Kematian

44 7 5
                                    

Author Note : Hai. Udah lama ya nggak pernah buka wattpad, buat sekedar ngelirik aplikasinya aja jadi jarang banget. Aku punya one-shoot pertama, karena kalau dipikir-pikir bikin cerita panjang kagak kelar-kelar, keburu bosen, nggak ada ide, akhirnya numpuk di dokumen.

Oke, vote dan komentarnya ya jangan lupa. Enjoy guys! Maafin kalau jelek yaa..

• • •

SURAT LAMA

Dear Lara,
Walau jarak kita terlampau jauh,
Aku diam bersama matahari,
Kau diam bersama bulan.
Tak usah khawatir.
Kita masih berdiri di bumi yang sama,
Memandang langit yang sama,
Setidaknya, kita hanya perlu waktu yang tepat,
untuk bersama.

-Rio E.J (London, 2015)

Sepotong surat yang dikirim Rio dari St. Ermin's Hotel, London, 2 tahun yang lalu, masih kusimpan dengan baik di selipan buku diary. Kalimat '...kita hanya perlu waktu yang tepat untuk bersama.' mungkin sudah terpenuhi sejak 24 jam yang lalu.

Hanya saja, memang, takdir kadang selalu berbuat sesukanya, tak pernah memikirkan apakah penerima takdir itu bahagia atau tidak. Seolah semuanya memang sudah direncanakan. Kalau boleh berharap, lebih baik aku tidak dipertemukan dengan Rio dalam keadaan seperti ini.

Kini, mataku memandang sendu ke arah Rio yang asyik tiduran di sofa dekat jendela kamar. Tangannya berusaha menggapai sesuatu yang jaraknya 2 meter dari sofa. Aku tidak mengerti.

"Ya, I got this!" serunya riang saat salah satu novelku tiba-tiba terbang dan sudah ada di genggamannya detik kemudian.

Dengan cengiran khasnya Rio memperlihatkan padaku yang sedang tiduran sambil membuka diary. Tanpa rasa takut atau aneh sedikitpun, dia mengembalikkan kembali novel itu ke tempat semula.

Justru, aku yang takut.

Melihat pacarku sendiri berdiri melayang, memainkan benda-benda di sekitarnya tanpa menyentuhnya sedikitpun, dan masih berani menampakkan diri padaku.

Ohya, perkenalkan.
Namaku Lara, sudah punya KTP. Pacarku Rio, dia baru saja lulus dari salah satu universitas ternama di Inggris seminggu yang lalu, dan baru bisa kembali ke tanah air kemarin malam.

Iya, dia hantu. Waktu bersama yang dia janjikan memang tepat, tapi status dan hubungan kami sudah tidak tepat lagi.

Malam kemarin tepat saat siaran internasional tentang pesawat yang ditumpangi Rio jatuh, tiba-tiba saja dia sudah ada, di kamarku, tersenyum hangat. Menyapa.

Bodohnya, kami berpelukan layaknya manusia normal pada umumnya, saling melepaskan rindu, walau aku tahu nyatanya kami tidak bisa bersentuhan.

Anehnya aku tidak menangis. Aku merasa Rio baik-baik saja, masih ada di sampingku, meski dalam wujud dan dimensi yang berbeda.

Aku masih sayang padanya.

PEMAKAMANAN

Entah kenapa di setiap pemakaman, angin selalu berhembus kencang, daun-daun yang berguguran seakan membisikkan pesan-pesan terakhir dari sang mendiang. Semua pelayat berpakaian serba hitam, ikut berduka atas perginya Rio Ed Jagger yang terkenal dengan keramahannya.

DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang