I'm SORRY, Danna...

1K 85 14
                                    

"Hei, Deidara...", suara lembut dari seberang telepon tersebut adalah suara yang sangat dirindukan pemuda blonde tampan tersebut sejak lama. Namun entah kenapa, dirinya berusaha menentang keras keinginan hatinya, dan memilih jalan lain.

"Akhir pekan ini, ada pameran boneka di dekat balai kota. Maukah kau mengatarku kesana?", tanya orang itu. Deidara menggigit bibirnya pelan, tentu saja dia mau, bahkan inilah yang didambakannya selama ini. Namun sayangnya, tak lama ini ia sudah menyerah dan memilih beralih hati pada adik kelasnya yang sedikit aneh dan hiperaktif, tetapi manis.

"Maafkan aku, Sasori, tetapi aku ada janji kencan dengan Tobi Akhir pekan ini...", akhirnya hanya jawaban tersebut yang dapat Deidara sampaikan. Ia kemudian memutuskan sambungan telepon tersebut secara sepihak, dan memandangi wajah manis pria berambut merah yang menjadi wallpaper handphone-nya sebelum mematikannya.

"Senpai? Senpai tidak apa-apa?", tanya Tobi, adik kelas yang sekarang akhirnya resmi menjadi kekasihnya. "Aku tak apa, cepat habiskan makananmu, Tobi. Aku akan mengantarmu pulang", ujar Deidara seraya tersenyum untuk meyakinkan Tobi.

Seusai kencan dan mengantar kekasihnya pulang kerumah dengan selamat, Deidara segera kembali ke apartemennya dan merebahkan dirinya di tempat tidur. Ia sudah sangat lelah, tubuh dan hatinya lelah. Mungkin mengencani Tobi adalah peralihan yang bagus, tetapi entah kenapa hatinya masih saja tertuju pada pemuda berambut merah maniak boneka tersebut.

Bukan hanya hatinya yang telah dicuri pemuda itu, namun seluruh jiwa raganya telah direngut olehnya. Ia dan pemuda berambut merah itu selalu bertengkar dalam berbagai hal, seakan-akan mereka dilahirkan untuk menjadi musuh. Tetapi entah kapan dan bagaimana, Deidara mulai menyadari perasaannya pada pemuda merah yang menjengkelkan itu.

Selama ini, Ia selalu berusaha membuat Sasori menyukainya, namun apa yang ia perbuat malah membuat Sasori makin membencinya. Bukannya tidak pernah Deidara menyatakan perasaannya pada Sasori, entah sudah berapa kali ia mencoba dan jawaban Sasori selalu sama. Tidak. Ya, ia selalu menolak Deidara dan meminta agar mereka menjadi teman saja.

Selama ini, Deidara baik-baik saja hanya menyandang status teman, ia percaya bahwa suatu hari nanti Sasori pasti akan takluk dan jatuh dalam dekapannya. Namun harapannya itu hancur berkeping-keping saat mendengat kabar bahwa Sasori diam-diam berhubungan dengan Gaara, bahkan ada yang bilang mereka tinggal bersama. Sejak itulah Deidara mulai memutuskan untuk melupakan pemuda bonekanya itu dan berusaha move on dengan mengencani Tobi.

Tetapi semua itu terasa sangat menyakitkan, bukannya melupakan Sasori, ia malah makin dalam menyukainya. Terlebih lagi, belakangan ini Sasori mulai bersifat baik padanya, ia mulai berhenti berteriak-teriak dan marah setiap kali berbicara dengan Deidara, sebaliknya ia malah menjadi sangat lembut.

Deidara ingin kembali berharap, namun perasaan takut akan kembali tersakiti kembali menyelimutinya. Katakanlah ia pengecut, ya, ia memang seorang pengecut. Ia sudah berkali-kali disakiti. Dimulai dari kedua orangtuanya, mantan kekasihnya, sampai rival sekaligus sahabatnya Itachi. Ia sudah tidak mau lagi merasakan sakit, terutama karena Sasori. Ia tidak mau lagi harus kehilangan seseorang yang berharga hanya karna luka hati.

Deidara lelah memikirkan semua itu, tidak sekali dua kali ia berpikir untuk mati, namun keinginannya itu selalu dicegah oleh Sasori. "Jika kau mati, siapa lagi yang akan aku caci-maki, bodoh", itu yang akan dikatakannya dengan wajah memerah, dan selalu berakhir dengan Deidara yang menggoda pemuda itu.

Deidara menutup kedua matanya, berusaha melupakan semua masalah itu sejenak dan melarikan dirinya ke alam mimpi, dimana semua yang membuatnya merasa sakit akan lenyap sesaat dan tergantikan oleh segala hal yang indah. Biarkanlah Deidara tertidur sedikit lebih lama, karena sebenarnya jika bisa, ia lebih memilih dunia mimpi dibandingkan realita.

Akhir pekan, Deidara sengaja mengajak Tobi berkencan di taman dekat balai kota agar ia dapat sekaligus mengamati Sasori. Biarlah dikata ia berkencan dengan Tobi, namun hati dan pikirannya hanya tertuju pada pemuda bonekanya disana.

Deidara melihat Sasori pergi ke pameran boneka tersebut ditemani Gaara, sakit hatinya melihatnya. Ingin rasanya ia berteriak dan menarik Sasori kedekapannya, harusnya ia yang bersanding dengan pemuda itu, bukan Gaara.

"Senpai? Apa senpai baik-baik saja? Kalau senpai tak enak badan, lebih baik kita pulang saja", ujar Tobi. Deidara menggeleng pelan lalu tersenyum, "Aku tidak apa-apa, Tobi. Mau kubelikan Ice Cream tidak?". Tobi mengangguk semangat, Deidara pergi kesebrang jalan untuk membeli Ice Cream sementara Tobi menunggu di taman tadi.

"Deidara?", sebuah teguran kecil nan manis itu menyapa indera pendengaran Deidara. "Sasori no Danna?", Deidara menoleh dan mendapati pemuda boneka itu berdiri dibelakangnya dengan senyum lembut terukir indah diwajahnya.

"Seingatku kau bilang akan berkencang dengan Tobi, hm?", tanya Sasori berusaha mengintrogasi Deidara. "Aku memang sedang berkencan, aku ingin membelikan Ice Cream untuk Tobi", jawab Deidara sedikit canggung. "Begitu, ya", entah kenapa suara Sasori terdengar kecewa, harapan-harapan kecil kembali menghampiri hati Deidara.

"Dei, ini mungkin sudah terlalu terlambat. Tetapi aku tetap ingin mengatakannya padamu...", wajah Sasori mulai berubah merah padam, begitu pula dengan wajah Deidara. "Sebenarnya aku...", "Sasori! Sasori! Kau disana rupanya!", suara teriakan Gaara memotong perkataan Sasori.

"Pergilah, kekasihmu memanggil", ujar Dei miris. Sasori menatapnya sedikit terkejut. "Apa? Dei! Kau salah paham-" "Jika kau ingin mengatakan bahwa kau mencintaiku, lupakanlah, Danna. Aku dan kau, kita sama-sama telah memiliki kekasih. Jadi lupakan saja", ujar Deidara miris.

Sasori melotot menatap Deidara, bibirnya bergetar sepertinya berusaha mengatakan sesuatu yang tidak dapat disampaikannya. "K-kau bodoh!", umpatnya kesal. Ia kemudian berlari menyebrangi jalan tanpa melihat kanan kiri. Deidara terlonjak kaget, ia segera menarik tangan Sasori menghempaskannya kesisi jalan sementara ia menjadi sasaran.

.

.

.




CRAASSSHHH!!!!

Aishiteru Yo, DeiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang