BAB 2

86.3K 1.9K 86
                                    


Jemariku mengambil secarik kertas di atas nakas dan menunduk membaca tulisan disana.

"Jangan berani masuk ke kamar itu selama kami pergi. Dia akan tenang sendiri. Jika kau berani melanggar pasti kau sudah tau apa akibatnya"

Aku mendesah dan menarik napas dengan cepat. Aku menjatuhkan kertas itu di meja dan udara yang kuhirup sepagi ini terasa begitu menyesakan. Kedua tanganku terangkat keleher dan menyugar rambut lurusku yang terjatuh bebas.

Astaga, aku sudah terbiasa menghadapi keadaan yang kurasakan pukul enam ini. Keluarga yang membatasi segala sesuatu yang kulakukan. Aku tidak ingin kebebasan apapun, kecuali melihat keadaan ibuku sendiri. Ibuku yang kuanggap sebagai malaikatku dengan berbesar hati.

Enam tahun sudah semua telah berubah. Sejak sakit yang di derita ibuku tak kunjung sembuh dengan pengobatan apapun membuat ayah dan dua saudaraku lambat-laun seolah tak mengenal kami. Mereka membatasi hubunganku dengan ibuku. Seolah mereka tak bosan melarangku bertemu dengan ibu tanpa pengawasan mereka.

Satu-satunya yang membuatku menangis detik ini adalah membayangkan bagaimana nasib ibu setelah ini. Dua tahun terakhir mereka benar-benar berubah, aku dan ibu seolah menjadi orang asing dikeluarga ini. Ayah bahkan tak perduli dengan ibu lagi, juga kakak dan adikku yang juga bersikap sama.

Mungkin saja mereka memang sudah bosan merawat ibu selama bertahun-tahun tanpa tahu ibu akan sembuh atau tidak. Dan pikiran yang sudah lama melayang di fikiranku, jika mereka tidak ingin merawat ibu kenapa mereka selalu melarangku membawa ibu pergi dan merawatnya sebaik mungkin?

Selalu bentakan dan amarah ketika pernyataan ingin pergi dan membawa ibu itu ku lontarkan. Dan akhirnya aku akan terkurung di kamar tanpa boleh nertemu ibu tanpa pengawasan mereka. Kami seolah menjadi tawanan di rumah kami sendiri.

Tetapi aku menyeka setetes air mata yang bergulir di ujung mataku, dan bersumpah aku akan segera membawa ibu pergi dari sini. Dan harapanku satu-satunya sekarang ada pada lamaran kerja itu, yang membuatku kian resah karena sampai saat ini aku belum menerima kabar dari kantor. Dengan gaji yang akan kuterima nanti aku akan membawa ibu pergi dan kami akan tinggal bersama dengan tenang, iya itu adalah harapanku.

Tiba-tiba sesuatu berdering, aku mengambil ponselku yang tergeletak di atas ranjang. Serasa di beri hadiah teristimewa, aku tersenyum dan semangat begitu tau siapa yang menelfon.

"Hallo.."

"Datanglah kekantor besok pagi, pekerjaan barumu sudah menunggu"

****

Aku melangkahkan kakiku kembali masuk di kantor mewah yang beberapa hari lalu cukup puas membuatku resah. Dengan perasaan ringan dan dagu terangkat aku mengabaikan dan merasa tidak perduli dengan orang-orang yang masih menatapku sinis.

Aku melirik penampilanku hari ini, tidak jauh berbeda dari ketika aku melamar pekerjaan waktu itu. Rok span bewarna hitam diatas lutut, kemeja di lapisi blezer dan stiletto hitam, bedanya kali ini aku
menggerai rambutku hingga punggung.

Aku tersenyum saat kulihat Alice menghampiriku. Penampilannya sangat cantik hari ini. Lebih tepatnya selalu cantik. Kulihat mata birunya berbinar melihatku. Oh God, aku jatuh cinta dengan mata birunya. Itu sangat indah Aku tidak membantah untuk itu. Mata yang membuatku mengingat seseorang.

"Hai Raya, selamat pagi" Alice mendekat dan mencium sekilas pipiku. Aku dapat mencium harum vanilla di tubuhnya. Wow ia menyukai vanilla, sama sepertiku.

"Hai Alice, selamat pagi, kau sangat cantik" Aku tersenyum menatapnya.

"Kau salah Raya aku selalu terlihat cantik" Sungutnya dengan percaya diri. Ya dia memang selalu cantik. Kulihat Alice terkekeh kecil.

"Baiklah, ayo kita lihat bos dan ruang kerja barumu" Ia menggandengku seolah sudah lama mengenalku. Kulihat orang-orang menyapa dan menghormati Alice. Sebenarnya siapa Alice? Dan lebih parahnya banyak dari mereka yang memandangiku secara diam-diam dengan tatapan sinisnya.

"Abaikan mereka, mereka memang selalu iri dengan karyawati baru yang lebih cantik dari mereka" Alice menggandengku masuk menuju lift khusus direksi. Perkataan Alice membuatku tersenyum. Apa ia memujiku? Yang benar saja?

"Jangan mengejekku" Sungutku dengan mengembungkan pipi. Alice tertawa terbahak melihat reaksiku. Lift berhenti dan pintu lift terbuka, dan wow aku langsung disuguhkan dengan pemandangan luar biasa. Lantai mewah dengan nuansa abu-abu hitam yang sangat mewah. Terkesan jantan dan maskulin. Aku mengedarkan pandanganku ke lantai yang luas dan mewah ini, ada empat ruangan disini.

Alice manarikku pelan untuk mengikutinya. Kami melewati ruangan yang luas, General Maneger, Wakil General Manager, dan Wakil CEO. Kami berjalan menuju ruangan paling ujung dan sekaligus paling besar. Di pintu tersebut tertulis dengan besar CEO. Alice membuka pintu dan kulihat ada sebuah meja kerja disana. Kurasa itu akan menjadi meja kerjaku. Lengkap dengan berbagai arsip yang tersusun rapi di dalam lemari. Berbagai peralatan elektronik berada di meja kerja juga ada sebuah lemari pendingin di pojok ruangan. Oh God, apa ruang kerja sekretaris selalu semewah ini?

Lamunanku tersadar ketika Alice membuka pintu yang langsung mengakses ruangan CEO. Ruangan yang Luas dan maskulin. Dia menariku untuk mengikutinya masuk ke dalam. Mataku langsung menjelajahi dekorasi ruangan mewah yang di dominasi cat abu-abu itu. Dekorasi yang tak jauh berbeda ketika aku keluar lift tadi. Ada lemari besar yang berisi barang-barang antik. Beberapa sofa bewarna hitam yang di letakkan di tepi ruangan lengkap dengan steronya. Banyak pigura-pigura kecil berjejer rapi.

Aku mengedarkan pandanganku dan berhenti pada sebuah meja besar di tengah ruangan yang tidak jauh dari sebuah dinding kaca transparan yang setengahnya tertutup tirai. Pasti akan menyenangkan melihat indah gemerlap NYC pada malam hari dari atas sini. Ada tumpukan map di atas meja. Aku mengernyit menatap map-map itu. Dan tersadar ada sepasang mata tajam yang menatapku dari balik meja itu. Ia menatapku dari atas hingga bawah, seolah mampu menelanjangiku lewat tatapan mata hitam legamnya.

Jantungku berpacu keras, memompa aliran darahku dengan cepat keseluruh tubuhku. Membuat tanganku terkepal berusaha menahan kegugupan karena di tatap sedemikian intens olehnya.

"Pak Mondy, ini adalah sekretarismu yang baru. Raya Catherine" Suara alice menginterupsiku. Aku mengikutinya mendekati sepasang mata hitam itu.

"Hallo nona Catherine. Selamat datang dan selamat bergabung di perusahaan ini" Sebuah tangan kekar terulur di depanku. Aku menahan nafasku dan menerima uluran tangannya. Ketika kulitku bersentuhan dengan tangan panasnya membuat tubuhku seolah tersengat listrik yang membuatku gugup dan seketika membuat tanganku hampir gemetar ketika tangannya menjabat tanganku erat.

"Raya saja, terima kasih sir. Aku sangat senang bisa bergabung di perusahaan ini" Aku tersenyum dan menahan diriku agar tidak melompat kedekapan hangatnya. Aku melihat bibir seksi itu tersenyum, membuatku terpana melihatnya. Oh God.

"Ehm" Deheman keras membuat tersadar dan menarik tanganku membuat jabatan kami terlepas. Aku tersenyum kikuk menyesali perbuatanku karena dengan lancangnya mengagumi bosku sendiri.

"Ayo Ray, mari kutunjukan pekerjaanmu"

Aku memutar tubuhku setelah selesai pamit kepada lelaki tampan yang sudah menjadi bosku ini.

Aku mengikuti Alice berjalan keluar. Dan aku dapat merasakan sepasang matanya yang tadi menatapku hingga aku menghilang di balik pintu ruangannya.

Kurasa hidupku tak akan sama setelah ini.

******

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CEO And SECRETARY ( TAHAP REVISI ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang