Jarak di Antara Kita

10 0 0
                                    

Pernahkah kamu merasa bahwa seseorang yang dekat denganmu itu terasa jauh denganmu ? 

.

 Iya. Dekat akan tetapi jauh.

.

Aku membenci permulaan hari. Aku membenci suasana syahdu pada waktu pagi. Bahkan, aku membenci waktu ketika aku terjaga hingga dini hari. Setidaknya, untuk akhir-akhir ini. Padahal, aku adalah burung hantu. Yang sebelumnya menyukai malam, yang sebelumnya menyukai kesendirian, serta memiliki penglihatan dan pikiran yang tajam.

Lagi-lagi, karena akhir-akhir ini. Otakku tak mau bekerja sama denganku. Ia terus menyimpan banyak pertanyaan dan tak segera menyediakan jawaban. Aku telah terbiasa memberinya makan banyak materi sekolah, artikel baik buku maupun dari internet, tak ketinggalan aku memberinya minum manga dan komik. Akan tetapi, semua sia-sia. Pertanyaannya terlalu rumit. Atau, aku yang terlalu bodoh ?

.

Jantungku lebih parah. Ketika waktu mulai menunjukkan pukul 7 yang artinya aku telah berada di gerbang sekolah , ia terus melompat-lompat tak jelas bagai atlet lompat tinggi. Dan akan jauh lebih parah ketika aku sampai di depan kelas.

.

Aku bukan anak perempuan yang baru saja puber. Aku sudah 17 tahun. Aku sudah kelas 3 SMA. Namun, kenyataannya sekarang bahwa aku terlihat bodoh dan kaku dan jelek dan ceroboh adalah hal yang tak bisa dipungkiri. 

Tak pernah aku merasa kaku bahkan kikuk untuk berjalan di depan banyak orang. Aku selalu berani berjalan dengan tegak tanpa pernah menundukkan kepala. Aku juga selalu menatap mata lawan bicara, siapapun itu. Aku jarang meminta bantuan kepada orang lain kecuali aku sangat membutuhkan mereka. Dan aku sangat memilah-milih bantuan yang ditawarkan orang padaku. 

Dan memang setinggi itulah harga diriku. Aku memang tak ingin dianggap lemah dan tak berguna. Hal itu selalu membawa kepuasan dalam diriku. Sampai akhirnya aku sampai di titik ini. Titik di mana aku menyadari harga diriku yang terlampau tinggi membuatku tak pernah bisa dekat denganmu.

.

Kita sering kali berada dalam satu kelompok belajar. Entah mengapa, namamu namaku susah sekali dipisahkan. Walau sebelumnya aku tak pernah menyadari hal ini sebelumya, namun hal ini sangat menggangguku sekarang. Dalam dimensi waktu yang terus berjalan, bisa-bisanya aku tak menyadari keberadaanmu. Hingga akhirnya aku terlambat.

.

.

Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu. Ah ! Kenapa besok harus hari Minggu ? Dalam 24 jam aku tak akan bisa bertemu denganmu ? Kenapa aku menjadi risau ? Kenapa aku gelisah ? Jelaskan padaku ! Jangan biarkan aku mencari jawaban sendiri.

.

.

Agustus. September. Oktober. November. Desember. Hah. Yang benar saja sudah selama ini ?!

Aku tak mengerti kenapa masih saja aku tak menemukan jawaban dari semua pertanyaan ini. Aku bahkan tak berani menanyakan kepada teman-temanku, karena....kita sekelas. Tak mungkin aku menanyakan kepada mereka apa yang aku rasakan padamu, kan ?! Membayangkan jawaban dari mereka saja, sudah membuatku membayangkan hal yang tidak-tidak. Aku tak yakin. Aku takut mengakuinya. Namun aku tidak memiliki banyak waktu lagi untuk bersamamu.

.

Ayolah ini sudah Januari ! Aku hanya memiliki 3 bulan tersisa bersamamu ! Tapi jawaban apa yang aku dapat ? Aku semakin bingung. 

Kita berdua telah melalui banyak hal. Bagiku semua terasa indah, namun lagi-lagi aku tak bisa mengakuinya. Aku terus berlari dan menyangkalnya. Hingga akhirnya masa-masa ujian tiba. Kita saling sibuk mempersiapkan masa depan kita. Kamu juga tak pernah berbicara denganku sesering dulu. Kamu tak pernah lagi memanggil namaku sesering dulu.

Dan aku telah lelah mencari jawaban. Dan tanpa sadar aku mulai menyebut namanya lagi di depanmu. Memujinya dengan bangga dan tidak memepedulikanmu. Menganggapmu tak ada dan mengabaikan segalanya. Dalam hatiku ada suatu harapan untukmu. Suatu harapan yang tak dapat aku jelaskan. Yang pasti aku...ingin kembali seperti dulu.

Sepertinya dunia tahu betapa jahatnya aku. Dunia mengerti betapa naifnya aku. Ia kini menyebut nama seseorang yang kukenal. Memujanya karena kelebihannya. Menanyakan dirinya pada diriku dengan sangat bersemangat. 

Ini bukan mauku. Ini bukan harapanku. Kumohon, kembalilah seperti dulu ! Kamu harus tahu aku menangis karenamu.

Aku tahu aku pantas menerimanya. Aku pantas dihukum. Aku pantas ditampar atas apa yang telah aku perbuat. 

Andai harga diriku tak terlalu tinggi, andai aku tak terlalu naif, andai aku membalas senyummu, andai aku tak berbicara ketus denganmu, andai aku tak membiacarakannya, andai.....waktu bisa diputar. Akankah kamu tidak seperti ini ? Akankah kamu tak akan membicarakannya ? Akankah kamu tersenyum padaku lebih lama lagi ? Akankah jarak kita bisa lebih dekat ? Apakah itu semua akan terjadi ?

Ah, waktuku sudah habis. Aku telah menyesal, sangat menyesal. Inilah akhirnya, aku dan kamu akan menjadi teman seperti biasa dan menganggap semua tak pernah terjadi. Kita akan melanjutkan hidup masing-masing. Jadi akankah kamu memaafkan aku ?


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 25, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Romansa SaturnusWhere stories live. Discover now