*2

31 3 0
                                    


***

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana bisa Legolas sampai di sini?

Harapan lelaki misterius itu tidak menungguku di pintu gerbang memang terkabul, tetapi saat ini mengapa dia ada di rumahku dan mengobrol akrab dengan nenek?

Aku kembali dipusingkan oleh alasan-alasan yang sulit kupahami dan bahkan tak kuketahui. Merasa tidak tahu apapun, tetapi menjadi yang bersangkutan.

Mataku kembali terbius oleh tatapannya.

"Danara, duduk dulu sini," nenek memintaku duduk seraya menepuk sofa di sebelahnya.

Aku mendengus pelan ke arah lelaki itu. Masih tersisa rasa kesal oleh karena gegara dia aku harus lari-lari dan kena marah Mrs. Erlina.

"Bagaimana manusia ini bisa di sini, Nek?" Tidak tahan lagi untuk tidak bertanya demikian. Keduanya berpandangan seakan melakukan obrolan. Entah apa yang sebenarnya terjadi sebelum ini.

"Kalian kenalan dulu biar lebih afdol." Mataku beralih pandang ke arah lelaki berambut panjang itu. Lama kami bertatapan hingga tubuhku seperti diguncang begitu seberkas sinar keunguan berpendar dari matanya.

"Kau ini sebenarnya apa?!" tanyaku frustrasi seiring naiknya posisiku menjadi berdiri. Tidak habis pikir bagaimana bisa matanya bekerja seperti senter yang dapat memancarkan cahaya, seperti bintang yang bisa memancarkan cahayanya sendiri.

"Namaku Rigel. Pemilik Kristal Magenta, sepertimu," katanya.

"Aku bukan pemilik kristal apa pun! Aku ti--"

"Ara ... " nenek menginterupsiku. Aku memandangnya. Helaan napas jelas terdengar sebelum aku kembali duduk.

Aku akan lemah jika sudah dipanggil dengan panggilan itu. Aku tidak suka.

"Nek, ayolah," Aku terus mendesak.

"Apa pun yang terjadi, kamu tidak bisa menyangkalnya. Nenek minta maaf. Kamu akan tahu hal yang belum kamu tahu setelah ini. Pergilah bersama Rigel, Nak."

Sekujur tubuhku seketika terpaku. Bagaikan disiram dengan seember air dingin dikala musim salju. Tidak habis pikir, nenek bisa-bisanya menyuruhku mengikuti lelaki ini. Ingin rasanya mulutku memaki, tetapi kuurungkan.

Kumohon, bangunkan aku dari mimpi buruk ini!

Sejenak, kupejamkan mata ini. Apa pun yang terjadi, aku tidak mau menurut. Toh aku sudah besar.

Saatnya aku menggunakan hakku. Aku bisa memilih hidupku. Apa pun, bagaimama pun, kapan pun, dan dengan siapa pun. Aku berhak.

"Ara tidak mau." Tiga kata klise yang gamblang keluar dari mulutku. Bukti penolakan nyata yang kuselipkan di antara rasa tidak tega dan rasa penasaran yang melanda.

Nenek terdengar menghela napasnya. Menatapku nanar dan tampak sedikit kecewa.

Sementara Legolas? Aku tidak ingin repot-repot untuk sekedar menatapnya. Namun, kurasa lelaki itu tengah menatapku seperti biasanya.

Hening.

Oke, aku tidak jadi pergi bukan?

Detik berikutnya, tubuhku kembali tegang usai Legolas--eh, namanya Rigel, tetapi aku tidak mau menyebutkan namanya--menyuarakan sesuatu padaku. "Meskipun ini tentang hidup-matimu?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 23, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MagentaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang