Saat lonceng berdentang
tak tepat dua belas kali
dan ombak memecah karang tertinggi di peraduan
Aku mengalih pandang
pada suatu dunia yang tak asingMungkin takdirku sudah sepasti daun yang gugur, tapi tatap beku musim dingin yang familiar tetap saja aneh
Seakan, lebih dari deja vu,
kebenaran yang dipenuhi raguLangkahku berjatuhan di jejak
yang berdebu
Aku ingat, tentang khayalan kecilku, seorang berjubah merah
di atas angkasaPersis dalam mata. Tak pernah ada
yang senyata mimpi di pagi buta
Karena kau menjejak
dalam lingkar cahaya,
berderai aurora
yang menjadi mahkotaKau merengkuhku dalam hangat kejora
Nafasmu senyata magenta senja
Aku tahu hidupku tercabut satu setiap detak di dadaYang manakah yang nyata?
Segala tentangmu adalah kelabu yang bersinar
kaukah yang mengatur detak jantung semua makhluk?Tuhan?
"Bukan,"
kau tersenyum penuh kebanggaanJadi, apakah detak jantungku
Kau hadirkan untuk mencintamu?
Padahal kau tak lebih dari sebuah titik di tengah angkasa
Yang membuatku lupa
tentang semesta