Gelap

13 3 0
                                    

Dasar cewek aneh, misterius, kurang sehat. Buat apa ngepoin. Orang yang sakit mental. Ya pasti cuma dianggap angin lalu. Nggak guna. Tapi gue penasaran. Buat apa aku peduli?

Kata-kata itu terus menari riang di kepala Vian. Terkadang dia tidak menghiraukannya tapi di satu sisi dia peduli. Ia berjalan malas menuju ke rumah Caca sambil terus memikirkan kata itu. Berjalan? Iya, mobilnya mogok dan ban sepeda motornya pun bocor. Alhasil dia memanfaatkan kakinya untuk kendaraan. Sehat kok ya....

Masih sore. sangking semangatnya, Vian menjemput Caca jam 6 kurang. Mungkin sebentar lagi senja akan tiba. Senja yang menyimpan tanya. Sebenarnya di dalam hati kecilnya mengatakan bahwa dia peduli. Tapi gengsinya yang setinggi gunung Himalaya itu membuat dia sok cuek. Dasar!

Setelah berhasil menyeret Caca ke jalanan, mereka pun berjalan menuju arena skate.Lumayan jauh, tapi no problem. Ini juga sebagai latihan untuk menghilangkan rasa takut Caca. Hilang apanya, jalan yang dilewati sangat sepi, sunyi, dan hening. Tak ada satu orang pun disana. Caca sangat hafal jalan yang sepi. Setiap Vian mengajaknya lewat jalan raya, Caca selalu menolaknya tak jarang dia tak menghiraukannya. Terserah loe Ca...

Vian memang tengah berjalan dengan Caca. Tapi ia rasa, hanya berjalan sendiri ditemani angin. Tidak ada percakapan diantara mereka. Mulutnya memang terkunci tapi hatinya terus menerus berceloteh. Ingin sekali Vian menyalurkan kata hatinya pada mulutnya itu. Tapi dia bingung harus mulai dari mana.

Setelah lama mereka berjalan, Caca berhenti dan duduk di sebuah batu. Vian sengaja tidak menghampirinya. Vian melihatnya dari jauh. Memperhatikan semua tingkah lakunya. Caca mengelus-elus perutnya. Sepertinya dia lapar.

"ayo makan, disana ada warung!" teriak Vian.Dia masih ada di posisinya tadi. Agak jauh dari posisi Caca.

Caca tidak menjawab malah menatap Vian tajam. Matanya seperti berbicara bahwa dia mengingatkan Vian tentang Argoraphobianya. Vian sengaja melakukan itu karena ingin membantu Caca menghilangkan phobianya ala Vian. Bagaimana bisa seorang pengidap Argoraphobia mengikuti lomba? Sudah jelas disana pasti ada banyak orang. Jika ke warung saja takut, berarti lomba itu hanya menjdi bayangan semu saja. Bisa jadi dia membatalkannya.

Vian menghampiri Caca. Menarik tangannya lembut agar dia mau berdiri.

"kalau lapar itu makan. Bukan malah duduk disini.Nunggu makanan jatuh dari langit?" sindir Vian. "cari kerang sana, kayak di spongebob Vian melangkah beberapa langkah didepan Caca. Caca tetap mematung di posisinya.

"kenapa? Takut?" tanya Vian tanpamembalikkan badannya. "sadar dong loe itu mau ikut lomba. Masih aja takut" Vian menyadarkan Caca.

Tak ada respon. Beberapa menit kemudian. Suara hentakan kaki mendekati Vian. Suara itu dari Caca.

"aku coba." Kata Caca lirih. Lagi-lagi dia ragu. Vian tau itu. Dia pura-pura tidak menyadirinya.

Vian kembali berjalan dengan Caca dalam diam. Tanpa bergandengan dan berbicara.

Sesampainya di warung, mereka sama-sama memesan nasi soto. Dari awal masuk sampai duduk dikursi, tingkahnya aneh. Dia tidak nyaman berada disini. Badannya mulai mengeluarkan keringat. Matanya berkaca-kaca. Raut mukannya terlihat panik. Vian segera meraih tangan Caca di meja dan menggenggamnya, agar bisa menenangkan Caca.

"gak ada apa-apa kok. Loe gak usah takut. Apa yang loe takutin?" Vian menatap mata Caca dalam. Nampaknya itu tidak merubah apapun. Caca masih takut. Suasana warung semakin ramai, membuat Caca semakin panik. Vian menutup mata Caca dengan tangannya.

"merem" perintah Vian. Caca menurutinya.Setelah mata Caca benar-benar tertutup, Vian melepaskan tangannya.

Pelayan warung datang dengan membawa nampan berisi dua mangkok soto. Pelayan itu meletakkannya di meja.

Beranilah...Where stories live. Discover now