Pagi Hari

9 3 6
                                    

"Sudah saatnya aku kalah dan menyerah ...
Pada kenyataan dan keharusan tentang sebab-akibat. Jangan biarkan diri kembali kalah pada keegoisan dan kecenderungan melawan yang mastah."

Serumpun embun menghangat menuju bathin. Aku tengah bersiap-siap, mengencangkan tali sepatu di depan pintu kala burung-burung mulai beterbangan di langit pagi. Rumah sudah mulai sepi, para penghuninya sudah berangkat ke tempat pertarungan masing-masing.

Ayah dan Bunda ke sekolah, sedari cahaya baru menampakkan semburat jingganya pada bumi. Mereka telah bergegas pergi. Diiringi Alifa dan Kak Restina. Yang sama-sama sudah berangkat duluan. Kami tiga kakak beradik yang saling berlainan sekolah.

"Haapppp ..." Aku meloncat tegak, selesai merapikan tali sepatu.

Seragam sudah rapi. Batik hijau daun, rok hitam, kerudung hitam disertai bros orange manis bertengger di sebelah kiri hijabku. Semua tugas dan buku pelajaran, komplit. Tring ... senyum puas dan manis tersungging.

"Aku siap bertarung menaklukan hari." Dengan mengucap basmallah dan doa juga memastikan pintu rumah sudah terkunci.

Aku melangkah dan mulai berjalan menyusuri jalanan pagi. Harumnya hamparan sawah yang hijau baru beberapa minggu di tanam bibit padi serta perumahan penduduk ditemani aneka pohon tinggi yang rindang dan sejuk. Mewarnai pemandangan sekitar rumah dan perjalananku tinggal di kota berhawa dingin menusuk ini.

Hari ini, adalah hari yang cukup menegangkan. Setidaknya menurutku, entah menurut murid-murid yang lain. Aku seorang Fitriani Nurul Izzati. Kelas dua belas dari sebuah SMK jurusan akuntansi. Akan mengahadapi beberapa ulangan mata pelajaran yang cukup menantang dan menentukan kelulusan. Matematika, Bahasa Inggris, dan pajak produktif akuntansi.

Hati menghangat dan bahagia. Dengan semangat belajar dan berjuang seorang pelajar yang membara. Sepanjang perjalanan disaksikan para penghuni langit dan angin yang menerpa. Aku terus saja merafal doa dalam hati, sambil sesekali tersenyum menyapa lembut pada setiap orang yang  berpapasan jalan.

"Allah, semoga ujian hari ini lancar dan penuh berkah. Semoga diberi kemudahan mengerjakan dan mendapat hasil yang memuaskan." Kamu pasti tau gimana rasanya jadi kelas 12 SMK, yang sedang berjuang untuk kelulusan dan menaklukan berbagai macam ujian. Kesungguhan dan harap-harap cemas serasa benar-benar digenggaman.

Jarak antara rumah dan sekolah tidak terlalu jauh. Aku bisa menempuhnya dengan menggunakan angkot, setelah sebelumnya berjalan sekitar 50 meter dari rumah dan naik angkot - memerlukan 15 menit saja.

Sekolah sudah mulai ramai dengan para pelajar dari berbagai angkatan. Setelah lolos dari pemeriksaan satpam serta pengurus osis yang berjaga di depan gerbang sekolah, lantas kami memasuki kelas masing-masing.

Berbagai obrolan dan canda khas anak sekolah menengah atas, ringan riuh terdengar. Ramai namun damai.

Aku berjalan menaiki tangga sekolah menuju kelas di ruangan A2 lantai dua. Satu persatu tangga kunaiki dengan menunduk. Tangan khusuk memegang kedua tali tas gendongku di belakang. Hingga akhirnya, sebuah suara terdengar.

"Eh ... Fitri." Aku mendongakkan kepala sambil membetulkan kaca mata, mencari tahu siapa yang bersuara dan memanggil namaku.

Tggg ... jantungku seolah berhenti berdetak, lalu kemudian berdebar lebih kencang dari sepersekian detik sebelum aku melihat wajahnya.

Seringai senyum manis dari laki-laki yang belakangan aku tahu, kelas 12 sama namun dari lintas jurusan kejuruan.

"Eh ... " Aku hanya tersenyum lantas melanjutkan langkah menuju kelas sambil tersenyum tersipu malu.

Ia pun lantas pergi sepertinya hendak kebawah. Setelah sebelumnya meninggalkan senyum yang menurutku lucu namun penuh tanda tanya.

Seorang pria berperawakan tinggi. Berperangai lembut dan sangat berhati-hati. Sikapnya menyenangkan dan bersahabat pada siapa saja yang mengenalnya.

Aku berjalan memasuki kelas, sambil tersenyum ceria. Menyapa semua teman yang sudah hadir duluan. Dan terutama langsung menyerbu kerumunan teman sebangku dan teman-teman dekat bangkuku.

"Hai .... siap ulangan hari ini?" Kataku menyapa mereka. Aku yang notabene gadis ceria, bersemangat, dan banyak bicara. Setiap pagi sampai sebelum guru pelajaran pertama tiba. Akan sibuk berbincang-bincang kesana kemari. Hahaha

Tak bisa aku pungkiri. Pengalaman di rumah setiap pagi hari benar-benar menularkan semangat luar biasa bagi sisi lain jiwaku dan benar-benar berpengaruh pada moodku hari itu.

Bangun sebelum shubuh, bergegas sembahyang. Sambil menyaksikan seluruh penghuni rumah sudah asyik dengan perbincangannya dengan Tuhan dan kalam-Nya. Sikap dan interaksi yang hangat penuh cinta antara ayah-ibu juga kakak dan adik. Rasanya ada saja seberkas perhatian dari sikap mereka yang membuat bunga mewangi dan mekar dalam sanubariku.

So, itu membuat aku sangat bersemangat ketika sudah berada di sekolah. Bercerita apa saja mengakrabkan persahabatan. Juga mengeratkan persaudaraan. Kadang mereka asyik tertawa bahkan mencandaiku - kita bicara, bercanda, dan tertawa bersama.

Ditambah, seringai senyum manis anak laki-laki yang membuat teduh tak sengaja kutangkap dari pertemuan kebetulan kami tadi pagi. Ia seolah mengucuriku percik demi percik air yang sejuk dan dingin tepat pada bathin.

Tersenyum bahagia. Aku benar-benar merasa cukup dan lega juga siap menantang setiap soal ujian. Kala tak lama setelah aku datang, guru mata pelajaran pertama sudah hadir.

Kami semua segera kembali merapikan tempat duduk masing-masing dan mengikuti setiap intruksi dari guru.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Air Dan Semangat; PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang