PART 2

2.7K 77 0
                                    

Seperti yang saya duga, penderitaan itu belum berakhir, aqad nikah kami
membuat murka keluarga. Prahara kehidupan menanti di depan mata. Ketika mereka mencium pernikahan kami, saya diusir oleh ayahku dari rumah. Mobil dan segala kemudahan yang ada disita. Saya pergi dari rumah tanpa membawa apa-apa. Kecuali tas lusuh berisi beberapa pasang pakaian dan duit sebanyak tujuh pound saja, dan hanya tersisa empat pound! Itulah sisa duit yang saya miliki selesai membayar duit aqad nikah di pejabat ma’adzun.

Begitu pula dengan isteriku, ia turut diusir oleh keluarganya. Lebih tragis ia hanya membawa tas kecil berisi pakaian dan uang sebanyak dua pound, tidak lebih. Total, kami hanya pegang enam pound atau dua dolar. Ah, apa yang boleh kami lakukan dengan enam pound. Kami berdua bertemu di jalanan umpama gelandangan. Saat itu adalah bulan Februari, tepat pada puncak musim dingin. Kami menggigil. Rasa cemas, takut, sedih, dan sengsara bercampur aduk menjadi satu. Hanya saja saat mata kami yang berkaca-kaca bertatapan penuh cinta dan jiwa menyatu dalam dakapan kasih sayang, rasa berdaya dan hidup menjalari sukma kami. “Habibi, maafkan Kanda yang membawamu ke jurang kesengsaraan seperti ini
Maafkan kanda!.

“Tidak Kanda tidak salah, langkah yang Kanda tempuh benar. Kita telah berfikir
benar dan bercinta dengan benar. Merekalah yang tidak boleh menghargai kebenaran. Mereka masih diselimuti cara berfikir anak kecil. Suatu ketika mereka akan tahu bahwa kita benar dan tindakan mereka salah. Saya tidak menyesal dengan langkah yang kita tempuh ini, percayalah, insya Allah, saya akan senantiasa mendampingi Kanda, selama Kanda setia membawa dinda di jalan yang lurus. Kita akan buktikan pada mereka bahwa kita bisa hidup dan berjaya dengan keyakinan cinta kita.

Suatu ketika saat kita gapai kejayaan itu, kita hulurkan tangan kita dan kita berikan senyuman kita pada mereka dan mereka akan menangis haru. Airmata mereka akan mengalir deras seperti derasnya airmata derita kita saat ini.” Jawab isteri saya dengan terisak dalam pelukan.

Kata-katanya memberikan pengaruh yang luar biasa dalam diri saya. Lahirlah rasa optimisme untuk hidup. Rasa takut dan cemas itu sirna seketika. Apalagi teringat bahwa satu bulan lagi kami akan dilantik menjadi doktor. Dan sebagai lulusan terbaik masing-masing dari kami akan menerima penghargaan dan uang sebanyak 40 pound.

Malam semakin larut dan hawa dingin semakin menggigit. Kami duduk di kaki
lima kedai berdua sebagai orang melarat yang tidak punya apa-apa. Dalam kebekuan otak kami terus berputar mencari jalan keluar. Tidak mungkin kami tidur di kaki lima kedai itu. Jalan keluar itu pun datang juga. Dengan sisa uang 6 pound itu kami boleh meminjam telefon di sebuah kedai dua puluh empat jam. Saya bisa menghubungi seorang teman yang dapat memberi pinjaman sebanyak 50 pound. Ia bahkan menghantarkan kami dengan mobilnya mencarikan (rumah penginapan) ala kadarnya yang murah.
Saat kami berteduh dalam bilik sederhana, segeralah kami disadarkan kembali
bahwa kami berada di lembah kehidupan yang susah, kami harus mengharunginya berdua dan tidak ada yang menolong kecuali cinta, kasih sayang dan perjuangan keras kami berdua serta rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kami hidup dalam rumah itu beberapa hari, sampai teman kami berhasil menemukan rumah sewa sederhana di daerah kumuh Syubra Kaimah.
Bagi kaum bangsawan, rumah sewa kami mungkin dipandang sepantasnya
adalah untuk kandang binatang kesayangan mereka. Bahkan rumah kesayangan mereka mungkin lebih bagus dari rumah sewa kami. Namun bagi kami, ini adalah hadiah dari langit. Apapun bentuk rumah itu,jika seorang gelandang tanpa rumah menemukan tempat berteduh, ia bagaikan mendapat hadiah agung dari langit.

Kebetulan yang punya rumah sedang memerlukan uang, sehingga dia menerima aqad sewa tanpa uang jaminan dan uang lainnya. Jadi sewanya tak lebih dari 25 pound saja untuk tiga bulan. Betapa bahagianya kami saat itu, segera kami pindah ke sana. Lalu kami membeli perkakas rumah untuk pertama kalinya. Tidak lebih dari sebuah tilam kasar dari kapas, dua bantal, satu meja kayu kecil, dua kerusi dan satu dapur gas sederhana sekali, kipas, dan dua cangkir dari tanah, itu saja tak lebih.

Cinta Mengabadikan Derita [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang