Catatan

47 3 0
                                    

“Percaya ga ? Ada yang gak pernah pergi walau kau coba tinggalkan berkali-kali ?”

Dinda percaya! Dulu, Dinda sering mencoba untuk pergi dari Dewa.  Dewangga Putra.  Waktu SMA dia kurus kering, dagingnya sedikit, tapi tinggi. Rambutnya agak gimbal,  bajunya selalu rapi meskipun sedikit kebesaran.

Kata orang Dewa itu baik, pintar, sayang sama Ibunya pun setia kawan. Saking baiknya, banyak orang yang merasa diberi harapan oleh lelaki ini, salah satunya Dinda, mungkin.

Dinda dan Dewa, adalah dua yang sulit untuk didefinisikan. Suatu hari, Dewa bisa menjadi orang yang sangat dewasa, membuat Dinda terkagum. Hari berikutnya, Dewa menjadi manusia yang paling menyebalkan dan ingin Dinda tenggelamkan. Esoknya, Dewa kembali menjadi manusia manis dan menggemaskan. Selalu, seperti itu.

Dinda dan Dewa bukan sepasang yang saling mencari, tapi entah mereka selalu kembali saling menemukan. Atau, hanya Dinda yang setia bertahan ? Selama ini, Dinda selalu bisa menjadi tempat berlabuh setiap kali Dewa merasakan lelah dari pencarian. Dewa tidak tahu persis apa namanya, tapi yang jelas, sejauh apapun Dewa berjalan, Dinda akan setia menunggunya. Lalu, Dewa akan benar-benar pulang.

Mungkin, tidak ada yang Dinda tidak tahu tentang Dewa. Tapi Dewa justru hanya tahu sedikit tentang Dinda. Kadang, Dinda menjadi lebih bodoh untuk segala hal tentang Dewa. Meski bukan satu-satunya yang membuat Dinda bodoh, tapi Dewa adalah satu yang selalu bisa membuat Dinda bodoh untuk waktu yang lama.

Dewa, tentu saja Ia berbeda. Dinda pikir, selama ini Dinda yang memerlukan Dewa. Ternyata Dinda salah. Mungkin Dewa juga membutuhkan Dinda. Mungkin.. Mungkin...

Awalnya, Dewa pikir Dinda adalah sama dengan perempuan yang lain. Yang datang selewat, mengisi beberapa episode dalam kehidupan lalu pergi setelahnya. Tapi tidak, mungkin Dinda berbeda. Dinda bahkan masih disana, walau Dewa mencoba beralih berkali-kali.

“Dinda tidak perlu pergi. Dewa juga tidak perlu bersusah mengusir Dinda untuk pergi. Dinda tahu batas mana Dinda berada di kehidupan Dewa. Dinda juga paham, Dewa bukan lelaki seperti yang ada dalam kebanyakan imajinasi yang lain. Dinda tahu lelaki seperti apa Dewa, Dinda hanya mencoba menghormati pilihan yang sedang Dewa jalani” ucap Dinda di suatu sore, kala itu mereka masih kelas 12, semester satu akhir. Setelah Dewa bercerita dengan kesal akan banyak omongan teman-teman perihal Dewa yang mempunyai banyak wanita.

“Din, apa pernah Dinda jatuh  sama  saya ?” Tanya yang lelaki, membuat yang perempuan menahan nafasnya barang dua detik. Setelahnya, ada seburat merah menghiasi pipi putihnya.

“Wa, dulu  Dinda pernah jatuh, tapi sendirian. Setelahnya, Dinda jadi takut untuk kembali jatuh” ucapnya mencoba meyakinkan, diakhiri dengan senyuman yang Ia buat semanis mungkin, membuat yang lelaki ikut tersenyum. Dua detik setelahnya, Dewa mengunci Dinda pada manik hitamnya,

“Din, esok jangan takut lagi. Kamu harus selalu tahu, dimana pun kamu mau jatuh, di detik mana pun, saya akan siap untuk berada di titik yang sama. Berdiri disana, agar kamu tidak lagi sendirian” ucapnya.
Sore itu, Dinda kira Dinda telah jatuh pada Dewa.

**

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 30, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Catatan Untuk DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang