02:02

21 3 0
                                    

Indonesia

"Passport Val dimana, ya, Pa?"

Papa tertawa kecil. "Tadi kamu sendiri yang ngasih Papa. Lupa, ya?"

Aku berdiri dari tempat dudukku dan mencari kaus kaki minney mouse-ku. Papa lalu memberiku passport dan tiketku.

Sedari pagi, Papa tersenyum lebar. Katanya, Papa bahagia melihat aku--anaknya yang paling keras kepala ini--akhirnya mau bertemu Mama.

Untung saja Papa tidak tahu bahwa niatku kembali ke Indonesia karena aku ingin bertemu kak Vino.

Aku sungguh tidak mau Papa tahu kalau sampai sekarang, aku masih membenci Mama. Papa pernah melarangku keluar rumah 2 minggu hanya karena aku bilang kalau aku tidak akan pernah ingin bertemu Mama lagi.

Aku memang tidak ingin bertemu dengannya.

Toh, Mama juga tidak akan ingin bertemu denganku.

"Kamu hati-hati ya di Indonesia! Jangan rewel. Jangan nyusahin Mama sama kak Vino," kata Papa pelan sambil mengusap rambutku.

"Iya, Papa," jawabku sambil tersenyum.

***

Aku berjalan keluar dari pesawat. Berjalan secepat mungkin menuju baggage reclaim. Aku sangat ingin cepat-cepat bertemu kak Vino.

Aku melihat koper-koper lain berlalu di hadapanku. Dan kau tahu? Ketika aku melihat koperku mendekat, aku sudah bersiap untuk mengangkatnya. Namun, aku tak cukup kuat.

"Mau gue bantu?" tanya seorang cowok yang berdiri di sampingku sedari tadi.

"Eh? Emang boleh?"

Dia tersenyum. Senyum yang memperlihatkan lesung pipinya. "Ya bolehlah."

Dia akhirnya mengangkat koperku dengan sangat mudah. Seakan-akan koperku itu tidak berisi.

Aku tersenyum.

"Makasih," kataku pelan.

"Santai aja."

Alisnya bertaut saat melihat wajahku dengan seksama.

"Lo bule, ya? Kok tau bahasa Indonesia?" tanyanya.

Aku tertawa kecil. Lalu tersenyum. "Papa gue orang Australia, Mama gue orang Indonesia."

"Oh, pantes. Eh, gue duluan, ya!" serunya.

Aku mengangguk sambil melambaikan tanganku padanya.

***

"Kak Vinoooo!!"

Aku berlari ke arah kak Vino sambil menarik koperku yang sangat berat. Koper itu agak mengganggu aktivitas lariku saat ini.

"Valerie? Val kok tambah cantik ya?"

Aku tersenyum malu sambil memukul pelan bahu kak Vino. "Abang sok tau."

Aku memeluk kak Vino dengan sangat erat. Aroma parfumnya memberi kesan hangat.

Lalu seorang gadis yang baru kusadari kehadirannya menatapku seksama.

"Kamu Val, ya?" tanya gadis itu.

Aku bingung. Lalu kak Vino tertawa.

"Val, ini pacar kak Vino. Namanya Evelyn. Panggil aja Eve."

Dia menawarkan tangannya untuk dijabat. Aku menjabat tangannya.

"Hai kak Eve! Aku Valerie Smith. Nice to meet you, kak," ucapku sambil tersenyum.

EverglowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang