Ada mata yang masih enggan untuk terlelap. Pikiran yang masih belum jelas ujungnya mau kemana. Kata hati yang tiada henti bersahut-sahutan menawarkan sebuah pilihan. Aku, menatap kosong langit-langit kamar. Membiarkan buku-buku berserakan di atas kasur. Aku sudah lelah membacanya.
Seminggu terakhir kegiatanku selalu sama. Menghabiskan malam-malam dengan belajar keras. Dan nyaris selalu meluangkan waktu sepertiga malam untuk mengadukan keluh kesah tentang sebuah harapan. Berharap akan segera diberikan jawaban untuk kesuksesan masa depan.
Hari itu, selepas Ujian Nasional berlangsung. Miss Caroline—guru bahasa Inggrisku sedang duduk di pelataran musholla sekolah. Nampak seperti sedang membaca sesuatu. Aku mendekatinya.
“Assalamu’alaikum Miss, may I sit down here ?” begitulah siswa serta guru-guru disini. Setiap berjumpa dengan seseorang baik teman sebaya sampai guru harus membudayakan 3S: Senyum Sapa Salam.
“Wa’alaikumsalam, of course you may”. Jawabnya dengan senyuman sambil mempersilahkanku untuk duduk di sisinya.
“you look unhappy. Why ? Do you feel worried you can’t get good grades in this National Exams ? or maybe you feel afraid, you can’t make your graduation day ?” tanya Miss Caroline dengan penuh tanda tanya.“I am confused.” Jawabku datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Call Me, Reina !
Teen Fiction"Bukan dirimu penggurat takdir baik-burukmu. Sekali lagi bukan. Karena lorong panjang di depan mata sekalipun berkabut dan usang, akan menghantarkanmu pada sinar bintang keabadian. Yang kau perlukan hanya, believe !"