Seorang perempuan menatap ke arah luar jendela. Menyaksikan tetes-tetes air hujan yang masih tersisa setelah hujan lebat yang menguyur sore tadi. Ia tampak merenungi nasibnya sekarang. Sebuah keputusan yang bodoh telah diambilnya. Kalau boleh ia ingin jujur bahwa ia tidak ingin semua ini terjadi. Tapi nasi telah menjadi bubur. Mana bisa kembali lagi menjadi nasi. Seperti perubahan reaksi kimia yang mana tidak bisa lagi kembali ke bentuk semula. Jadi, ia harus menerimanya dengan lapang dada dan ikhlas.
Menurutnya, ini adalah jalan yang terbaik yang harus ia ambil. Walaupun, nantinya akan menyakiti orang-orang yang disayanginya. Setidaknya ini akan mengurangi sakit yang akan mereka rasakan kalau keputusan ini tidak diambilnya.
"Maaf, nona. Kafe kami akan segera tutup." Tiba-tiba saja seorang pelayan wanita membuyarkan lamunannya. Langsung saja gadis itu melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia mendesah pelan. Sudah berapa lama ia berada disini?
"Eh, iya. Saya akan segera pergi. Terima kasih." Sang pelayan tersenyum mendengarkannya, kemudian berbalik badan untuk melanjutkan tugasnya yaitu membersihkan meja kafe yang kelihatan kotor.
Gadis yang bernama lengkap Alivia Athaya bangkit dari kursinya, berniat pergi dari tempat tersebut. Hujan telah reda, tapi masih dirasakannya dingin yang menusuk kulit. Ia merapatkan kardigan yang sedang dipakainya sekarang. Menyusuri jalanan yang sepi akan kendaraan.
Via panggilan namanya, menatap langit yang sekarang penuh dengan awan hitam, menutupi bulan yang selalu menyinari bumi tiap malamnya. Tidak ada satu pun bintang di atas sana. Gelap tanpa cahaya. Seperti hidupnya sekarang. Yang satu persatu meninggalkannya. Bukan meninggalkannya tapi ia memilih untuk ditinggalkan.
Ketika ia sedang menatap ke arah jalan raya, tiba-tiba pandangannya terkunci pada satu objek. Kandungan udara di sekitarnya mulai kian menipis sekarang dan jantungnya masih tetap saja berdetak kencang ketika melihat ke arah tersebut. Objek yang dilihatnya, kini semakin jauh dari tempatya berada. Kemudian hilang dari pandangannya.
Dia? Apakah sekarang dia telah menemukan kebahagiaannya. Jawabannya mungkin iya.
Lihatlah, seorang cowok yang membuat jantungnya berdetak dengan kencang sedang melintas melewatinya barusan. Bukan hanya itu saja yang dilihatnya. Tapi, seseorang yang berada di belakangnya. Seorang cewek yang Via sendiri tidak tahu karena karena terhalang oleh helm yang dipakainya. Mereka kelihatannya sangat akrab dan dekat. Bahkan suara tawa mereka masih menggema di telinga Via saat mereka lewat di depannya. Mungkin mereka tidak menyadari keberadaan Via.
Via menghela napas dengan kasar sambil menghapus air matanya yang sejak kapan turunnya, ia tidak tahu. Mungkin inilah takdir yang harus ia alami. Lagipula ini adalah keputusannya untuk meninggalkan cowok tersebut. Jadi, untuk apa disesalkan.
"Asal kamu bahagia, aku juga bahagia kok, Bi. Walaupun, kebahagiaanmu bukan bersamaku melainkan bersamanya," gumam Via.
***
TBC
13 Januari 2019
PNR
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe, We Can't Together
Teen FictionKita tidak tahu apa yang akan terjadi esok. Apakah kita masih bersama dengan orang-orang yang kita cintai atau kah kita ditinggal sendirian oleh mereka?