"Si bastard nerd itu benar-benar menjengkelkan. Gue muak ngeliat wajahnya." Alif Ramzi Gaffar meludah di lantai.
"Hati-hati dude. Benci dan cinta itu cuma sebatas lidi selilit di gigi lo." Ahmed yang ada disebelahnya nongkrong dibawah sambil menghisap rokok.
Ramzi menatap sahabatnya dengan tajam. "Berisik lo!"
"Gue udah nasehatin loh." Sahabatnya itu mengarahkan rokok yang baru dihisap dua kali itu ke mulutnya. Namun sesuatu yang mungil menampar tangannya hingga rokok jatuh ke lantai.
"Ahmed Mahdi Amano! Dilarang merokok di wilayah sekolah!"
Ramzi dan Ahmed terbengong. Seorang gadis cilik kisaran usia lima tahun, sedang berdiri dengan satu tangan dipinggang dan tangan lain menunjuk hidung mancung Ahmed.
"Mimpi apa lo? Ada anak kecil ngelawan lo?" Ramzi menatap gadis cilik yang rambutnya dikucrit dua itu dengan seksama. Seorang gadis cilik dengan dandanan begitu girly yang keseluruhan penampilannya bernuansa pink.
"Mimpi dikejar bu Renata bawel dan berakhir diseruduk banteng!" Ahmed mengungkapkan secara berlebihan betapa sialnya dia bertemu gadis cilik itu.
"Lo mau ngelawan anak kecil itu?"
"Becanda lo?! Mending gue lawan sumo daripada ketemu dia."
"Ahmed!!!" Gadis cilik itu berteriak melengking.
"Astaga Tata! Aku tidak tuli!"
"Makanya dengarkan istrimu ini! Dilarang merokok disekolah! Paham?"
"Istri?!" Ramzi ingin tertawa namun disikut Ahmed.
"I-ya mamah, maafin papah ya."
"Sikat gigi yang bersih! Mamah gak mau nyium bau asap rokok! Inget pap! Rokok itu merusak kesehatan!"
"Iya mam."
"Sana sikat gigi! Mamah sudah siapkan makan papah. Mamah tunggu di taman depan!"
"Baik mam."
Gadis cilik itu berlalu, berjalan dengan anggun.
"Loe main papah mamah sama anak kecil itu? Siapa dia?"
"Anak bungsunya bu Renata."
"Kok bisa?"
"Lo lupa? Emak gue dan bu Rere sahabat dekat. Kadang gue ngasuh bocah tengil itu kalau bu Rere sedang ada keperluan."
"Kenapa bukan kakak-kakaknya?"
"Karena kedua kakaknya suka bermain ala militer sementara adik bungsunya itu lebih suka main rumah-rumahan. Dan gue yang menjadi korban gegara pernah sekali nemenin main."
"Waah lama-lama bisa jadi papah mamah beneran."
"Usianya baru lima tahun dude!"
"Lihat, lima belas tahun kemudian apa yang terjadi?"
"Gila lo! Gue keburu tua keles!"
"Cepet susul istri lo itu! Sebelum dia marah."
"Lo juga kudu ikut."
"What?!"
"Jadi anak ketemu gede!" Ahmed menyeret Ramzi ikut bersamanya.
* * *
"Mamah, papah pulang bawa dedek gede." Ahmed membawa Ramzi dengan menyeret kerah belakang lehernya, melangkah menuju gadis cilik yang sedang sibuk menata makanan dengan beralaskan permadani bunga sakura. Keduanya seakan acuh pada siswi SMA Amano yang mulai berkerumun memperhatikan dari jauh. Mereka menonton moment langka itu dengan tatapan kagum pada duo cogan elite itu.
"Papaaaah, ayo sini makan kue dulu." Tata menyodorkan sepiring kecil kue pada Ahmed. "Dedek gede udah cuci tangan belum?"
"Udah dong mamah. Ini kue gak bikin sakit perutkan?"
"Engga lah! Ini buatan mamah loh dibantu bi Minmin. Ayo makan yang banyak biar dedek gede nanti dipanggil kakak gede."
"Aku- aku- aku mau jadi kakak gede." Ramzi bertingkah bak balita.
"Ya ampun pap! kau dengar? Kakak gede minta dedek kecil!"
"Trus siapa yang jadi dedek kecil?" Ahmed memutar bola matanya bosan.
Tata berdiri dengan kedua tangan direntangkan. "Suprais! Mamah hamiiiil!"
"What?!" Kedua cogan itu membuka mulut lebar dengan mata melotot saking kagetnya.
"Kemaren kita kan habis hanimun ke pantai Okinawa bareng mamah Chika dan Papah Ken! Papah lupa yah!"
Seketika Ahmed dan Ramzi pingsang.
Astaga... ini balita apa alien?T B C
Bogor, 07 April 2017
Mr. Arrogant and Me
Part 1. PROLOG
by Shareefa Vae
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Arrogant and Me
RomanceThe Amano Series #1st story Ahmed Mahdi Amano mulai gerah setiap sang ibu cerewet menyuruhnya untuk menikah, sementara gadis yang ingin ia nikahi belumlah cukup dewasa untuk dijadikan istri. Claretta Jasmine Effendi hanya memiliki satu misi, yaitu...