Every Heart that Loves

377 45 41
                                    

"Ross....," panggil seorang wanita paruh baya, gadis yang dipanggil Ross tadi menoleh. Ia melihat sang ibu berdiri di ambang pintu dengan raut wajah yang tersirat akan kesedihan yang mendalam.

"Mama, ada apa?" Ross berjalan dengan mengangkat gaun pengatin putih yang ia kenakan agar mepermudah langkah kakinya.
Rossalind Blair, gadis berperawakan ramping itu akan melangsungkan pernikahannya hari ini yang bertepatan dengan hari ulang tahun gadis itu.

"Ca-calon suamimu kecelakaan saat akan ke sini." Mama Rossalind tergagap kala mengucapkan hal yang sangat berat untuk diucapkan kepada putrinya.

"Ke-kecelakaan?" Rossalind membeo, mata hitam gadis itu mulai tergenang air mata.

"Ya. Tadi Mama mendapat telepon dari mertuamu, dan mengatakan jika Adrian kecelakaan," kata mama Rossalind, "dan Adrian masih di rumah sakit saat ini." Setelah mendengar penjelasan mamanya,  Rossalind mengangkat gaun pengantinnya berlari keluar kamar, tujuannya saat ini adalah rumah sakit. Ia tidak memedulikan teriakan Sang Mama yang memanggil namanya agar berhenti.

Ia terus berlari melewati lalu lalang jalanan kota yang begitu ramai, gadis itu tidak lagi peduli dengan tatapan aneh orang-orang yang melihat ke arahnya. Make-up berantakan, gaun pengantin lusuh karena debu dan keringat, bahkan kakinya juga sudah lecet akibat goresan jalanan beraspal.

Mama Rossalind terus mengejar dari belakang, terus meneriaki nama gadis itu.  Sekali lagi Ross menulikan pendengaranya. Sempat beberapa kali gadis itu hampir tertabrak dan beberapa kali juga mendapat umpatan kasar dari pengendara kendaraan, namun yang ia ucapkan hanya kata "Maaf".

Sesampainya di rumah sakit ia menuju meja resepsionis, sejenak petugas resepsionis menatap heran ke arahRossalind.

"Adakah korban kecelakaan hari ini, yang bernama Adrian Vergara?" tanya Ross dengan terengah-engah, petugas resepsionis tadi langsung melihat ke monitor komputer dan melihat data pasien yang kecelakaan hari ini.

"Pasien masih ada di UGD," jawab pertugas itu, dengan tak sabaran Roosalind kembali berlari menuju ruang UGD. Ia berhenti saat melihat calon mertua dan sepupu dari Adrian mulai menangis, pikiran-pikiran yang tak seharusnya mulai menari-nari di otaknya. Jantung Rossalind mulai berdebar kencang, dengan langkah pelan ia masuk ke dalam ruangan berukuran enam kali enam meter persegi.

Tubuhnya kebas seketika, melihat calon suaminya yang sudah ditutupi kain berwarna putih. Ia langsung berteriak kencang dan mendekat ke arah ranjang dan mengguncang jenazah Adrian bagai orang kesetanan.

"Adrian bangun!" Ross terus menguncang jenazah Adrian berharap ada mukjizat yang menghampirinya. Tapi apalah daya takdir sudah tertulis jelas, ia akan menjadi janda sebelum menikah.

"Ross!" panggil seorang pria seumuran dengan Adrian, pria yang hampir mirip dengan calon suaminya itu bernama Bryan Adelardo. Pria bertubuh tegap dan memiliki warna mata coklat itu adalah kakak sepupu Adrian.

"Ross!" panggilnya sekali lagi, gadis itu bergeming.

"Dia belum mati, kan?" tanya Rossalind dengan air mata yang terus mengalir, Bryan berusaha menjauhkan Rossalind dari jenazah Adrian akan tetapi gadis itu memberontak. Ross menepis tangan Bryan lalu berjalan mendekat ke arah wanita dan lelaki paruh baya yang sejak tadi juga tidak bisa berbuat apa-apa.

"Katakan, Ayah, Ibu. Adrian belum mati, kan?" Rossalind mengulangi pertanyaan yang tadi, ia masih belum percaya takdir yang menimpanya saat ini. Tubuh gadis itu merosot ke lantai, ia memeluk kedua kakinya erat, air mata dan keringat bercampur menjadi satu. Mama Rossalind yang baru sampai di rumah sakit tak kalah terpukul melihat calon menantunya telah tiada.

Tubuhnya hampir limbung untung saja ia sempat berpegangan pada pintu ruangan UDG tersebut.
Bryan berjalan mendekat dan duduk di samping Rossalind, memeluk tubuhnya, gadis itu  masih bergetar karena tangis.

Every Heart that LovesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang