enam

42 3 0
                                    

Ia menangis mengingat lelaki yang ada di dalam mimpinya. Lelaki yang meninggalkannya. Patah hati terbaiknya.

--

Pagi yang sendu diiringi rintikan air hujan, tak lupa dengan wajah muram Zalza yang berjalan dengan lemas menyusuri koridor kelasnya.

"Cih, masih pagi udah lemes aja tuh orang. Kerjain, ah."

"DOORR!"

Zalza menengok malas ke arah orang yang berusaha mengagetkannya.

"Apasih, Kak? Gaje banget lu pagi-pagi," eluh Zalza.

"Lagian lu masih pagi udah lemes aja," Azmi menyenggol bahu Zalza.

"Apasih senggol-senggol? Kita kenal?" Zalza menatap Azmi sinis.

"Lah, kacau gua dilupain. Serius gak kenal gua lu? Ah pura-pura."

"Bukannya lu ya yang pura-pura gak kenal gua?" singgung Zalza pada Azmi.

"Hehehe, maaf deh," ucap Azmi cengengesan.

Tanpa mengiyakan, Zalza meninggalkan Azmi menuju kelasnya. Sungguh, hari yang sial akan menimpanya hari ini.

"Jutek, ya? Kayak ada manis-manisnya gitu." Tiba-tiba Lunar datang dan merangkul Azmi.

"Jutek iya, manis kaga," cibir Azmi.

"Halah, kalo lu sama dia gua dukung, kok."

"Ngaco, lu. Ke kelas yok, bentar lagi bel nih."

Tanpa Azmi sadari, ada seseorang yang menatapnya sendu dari belakang. Lalu, tatapan itu berubah menjadi amarah.

"Gak ada bosen-bosennya lu berurusan sama gua, Za."

--
"Za, lu udah ngerjain pr matematika? Liat, dong!" tanya Vero pada Zalza yang masih asik dengan ponselnya.

"Emang ada pr ya? Yang mana?" tanya Zalza polos.

"Ada, halaman 12 tuuuh."

"Mampus! Gua beloman. Duuuh, woi yang udah math mana?! Gua nyontek dong!!" teriak Zalza pada seisi kelas.

"Sini, Za! Nih, Si Ryan udah," sahut Faqih.

"Minggir-minggir, kembaran Princess Arab mau nyalin pr dulu," ucap Zalza sambil menggusur teman-temannya yang sedang menyontek juga. Alhasil, jitakan bertubi-tubi dirasakan olehnya.

"Arab maklum elu mah, Za," ledek Faqih.

"Apasih?! Sirik aja lu, onta Arab," sahut Zalza sambil menyalin PR milik temannya. 

------

Di atap gedung sekolah, terlihat seorang siswi berseragam acak-acakkan dengan puntung rokok yang masih terbakar di tangan kanannya. Matanya menatap kosong ke depan. Perlahan ia menutup matanya meresapi angin yang menerpa dirinya.

"Reno! Waah, tumben keliatannya seneng banget. Ada apa nih? Cerita, dong!"

"Aku lagi suka sama seseorang, Le," ucap anak laki yang bernama Reno yang sedang menatap Lea lekat-lekat dan tersenyum lembut. Hati Lea berdebar.

"Siapa, Ren? Pasti dia cantik deh, sampe bisa bikin kamu suka," ujar Lea dengan secercah harapan di hatinya. 

"Dia gak cantik, tapi dia spesial banget, Le." Reno mengalihkan pandangannya ke depan sambil membayangkan gadis itu. Ia tersenyum.

"Yang jelas bukan kamu orangnya hahaha. Kamu itu sahabat terbaik aku, Le. Malah udah aku anggap adek sendiri. Jangan tinggalin aku, ya," ucap Reno seraya merangkul Lea lalu mulai mendekapnya.

Lea menutup matanya. Menghirup dalam-dalam aroma lelaki yang selama ini ia sayang. Lebih dari teman. (Cieeeee friendzone hihihi)

"Lea!!!"

Teriakkan itu berhasil membuat Lea tersadar. Suara itu, mirip dengan suara orang yang pernah dia sayang. Lea tersenyum getir melihat siapa yang memergokinya.

"Gila, lo? Apa-apan nih? Rokok? Lu nyebat?" tanya orang itu. Lea tak menanggapinya, ia menghisap kuat-kuat sisa rokoknya lalu membuangnya.

"Abang pasti bakal kecewa banget kalo liat lu gini!" Orang itu berteriak kepada Lea.

"Apa? Kecewa? Menurut lu siapa yang bikin gua jadi kayak gini, hah? Abang lu! Rahadian Reno!" Lea tertawa hambar.

"Jangan kasih tau Reno tentang keadaan gua sekarang, please!" Lea memohon. Orang itu menatap lurus Lea.

"Please, Qih! Faqih Rahadian, gua memohon dengan sangat!" 



tbc.


ada yang rindu tidak? tidak ada ya? yasudah, Deva mau pulang aja kalo gitu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 27, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang