.
.
.Keadaan ini membuatnya tak nyaman. Ramai dan panas. Hikari Azzahra tak begitu menyukai keramaian, namun ia terpaksa hadir hanya demi menjaga perasaan sang kekasih.
Tidak nyaman jika menolak undangan dari kekasih sendiri.
Hikari rasa ini sudah cukup. Setidaknya sudah hadir walau hanya bisa sebentar, dan saatnya ia pulang. Keramaian ini sangatlah tidak nyaman, terlebih dengan tambahan musik bagi pasangan yang ingin menari.
Lelahnya sampai segini saja. Sekarang Hikari ingin pulang.
Tak mudah menemukan keberadaan Raiyan dikeramaian ini, hingga membutuhkan waktu beberapa menit barulah Hikari menemukan yang tengah dicari.
Terlihat sekumpulan para pria yang tengah berbincang tak jauh dari panggung dansa. Tanpa basa-basi Hikari segera menghampiri Raiyan yang tampak asyik bersama teman-teman.
"Iyan.." Hikari menarik-narik lengan Raiyan untuk menyadarkannya dari keseruan.
Pria dengan penampilan formal itu mendapat panggilan. Segera ia menoleh dan ternyata Hikari yang menyadarkannya dari keseruan ini. "Oh, Hika. Ada apa sayang?"
Hikari tersenyum kikuk. Malu kepada teman-teman kampus Raiyan. Mereka berada di fakultas yang berbeda, otomatis tidak begitu mengenali teman-teman Raiyan.
Hanya beberapa saja yang Hikari ketahui, selebihnya mereka asing bagi Hikari- tak terkecuali Raiyan.
"Aku pamit pulang." Bisik gadis itu.
Mendengarnya sontak membuat Raiyan agak terkejut. "Cepat sekali?" Ia tidak setuju dengan keinginan Hikari.
"Maaf.. aku tidak enak badan." Hanya alasan semata, sebab Hikari benar-benar tidak tahan lagi berada di acara pesta ini terlalu lama.
Raiyan menghela nafas. Keadaan ini membuatnya bingung. "Bagaimana aku meninggalkan pesta ini.. Ayah berpesan kepadaku untuk melayani tamu sebelum beliau kembali dari kantor."
Mendadak ada laporan penting yang datang dari kantor, membuat Dirga Atmadja melenggang dengan tergesa dan menitipkan para tamu kepada sang Putra.
Sampai saat ini Dirga belum kembali, padahal sejak petang tadi beliau pergi. Sebelum sempat melihat kehadiran Hikari disini.
"Sebentar lagi ya, kalau sekarang aku tidak bisa mengantarmu pulang. Ayah menitipkan pesta ini kepadaku." Jelas si Atmadja bungsu.
Hikari menggelengkan kepala sebagai tanda penolakan. "Tidak apa-apa, aku bisa pulang naik taksi." Pokoknya ia tidak tahan dan ingin secepat mungkin tiba di rumah. Disini terlalu membosankan.
"Ayolah Hika, dua puluh menit lagi." Raiyan tak kan melepas Hikari begitu saja mengingat hari semakin malam. Terlalu berbahaya dan beresiko jika mengizinkan dia pulang sendirian.
Terdengar helaan nafas. "..tidak bisa, soalnya masih ada beberapa tugas yang harus aku selesaikan malam ini juga. Besok sudah waktunya menyerahkan tugas-tugas itu kepada prof. Shining."
Raiyan turut menghela nafas. Berat sekali melepaskan Hikari.
"Maaf.. sepertinya ada yang sedang membutuhkan tumpangan?" Seseorang turut ambil andil dalam masalah kecil mereka.
Melihat orang itu adalah Leon sontak membuat Raiyan tersenyum lega. "Kebetulan sekali.." Ia menepuk pundak lelaki muda itu, yang merupakan teman undangan Hikari dalam acara malam ini. "Hika ingin pulang sekarang, apa kau tak keberatan mengantarnya?"
Leon mengangkat bahu. "Tidak sama sekali.. kebetulan aku juga ingin pulang. Aku lelah."
Akhirnya Raiyan bisa menghela nafas lega. "Baiklah. Tolong jaga Hikari untukku." Pintanya sebelum melepas Hikari. "Hubungi aku kalau terjadi apa-apa." Ia tersenyum tipis seperti biasanya. Kebiasaan lelaki yang bersifat dingin.