Seorang insan manusia tengah melamun untuk yang kesekian kalinya. Entah apa yang tengah ia pikirkan, pikirannya melayang terbang. Merindukan seorang gadis yang ia hancurkan masa depannya.
"Apa kabar dengannya??" Ucapnya lirih.
Ingatannya kembali pada masa dimana ia yang begitu egois. Tak memikirkan perasaan oranglain, hanya dirinya saja.
"Aku hamil." Ucap seorang gadis.
Ucapannya membuat lelaki bertubuh jangkung didepannya itu kaget. Kenapa sampai hamil? Batinnya berkata.
"Gugurkan!"
Entah, kata itu yang terucap. Kata yang membuat gadis didepannya itu menangis. Mungkin tak pantas lagi disebut gadis, wanita itu lebih tepatnya.
"Ini anak kamu! Apa yang ada dipikiranmu ha??" Sentak wanita itu.
"Terserah apa yang kamu katakan! Yang penting aku sudah suruh kamu menggugurkannya!"
Lelaki itu lantas pergi begitu saja. Meninggalkan sang wanita yang tengah terisak kencang.
Merasa begitu bodoh dirinya kala itu, adakah maaf untuknya? Si pecundang yang tak berani bertanggung jawab?
"Dimana kamu sekarang? Apa kamu jadi menggugurkannya? Atau merawatnya?? Maafkan aku!" Terguncang pelan bahunya, pertanda bahwa lelaki itu tengah menangis. Menangisi sesuatu yang pantas untuk disesali.
****
"Mama!!! Riyan dapat bintang empat mama! Sempurna!" Ucapnya.
"Pintarnya anak mama! Sini sayang!" Ucap sang mama merentangkan tangan memeluk anaknya.
Waktu berlalu begitu cepat, lima tahun telah berlalu. Semua berjalan dengan baik, Dinda tetap pada prinsip hidupnya. Tidak menikah lagi, dan membahagiakan Riyan seorang diri. Toko kue bunda Maya juga semakin berjaya. Sekarang membuka cabang disekitar Surabaya, seperti daerah Mojokerto, Sidoarjo, Gresik dan Kediri.
Begitupun juga dengan Al dan Alya, mereka menikah satu tahun setelah resmi berpacaran. Menggelar acara pernikahan di Jakarta, saat itu Dinda masih enggan menginjakkan kakinya di ibu kota. Jadi bunda Maya pergi seorang diri kala itu. Al dan Alya dikaruniai seorang putri cantik bernama Alvira, sekarang berumur tiga tahun.
Tak banyak yang berubah, hanya saja sebagian orang tengah merasakan kebahagiaan dihidupnya masing-masing. Begitupun dengan Dinda, ia merasa bahagia dengan keadaannya sekarang. Dengan celotehan Riyan yang selalu mengisi hari indahnya.
****
"Oma, kapan kita bertemu uncle Al? Riyan kangen sama uncle Al." Tanya Riyan pada omanya, bunda Maya.
"Kamu kangen sama uncle ya? Nanti ya sayang, kalau uncle gak sibuk pasti akan datang."
"Beneran ya oma?? Riyan juga pengen lihat dedek Rara." celotehnya lagi.
Bunda hanya tersenyum melihat cucunya yang seperti itu, banyak bertanya dan belajar. Dinda benar-benar menjaga dan merawatnya dengan baik. Selama menikah Al belum sempat pulang, jadi beberapa kali bunda Maya yang menemui mereka. Bahkan saat Alya melahirkan, bunda juga menemani. Rian hanya melihat foto Alvira, beberapa kali mereka vidio call.
Sementara itu, dikejauhan sana sepasang adik dan kakak berdebat. Memperdepatkan hal yang sepele namun berarti.
"Kak, emang bang Al diluar kota sampe kapan sih?" Ucapnya.
"Sampe lusa, makanya gue minta tolong sama lo buat kesini." Sahut Alya.
"Kenapa gue yang jadi korban? Anak lo ini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR TUHAN
Teen FictionSesaat ku memandang wajahmu, mata indah itu banyak menyimpan luka, yang entah kenapa aku begitu tertarik untuk menyembuhkannya.- Alexandre kohler. Luka, kata itu selalu hadir dalam duniaku. Selalu datang silih berganti, menapaki s...