"Bukannya kau mengambil puding?" Rachel menodong Angelica.
"Jatuh. Matt menabrakku." Angelica menjawab sekenanya. Dia duduk di kursinya yang terletak di sebelah Amanda yang sibuk menatap Huck dengan pandangan terpesona.
Rachel belum selesai. Dia mencecar lagi. "Kau semestinya memarahi dia habis-habisan. Tau tidak sih gara-gara sifat pengecutmu inilah maka tak ada seorangpun yang naksir padamu? Kau bakal tua dan mati dalam kesendirian."
Angelica memberikan senyum datar. Dalam hati dia berujar, "Dan karena mulut tak berpendidikanmulah maka semua laki-laki tak pernah ada yang berniat serius denganmu."
"Hei!" David yang muncul di ruang makan berusaha menarik perhatian mereka. "Siapa yang menjatuhkan puding di lorong?"
"Si lembek ini," serobot Rachel sembari mengedik ke arah Angelica, "siapa lagi?"
"Kucing Bellen memakannya dan sekarang sedang muntah-muntah." David memperagakan gaya muntah si kucing. Sedikit mendramatisir namun tak ada yang merasa lucu atas leluconnya tersebut.
Angelica justru terkesiap. Bergegas berlari ke lorong yang dimaksud. Di sana dia menemukan kucing milik Bellen telah tak bernyawa. Terkulai dalam genangan muntahan binatang itu sendiri.
Dengan gugup Angelica mengambil sesuatu dari sakunya. Sebuah kartu yang sama dengan yang didapat Matt. Di kartu miliknya, Angelica melihat sebuah kalimat baru muncul. 'Racunmu gagal. Jangan khawatir. Kita punya ribuan cara lain untuk membunuh mereka semua.'
Menghela nafas, Angelica segera menyingkirkan mayat kucing tadi.
