Indigo

44 1 0
                                    

Hari ini Sepi menerpa hatiku. Sepi.. sekali, bahkan keramaian pun tak dapat menghalangi kesendirianku.

Aku Luna Maria dan aku selalu sendiri dalam dunia luar. Tidak ada teman yang nyata untukku.

Kau tahu? Mengapa aku menulis kata nyata? Karena aku benci dengan kenyataan hidupku. Bukan berarti aku sering mengkhayal, tapi.. aku miliki duniaku sendiri. Dunia yang jauh dari nyata.

Mungkin kau belum tahu apa yang kuucap. Maksudku adalah aku bisa melihat apa yang tidak bisa orang biasa lihat. Aku bisa merasakan apa yang orang biasa rasakan.

INDIGO. Ya, itulah sebutan mereka kepada orang sepertiku. Aneh, mistis, seram, horror.. seolah terlukis di wajahku. Jarang ada yang mau berkawan denganku. Mungkin, hanya orang yang memiliki nyali tinggi yang bisa bercengkerama denganku.

Dalam hidupku warna itu hanya ada 2. Hitam dan abu. Gelap dan penuh tanda tanya. Jika boleh jujur, aku risih dengan semua ini. Semua keadaan yang membuatku tertekan. Senyuman ku hanya bisa dihitung jari. Dan itu bukan salahku.

"Luna! Turun sayang, kita makan malam." Seru ayah dibalik pintu.

Aku memalingkan wajahku ke pintu, berharap bisa menerawang ayah yang berdiri di sana. Sayang aku tidak bisa.

Kututup buku harian ku yang berada di genggaman ku sekarang lalu mengabaikannya begitu saja diatas kasur.

"Hei anak ayah, yuk makan." Ucapnya setelah menyadari kehadiranku.

"Luna, kamu mau dilanjutkan sekolah kemana?" Tanyanya disela2 suapan. Dan aku hanya menggeleng.

"Lho, kok gitu sayang? Sebentar lagi pendaftaran ke SMA-SMA tutup lho."

"Terserah ayah."

"Yasudah, kalau ayah boleh kasih saran lebih baik kamu sekolah di tempat Om Arya. Dia kan kepala sekolah di sana."

"Terserah ayah."

Ayah menghela napas. Hampir tak terdengar telingaku.
"Oke." Ucapnya mengalah.

Sikapku sebenarnya tidak terlalu dingin pada ayah, tapi untuk saat ini aku sedang kecewa padanya.

Melihat ayah yang sudah mulai membuka hati malah melukaiku. Karena aku tak mau memiliki Mama baru. Setelah kepergian Mama yang sedikitpun tak pernah ku tatap langsung.

Mama meninggal diusia yang terbilang sangat muda. Saat aku dilahirkan. Dan aku benci ulang tahun.

"Yah, aku ke kamar." Ucapku beranjak dari meja makan.

"Lho? Itu makanannya Belum habis Luna."

"Ganapsu."

Aku meninggalkan bayang-bayang tubuhku di mata ayah.

Pintu kamar sudah berada di hadapanku. Saat ku buka pintu dan..

Duarrr..!!!
Leeta mengagetkan ku.

"Arghhhh!!!!!!" Aku berteriak kencang.

"Ada apa sayang?" Tanya ayah dibawah.

Segera kututup mulut ku.
"E.. engga yah."

Aku menampar muka leeta. Plak!
"Awwh." Ringisnya.

"Kenapa mengagetkan! Mau buat aku mati kayak kamu?!"

"Aduhh.." Leeta meringis lagi. "Kamu dari tadi kemana aja? Bikin aku nunggu disini. Lama tau!"

"Peduli!"

"Lagi pula, kenapa kamu murung terus sih?" Tanya leeta.

Apa perlu aku cerita?

Cerita pada bayang-bayang yang tak pernah ku kenal betul makhluk yang berada di hadapanku sekarang.

"Hellooo???" Leeta mengibaskan tangan.

"O,eh.."

"Gimana.. mau cerita gak?"

"Ikut aku."

Sekarang kami berhadapan.

"Tadi siang.."

***

Brukk!!

Aku menabrak seorang wanita yang tampak tergesa-gesa.

"Maaf.." ucapku.

Wanita itu mandangku kesal.

"Kalo jalan pake mata! Jangan so mistis, kepala kok ditunduk-tundukin!"

Tanpa rasa bersalah orang itu pergi dari hadapanku.

Trilllttt.. trilllttt..
"Halo?"

"Halo, Luna. Kamu bisa pulang sekarang?"

"Mau ada apa yah?"

"Ada sedikit kejutan buat kamu. Cepat pulang, ayah tunggu ya!"

Tet. Telpon putus.

'Ada apa ya?' pikirku.

Tanpa banyak berfikir aku melanjutkan perjalanan untuk pulang.

"Aku pulang."

"Luna! Sini sayang, ayah diruang tamu."

Ku letakkan sepatu di rak. Lalu beranjak menuju ayah.

"Hei.." Sapa ayah.

Ayah tidak sendiri. Dia bersama wanita itu. Wanita yang sudah ku tabrak tadi.

Wanita itu berdiri.

"Selamat siang. Perkenalkan saya Almira." Sambil tersenyum wanita itu mengangkat tangan hendak menjabat tanganku.

Senyum palsu!

"Luna."

"Anak yang cantik ya. Sama seperti ibunya."

Oh ya!

"Jangan seperti itu. Nanti kamu akan jadi ibunya Luna juga kan?"
Ayah menimpali.

"Apa?!" Seru ku.

"Lho kenapa sayang?" Aya sedikit terkejut.

"Luna gak mau punya ibu seperti dia! Luna gak mau!"

"Tante Almira itu orang yang baik Luna. Dia bisa temani kamu."

"Pokoknya gak mau! Luna gak suka sama Tante ini. Dia jahat yah!"

"Luna!" Bentak ayah.

Aku terkejut.

Aku berlari ke kamar.

***

" Setelah itu, Ayah datang ke kamar ku. Tapi aku sengaja tidak mendengarkan ucapannya."

"Kamu tadi kemana aja sih?" Tanyaku.

"Ada sedikit urusan, heheh.."

"Hantu macam kamu memangnya punya urusan apa sih?"

"Ada deh.."

"Alay!"

INDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang