Chapter 3 - Di pungut

7.6K 975 64
                                    

Jimin benar-benar berantakan. Berjalan kesana kemari tidak menentu. Menyeret koper berukuran sedang yang dilemparkan pengurus asrama di panti tempat dia tinggal sebelumnya.

Kesedihan yang mendalam telah menghilangkan rasa lapar selama tiga hari kebelakang. Lagipula jimin tidak tahu siapapun di kota ini. Niatnya ingin melupakan segala hal yang terjadi, membawanya kemari.

Dari busan kepada seoul yang jauh daripada apa yang diperkirakannya. Jelas tidak ada yang sama disini, walaupun keduanya sama-sama merupakan kota besar.

Jangan tanyakan bagaimana jimin bisa kesini, karena ia tidak ingin mengingat bau-bau-an yang diciumnya selama bergonta-ganti kendaraan. Berawal dari bau sawi putih, kemudian bau cabai yang menyengat, berakhir pada bau hewan yang dapat diperah susunya-lengkap bersama rumput hijau yang bau tanah basah.

Itu benar-benar perjalanan yang sangat panjang.

Jimin nyaris berkata kasar, ketika hujan turun ditengah-tengah perjalanannya. Diseparuh pemikiran bodohnya akan keputusan yang telah ia ambil. Ia berlari kecil kesudut gang, membuka tutup tempat sampah dan memuntahkan apa yang terasa menyendat tenggorokannya. Dan hanya cairan bening yang keluar. Ia menghembuskan nafas lega sesaat, sebelum akhirnya mencari tempat perlindungan disebuah pekarangan rumah dengan pagar sebatas pinggang. Pagar kayu ini terkunci, namun  jimin dapat melompatinya walaupun harus dengan sedikit usaha.

Ia termenung, menatap nanar air hujan yang tak kunjung berhenti dan petir yang mulai bersahut-sahutan. Merasa nyaman dengan memeluk dirinya sendiri.

"Kamu tidak akan kedinginan, ada eomma disini."

Jimin menguatkan dirinya sendiri. Kemudian menepuk keras keningnya. Merasa konyol memikirkan bagaimana seorang lelaki sepertinya mengklaim sebagai sosok seorang ibu.

"Aku bahkan belum 16 tahun, sunbae. Hidup seperti apa yang telah kau berikan padaku? Ini sakit sekali, hatiku begitu sakit."

-kemudian, kembalilah berderai air matanya. Namun kini tiada satupun suara yang lolos dari bibir gemuknya. Terus seperti itu sampai ia lelah dan tertidur pulas.

-----------------------------------------------------------

Jimin menggeliat, menyingkirkan selimut tebal yang membungkus tubuh mungilnya. Ini sangat nyaman sekali. Kemudian ia menguap seraya merentangkan tubuhnya selebar mungkin. Mengucek-ngucek kedua matanya sipitnya agar sedikit terbuka. Lalu  indera penglihatannya tiba-tiba membola begitu sempurna, tepat setelah ia mendapatkan kesadaran sepenuhnya.

"AAAAAAAaaaaaaaaaaaaaa....  "

Teriakannya mengundang kegaduhan dari luar kamar. Karena langkah kaki yang mulai mendekat itu diselingi suara benda-benda berjatuhan.

"Pakaianku.. kk..kkau paman mesum. Apa yang kau lakukan padaku."

Jimin menunjuk seorang pria yang kira-kira setua ayah jungkook, Tuan hoseok.

"Ah kau mengagetkanku. Itu.. sebenarnya istriku yang menggantikan pakaianmu. Sekarang, dia sedang pergi keluar untuk membeli beberapa keperluanmu, nak."

-jawab pria yang mulai mendekat kearah jimin itu.

Orang yang sudah lumayan berumur ini tahu bahwa anak muda didepannya sedikit ketakutan, dia melihat dengan jelas bagaimana si mungil mengeratkan selimut didepan dadanya.

Yang benar saja, Tuhan~~~

Walaupun wajahnya tipe-tipe yadong sejati(?), tapi ia tidak sampai hati untuk memakan anak yang begitu imut ini.

Jangan lupa, bahwa mereka sama-sama lelaki dan ah walaupun istrinya juga berjenis kelamin sama dengannya. Jimin sangatlah tidak sebanding dengan seokjin-nya. Terlebih, dalam hal 'kematangan'.

Tapi mengapa remaja tanggung ini bertingkah seperti seorang anak gadis yang masih perawan ting-ting dihadapannya. Bocah ini benar-benar lucu pikirnya.

"Aku adalah kim Namjoon."

Belum sempat ia berujar kembali, seseorang menyelanya.

"Dan aku adalah kim seokjin. kami akan mengadopsimu, jimin-ie"

Jimin menatap bingung kedua orang ini, tetapi mendengar kata adopsi yang begitu ia inginkan selama tinggal di panti bertahun-tahun lamanya. Tanpa sadar ia berujar dengan antusias.

"benarkah?Benarkah??Benarkah???"

Sepasang suami-suami itu mengangguk.

"Tentu jimin-ie sayang, sekarang ayo panggil aku eomma~ dengan manja"

"Eomm..eomma..."

Jimin merasa dunianya hancur seketika. Ia akan menjadi seorang ibu juga. Bagaimana ia bisa lupa akan hal itu.

"Appa mengerti, jimin. Kami sudah melihat semua isi kopermu. Maafkan kami yang lancang. Kau adalah.. seorang siswa kelas satu sma dan kau..."

Namjoon melirik sekilas pada istrinya yang berkaca-kaca sebelum melanjutkan perkataannya.

"Dan kau sedang mengandung"

"Dan itu bukanlah masalah besar, jimin."

Jimin tidak mengerti bagaimana bisa calon orang tua barunya ini berpikir untuk mengadopsi seorang anak yang akan memiliki anak(?).

"Jimin-ie sayang, eomma tahu. Sangat-sangat tahu. Kau pasti bertengkar kecil dengan kekasihmu. Entah itu dengan hubungan kalian atau dengan orang tuanya. Kau harus memahaminya , mungkin ia kebingungan untuk bertanggung jawab. Apalagi jika ia sama-sama seorang anak sekolahan sepertimu. Dan, eomma sangat bersyukur. Dia begitu tampan, sayang. Jungkook-mu itu sangat tampan sekali. Kalian terlihat manis bersama dalam foto ini."

Jimin terdiam, ia baru teringat akan jungkook. Hari jadiannya dan Hari kejadian itu. Kebahagiaan dan kehancurannya terjadi pada hari yang sama.

"Jangan menangis jimin, dia akan mencarimu dan anak kalian. Cintanya akan membawamu kembali."

Dengan itu, segala kemungkinan mulai memenuhi benaknya saat ini. Memunculkan sebuah pertanyaan besar.

Cinta yang mana, ibu?

Kemana ia akan kembali. Apakah itu dengan cinta jungkook atau dengan taehyung yang akan mencarinya. Sungguh. Dilema besar.

Sampai sebuah suara membuatnya tersenyum kembali.

"Lagipula appa-mu ini sudah ingin menimang cucu, nak."

Ah ayah. Kenapa aku terlambat datang kemari. Haruskah seperti ini dulu sebelum bertemu dengan kalian. Semua menjadi begitu hangat saat mereka bertiga berpelukan. Seperti sebuah keluarga sungguhan.

[End] Sayangku JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang