Chapter 1 - Alena's Philosophy

109 11 10
                                    

Hujan di pagi hari menyirami bumi Indonesia dengan deras. Alena tersenyum senang meskipun sudah terlambat memasuki jam pertama yang merupakan pelajaran Bu Ester. Guru terkiller di SMA Purnama dan sudah selama dua minggu semenjak Alena menjadi Siba Kentang—alias siswi baru yang tanggung—Alena sudah sering kena batunya karena tertidur di kelasnya. Terlebih, meskipun Alena cantik, pake banget, tapi mungkin pepatah itu benar kalau otak dan rupa terkadang tidak selaras.

Bibir manis Alena berkomat-kamit mengucap doa, berharap Bu Ester tidak masuk di kelas pertama.

"Alena!"

Langkah kaki Alena terhenti. Ya ampun! Semoga tidak ada guru yang memanggilnya karena terlambat. Sudah tidak mengikuti upacara, terlambat mengikuti kelas pertama. Alena merutuki nasibnya dalam hati.

"Lo ngapain? Bu Ester kagak masuk kali." Suara Tasya membuat Alena berbalik, berlari dan menubruk Tasya dengan semangat.

"Ya ampun! Gilaaaa! Gue uda takut banget sumpah."

"Sejak kapan lo takut sama guru?"

"Haha, lo kan tau gue cuma segan aja sama Bu Ester. Gini-gini, setidaknya ulangan harian gue bisa dapat 30."

Tasya menggelengkan kepalanya. Dengan bangganya Alena memamerkan ulangan matematikanya yang hanya mendapat 30.

"Septian bilang dia lagi di kantin tuh. Sama anak basket. Lo mau kesana?"

Alena tersenyum senang mendengar nama Septian disebut.

"Engga deh. Ke kelas aja yuk? Kosong kan?"

"Engga sih, tapi—"

Alena menarik tangan Tasya dengan cepat. Mereka sampai di kelas yang ternyata sama sekali tidak kosong seperti dugaan Alena. Alena langsung duduk sambil mengeluarkan sesuatu dari tas-nya. Tasya ikut duduk di sebelah Alena dan memejamkan mata menahan sabar.

"Sya, gimana bau badan lo?"

"Uda mendingan semenjak krim sama sabun yang lo kasih ke gue."

"Nih, kado dari gue."

Alena menyerahkan satu paket kecil yang berisi alat mandi dan kecantikan.

"Alena, gue beneran—"

"Ini hadiah terakhir dari gue di tahun ini. Mumpung ulang tahun lo lewat 4 bulan yang lalu. Anggap aja ini hadiah ulang tahun yang telat gue kasih,"

Tasya tersenyum kecil; heran kenapa Alena memilihnya sebagai sahabat. Padahal, keberadaan Tasya disamping Alena bagaikan langit dan Bumi.

"Gue lupa nanya, emang kenapa Bu Ester ga masuk? Tumben banget." kata Alena sambil mengeluarkan sekotak dodol dari dalam tasnya."Lo mau dodol garut? Bunda gue baru buat nih."

"Sumpah ya, awalnya gue kira lo tuh anaknya manis, lembut. Eh...ternyata begini," Tasya menggelengkan kepalanya,"..Bu Ester kagak masuk karena katanya ngambil cuti gitu deh sampe kita kelas 12 nanti. Tapi nanti ada penggantinya kok."

"Oh, gitu." Alena mengangguk sambil melirik Tiana yang sedari tadi mencuri pandang ke arahnya. Alena memberikan senyum tipis meremehkan.

"Ya ampun, sya! Gila dodol garutnya enak banget! Sumpah deh. Cobain dong, sya. Mana tau lo ketagihan, kan?"

"Enggak, ah."

Alena menoleh ke kiri dan melempar senyum penuh arti kepada Tiana. Tiana terlonjak kaget saat Alena menatapnya tiba-tiba.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PETRICHORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang