fine

66 9 4
                                    


"Jadi hari ini aku yang traktir!" ucapmu dengan ceria.

Aku hanya tersenyum melihat aura kebahagianmu yang sedang bagus. Kita berjalan bersebelahan--yang orang lain pikir aku adalah kekasihmu. Nyatanya aku bukan, aku adalah temanmu. Aku tak pernah berfikir bahwa aku menyukaimu lebih dari itu.

Setelah sampai disuatu festival makanan dikota, kamu mengajakku mencicipi jajanan kota yang tak pernahku rasakan sebelumnya. Kamu lebih banyak tertawa, aku suka tawamu itu. Sangat menghangatkan.

"Kok kamu diam aja? Kamu baik-baik aja 'kan?" tanyamu dengan nada khawatir.

Aku tersenyum, "I'm fine,"

Kamu memanyunkan bibirmu, berpura-pura marah denganku. Aku tahu kamu hanya berpura-pura.

"Ayolah, D! Aku sungguh baik-baik saja, tak ada yang salah denganku hari ini!" bujukku sambil membawa sekantung plastik jajanan.

Kamu terus berjalan didepanku. Seolah kita tak saling mengenal.

Gara-gara itu, sampai sekarang pun kita sudah tidak saling menghubungi.


[ / ]


Aku mengirim beberapa pesan teks kepadamu. Aku tahu kamu tak akan membacanya. Tapi setidaknya aku telah mengabari diriku padamu.

D, aku pergi ke luar kota.

jangan ngambek terus :)

nanti aku dimarahi pacarmu, gara2 kamu ngambek

Setelah mengambil tas ransel, aku melangkah keluar dari apartemen. Padahal aku ingin punya waktu bersama denganmu. Tapi kayaknya bukan saat yang tepat.

Aku menaiki taksi menuju stasiun kereta. Aku terus memikirkanmu sekarang. Beberapa hal aku tak bisa mengatakan padamu lebih jelas. Aku takut kamu tidak menerima semuanya, karena semuanya sangat berat untuk kamu tanggung--begitu pun denganku.

"Mas, mau permen ora?" tanya pengemudi taksi dengan ramah.

"Ah, makasih pak. Saya engga begitu suka permen," jawabku.

Pemudi itu melirikku melewati kaca spion. Lalu tersenyum, "Mas lagi galau? Mau ku puterin lagu?" tawarnya.

Aku langsung menggerakkan tanganku, "Eh... engga usah, pak! Saya lagi engga galau,"

"Terus, kenapa kamu-nya bengong daritadi?"

Aku menggaruk leherku. Ah kenapa bapak ini seperti memojokkanku? Apa perlu aku bercerita dengannya?

"Saya kepikiran teman. Cuma itu," jawabku asal.

Lalu si pemudi mendesis dan bergerutu dengan bahasa daerahnya yang tak ku mengerti apa artinya.

"Jaman sekarang mana ada memikirkan teman. Pasti temanmu itu bukan teman biasa," katanya dengan aksen bahasa daerahnya.

Aku menaikkan alisku, tak mengerti maksudnya apa. "Maksud bapak 'bukan teman biasa' itu apa?"

Dia lagi-lagi terlihat mendesah, "Dikira aku ora ngerti, pacar maksudku itu,"

Aku melotot. Aku tak punya pacar. Aku cuma punya teman, yaitu kamu. Dan kamu juga sudah punya pacar. Bapak itu sok tahu.

"Saya engga punya pacar, pak." jelasku.

Kali ini dia menengok ke arahku, tatapan tak percaya kalau aku tak punya pacar. Mungkin dia mengira setiap pemuda itu punya pacar, nyata aku tidak.

I'm Fine [1/1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang