Diary Depresiku

30 1 1
                                    


Februari 2016

Aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan sampai saat ini aku tak benar-benar tau apa yang salah pada hidupku. Lahir sebagai anak pertama dalam keluarga ini membuat aku bingung harus bagaimana menghadapi semua masalah yang ada dalam keluarga ini. Ini benar-benar membingungkan. Terkadang ketika semua penuh dengan emosi aku hanya bisa diam dengan sesekali mengumpat dalam hati "kenapa aku lagi?". Akupun sempat berpikir ingin pergi dan melarikan diri dari tempat ini untuk menghindari segala perselisihan yang terjadi dirumah ini. Tapi apa daya ku, tanggungan ku masih banyak. Tugas ku pun belum benar-benar selesai.

Andai kakak tau apa yang terjadi setelah kakak melimpahkan semua tanggungjawab itu kepadaku. Aku bukan ingin menyesali kepergian kakak. Hanya saja aku berpikir, apakah ini yang membuat kakak memilih dan memutuskan untuk pergi? Apakah kakak sebenarnya telah mengetahui apa yang sebenarnya akan terjadi dikeluarga ini, dan lantas kakak pergi dengan meninggalkan aku seperti ini?

Kak...

Apakah kau melihat apa yang terjadi disini?

Apakah kau tau apa yang akan terjadi selanjutnya padaku?

Apakah aku mampu bertahan dengan segala keadaan yang ada ini.

***

Hujan datang lagi untuk kesekian kalinya hari ini. Tak ada bau basa seperti saat hujan datang di tengah kemarau panjang. Tak ada pula tanda-tanda hujan akan mereda, yang ada hanya hujan yang semakin deras dan akan semakin lama lah hujan ini akan berhenti. Tapi baguslah saat ini hujan deras, setidaknya itu akan menyamarkan air yang terus saja mengalir dari mataku.

Ya. Saat ini aku memang dalam pelarian sesaat ku. Aku sudah sering melakukan pelarian ini, hanya untuk menghindari sesuatu yang tidak ku inginkan terjadi ditempat itu. Dan sekarang aku berada disini, ditengah taman yang kosong. Tempat ini sudah kosong sejak pukul 3 siang tadi dan sekarang waktu telah menunjukkan pukul 9 malam. Itu artinya aku sudah berada di tempat ini sejak beberapa jam yang lalu.

"Kenapa lagi?" suaraku samar terdengar bahkan oleh diriku sendiri.

"Apa lagi sekarang yang salah?" masih samar terdengar bahkan oleh diriku sendiri.

Dan pada akhirnya aku menangisi lagi apa yang terjadi beberapa jam yang lalu sebelum aku melarikan diri.

Flashback

"Lihatlah Samara, apa yang telah Damara peroleh." Sambil memperlihatkan medali kebanggaan yang telah diraih Damara ia berkata. "Harusnya kau mampu sperti adikmu ini Samara."

"Ribuan medali sekalipun ayah tidak pernah akan melihat ku." Samar-samar ku ucapkan.

"Kau berkata apa?" kata ayah menatapku.

"Tidak ayah, bukan apa-apa." Jawabku singkat. Aku malas sekali kalau harus berdebat dengan ayah hari ini. Aku sudah terlalu capek dengan sekolah dan kerja paruh waktuku.

"Lihatkah adikmu ini selalu membanggkan keluarga, mendapat medali dari berbagai macam olimpiade dan turnamen-turnamen lainnya. Tidak seperti kau yang bisanya hanya membuat malu saja." Ucap ayah dengan tetap mengacuhkan ku.

"Maksud ayah membuat malu?" Aku tau betul akan kearah mana pembicaraan ini.

"Ya membuat malu. Kerja paruh waktu mu itu membuat ayah malu Samara." Jelas ayah singkat. Permasalahannya tidak jauh dari apa yang saat ini aku kerjakan.

"Kerja paruh waktuku?" Tanyaku lagi meyakinkan.

"Ya kerja paruh waktumu!" Jawab ayah yakin tampa keraguan sedikitpun.

Short Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang