Sera?” Brianna memandangku bingung. Apa aku mengatakan-nya beitu keras?
“nggak, aku keinget aja cerita di novel yang waktu itu aku baca”
“Oh..? gue kira lo ngomong kalau lo senang bitch itu ketangkep. Bukan nya lo selalu…” Brianna memelankan suara-nya.“…menyukai orang lain menderita?”
Ya. Aku tidak bisa mengelaknya, tapi ini berbeda. Aku tersenyum “Menderita yang aku suka itu bukan hal seperti itu… kau mengerti maksudku kan?”
Brianna terdiam tanda mengerti. Dia tidak takut sama sekali, aneh…
“Ah… aku mengerti. Kamu lebih suka melihat keadaan korban-nya kan?” Brianna benar-benar mengecilkan suara-nya hingga volume terendah.
“Yha bisa dibilang begitu, oh… btw Kemana tuh ilang nya logat lo-gue?”
“Eh-apasih aku- gue gue uhk!Lupain!”
Aku hanya bisa cengengesan lalu merapikan alat tulis yang berantakan, tunggu… ini aneh. Kenapa rasanya ada yang kurang…?
Aku yakin ada yang hilang….
Semua perlengkapan tulis menulis dikeluarkan hingga berserakan, Brianna bahkan memandangku seolah-olah dia baru saja melihat seseorang kesurupan.“What the hell- lo kenapa sih Ser?”
“Cutter- Cutter aku hilang….” Aku menghempaskan badan-ku ke kursi dengan kasar, tidak peduli dengan punggung yang terasa perih. Ini aneh, sama sekali tidak lucu. Perasaan-ku benar-benar buruk.
“Ok… mungkin lo ninggalin itu cutter di rumah. Just Positive thingking, siapa juga yang mau nyuri cutter lu untuk… ya you know…”
“I Hope so…” Aku menghela nafas frustasi dan menatap kosong ke alat-alat tulis yang berserakan di meja. Cutter…
Kenapa perasaanku bisa tiba-tiba kacau seperti ini?
---
Hi, aku Serafina. Aku perempuan dan hidup – tentu saja. Aku aneh, dan memang aneh. Bahkan segala scenario di dalam hidup-ku terasa rumit dan… rumit.
Mungkin lebih rumit…?17 tahun. 2 SMA. Perempuan. Kurasa itu informasi yang bisa kusebar sampai saat ini.
Oh!
Aku suka melihat orang terluka, shadenfreude. Tapi bedanya... aku tidak tahan menyakiti orang lain.
-----
Hallo~ maaf kalau cerita ini begitu gaje, aku baru disini (tbh- udah dari 2 atau 3 yg lalu gabung) so... Ini cerita pertama-ku and sorry for the mess.
KAMU SEDANG MEMBACA
Schadenfreude.
Teen Fiction'Schadenfreude - Keadaan dimana seseorang merasa senang melihat orang di sekitar-nya menderita' "Aku adalah aku. Schadenfreude itu umum. Tapi apa hanya aku yang mengalami itu... Dalam hal yang 'berbeda'? " -Serafina. "Aku adalah Kamu. Kenapa kau ti...