Jika Alam semesta raya dengan segala isinya yang diciptakan Allah adalah juga sebuah buku suci, maka manusia adalah ayatnya yang tersuci, termulia, terluhur, dan teragung. Matahari menyinarkan cahaya dan menebarkan kehangatan ke bumi agar bumi tetap berperan sebagai sumber penyuplai kebutuhan manusia.
Langit tetap menurunkan embun dan hujan agar manusia bersama makhluk lain di atas planet bumi ini juga bisa tetap hidup dan berkembang. Jutaan matahari berupa bintang-bintang berada sangat jauh dari bumi sehingga terik panasnya sudah tak terasa ketika tiba di bumi.
Bulan pun memantulkan sinar terik matahari yang telah diubahnya menjadi sinar sejuk di malam hari. Di siang hari, manusia menerima cahaya yang panas menyengat, di malam hari tetap menerima cahaya bintang dan bulan yang terasa sejuk dan lembut.
Bintang tetaplah bintang, matahari dan langit tetaplah matahari dan langit, dan bulan tetaplah bulan yang hanya menjadi medium curahan kasih sayang Allah kepada manusia. Bintang, matahari, bulan, dan seluruh semesta dengan isinya, kecuali manuisia, tak punya kesadaran, tak punya kebebasan, dan tak punya rasa kalbu.
Hanya manusialah yang ber-aku-sadar yang tahu, mau, dan merasakan sesuatu. Manusia seharusnya sadar sesadar-sadarnya bahwa semua yang diterima dan dinikmati dalam hidupnya adalah anugerah gratis dari Penciptanya. Alam semesta dengan seluruh isinya (universum) adalah pemberian-Nya.
Manusia hanya boleh bersyukur dan terus-menerus bersyukur, termasuk tetap bersyukur karena masih diberi kesempatan dalam hidup ini untuk bersyukur, karena rahmat Allah itu.
Namun, muncullah seribu satu jenis pertanyaan yang menggugah dan menggugat hati nurani manusia.
Masih manusiakah manusia itu ketika tak tahu bersyukur dan bahkan tak sadarkan dirinya bahwa dia diciptakan dan dianugerahi alam semesta dengan segala isinya.
Masih manusiakah manusia itu ketika merusak lingkungan sebagai bagian dari alam semesta yang menjadi sumber hidup baginya selama hidupnya. Masih manusiakah manusia itu ketika saling benci, saling iri, saling dengki, saling menaruh dendam, dan bahkan saling bunuh.
Masih manusiakah manusia itu ketika hidup seakan-akan tanpa Tuhan sebagai sumber asalnya dan tujuan akhir hidupnya. Masih manusiakah manusia itu ketika sudah tidak percaya diri atau sudah kehilangan kepercayaan sehingga akhirnya terbawa ke dalam rasa putus asa dan tak berdaya.
Manusia harus tetaplah menjadi manusia sejati yang sadar akan kehadirannya di tengah alam semesta ini. Manusia harus sadar bahwa dia adalah bagian dari unversum ini yang punya kesadaran untuk menemukan dan mengembangkan kebenaran yang ditemukan.
Dia juga sadar bahwa dia punya kebebasan untuk memilih kebenaran yang ditemukannya atau diketahuinya sebagai kebaikan.
Dia pun harus sadar untuk menghayati dan menikmati dengan penuh rasa syukur segala anugerah Allah itu sebagai sesuatu yang bukan saja menyenangkan, melainkan terutama membahagiakan dalam suasana haru dan pesona keilahian. Dengan bersikap dan bertindak demikian, manusia dapat membuktikan dirinya sebagai ayat tersuci dalam buku suci karya Maha Agung Allah, yaitu alam semesta.
Untuk memuja dan memuliakan Allah sebagai bukti nyata, manusia seharusnya dan sepantasnya saling peduli, saling melayani, saling mengabdi, dan saling berkorban demi sesama sebagai para kekasih Allah. Juga bukti pemuliaan dan pemujaan kepada-Nya harus tecermin jelas dalam sikap dan tindakan manusia dengan memelihara tanah airnya dengan segala isinya sebagai bagian dari universum.
Sumber : http://conspiracy4u.wordpress.com