Chapter 1

26 1 0
                                    

"Lang, kamu itu kenapa? Sejak tadi kuperhatikan, kamu diam saja." Aurell yang duduk disebelahku memulai obrolan.

"Aku tidak apa-apa, Rell. Hanya saja, ada sesuatu yang terasa mengganjal pikiranku." Aku tidak ingin Aurell tahu bahwa aku sedang merindukan Mama. Selama ini, aku tidak banyak bercerita tentang keluargaku kepadanya.

"Lang! Sepertinya aku tahu apa yang sedang kamu pikirkan." Aurell tersenyum memperlihatkan barisan giginya yang putih.

"Apa?" Tanyaku heran.

Aurell mendekatkan bibirnya ke telingaku dan mulai membisikkan sesuatu.

"Aku tahu, kamu pasti sedang memikirkan Aldi kan!" Aurell kembali tersenyum puas, seakan-akan dia tahu kalau tebakannya itu benar. Oh My God, bukan itu yang sedang kupikirkan Rell. Demi apapun, bukan itu dan yang harus kau tahu adalah saat ini aku sangat rindu Mama. Seandainya saja saat itu tidak ada dosen, sudah pasti aku akan memeluk Aurell dan menangis dipelukannya.

"Huh, dasar Aurell. Apa tidak ada hal lain lagi yang ada di otakmu selain Aldi?" Aku mengerucutkan bibir.

"Pelangi, coba kau lihat dengan teliti, Aldi itu lelaki..." Aurell mencoba untuk menjelaskan alasannya padaku. Tapi, sebelum dia menyelesaikan kalimat, aku memotongnya.

"Yes, I know he is man. So, what? Rell, lebih baik lagi jika kamu mendengarkan apa yang dijelaskan oleh Pak Syarif, sebelum kita berdua ditegur olehnya." Aku berniat untuk mengakhiri percakapan dengan Aurell. Kemudian hening, kulirik Aurell yang sedang memperhatikan Pak Syarif.

Syukurlah, akhirnya temanku ini berhenti mengoceh soal Aldi! Dalam hati aku tersenyum karena telah berhasil membuat Aurell menghentikan kicauannya tentang Aldi.

Tiba-tiba, Aurell menoleh ke arahku. Aku bingung, kenapa tiba-tiba dia menoleh.

"Aku tidak yakin, Lang. Kalau kamu menggunakan matamu untuk melihat Aldi. Aldi itu lelaki yang tampan, pintar, tipe idaman semua kaum hawa. Seluruh manusia yang mengaku dirinya sebagai perempuan di kelas ini, banyak yang mengagumi dan menyukainya." Jelas Aurell sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya.

"Aldi di mataku sangat berbeda dengan Aldi di matamu, Rell." Aku menekankan kata berbeda pada kalimat yang baru saja kuucapkan. Bagiku, Aldi adalah seorang siswa yang rajin, pintar, so cool, pendiam, dan tampan. Itu saja penilaianku terhadap Aldi, rajin, pintar, so cool, pendiam, dan tampan. Tampan? Kuralat kata-kata terakhirku yang menyebutkan bahwa Aldi tampan. Tapi, kalau diperhatikan lebih detail, Aldi lumayan juga sih. Aku senyum-senyum sendiri dibuatnya.

Terkadang, aku juga memperhatikan mahasiswa yang banyak dipuja-puja kaum hawa itu. Dia memang siswa yang rajin. Aku dan dia sering berada dalam ruang kelas sebelum pelajaran dimulai. Aku berangkat dari rumah pukul lima lewat lima belas menit. Jujur, sebenarnya cukup lelah juga menjalaninya. Tapi, aku tidak tega membiarkan Nenek tinggal sendirian di rumah. Perjalanan menuju kampus dapat kutempuh selama satu setengah jam bila mengendarai sepeda motor. Dan dapat dipastikan, ketika aku tiba hanya mendapati ruang kelas yang masih sepi. Aku memang sengaja datang lebih awal karena perjalanan dari rumah ke kampus cukup jauh. Paling tidak, aku hanya menemukan sosok Aldi yang sedang duduk dibangkunya sambil membaca buku. Dan aku langsung menyibukkan diriku dengan membaca novel, sambil menunggu kelas ramai.

Aldi selalu menjadi orang kedua setelah aku yang tiba di kelas. Jujur saja, aku sangat tidak nyaman bila berada di suatu tempat dengan sesosok makhluk yang bernama lelaki. Ada rasa takut yang menghantui, setiap berada di situasi seperti itu. Tapi, entah tepatnya kapan aku mulai merasa terbiasa dengan kehadiran Aldi di kelas.

Jejak Pelangi Di Langit ArgopeniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang