One-The Letter.

149 7 0
                                    

*krieeettt...*

Dibukanya pintu utama rumah, aroma khas yang menenangkan menyambut indra penciumannya. Membuatnya merasa lebih baik. Ia berdiri sejenak untuk mengambil napas menghirup aroma sejuk penuh kenangan.

Suara ketukan sepatu pria yang menggema di dalam rumah mewah miliknya. Wajahnya nampak kusut dan kusam, nampak ia sangat kelelahan. Ia melonggarkan dasinya dan membuka dua kancing di bagian atas kemejanya.

Ditatapnya seisi rumah, suasananya sangat sunyi dan sepi, tidak ada tanda kehidupan di dalamnya. Hanya ruangan kosong yang dipenuhi barang-barang. Seperti makam atau gudang penyimpanan barang yang disusun dengan rapi.

Mata coklatnya menangkap sosok yang bersedekap sembari tersenyum melihatnya. Dia selalu menunggunya pulang, menunggu hingga malam, dan hingga ia merasa lelah lalu tertidur di sofa, masih menunggunya. Senyuman manis itu menghilangkan rasa lelahnya.

Suara lembutnya terdengar lemah, "Kau sudah pulang, bagaimana pekerjaanmu? Apa baik? Kau nampak sangat lelah, istirahat lah. Jangan lupa makan, mandi, dan tidur. Aku mencintaimu, Will." Pergi.

Dia pergi sebelum ia menjawab pertanyaan itu. Tapi Will tidak marah, ia hanya tersenyum mendengar kecerewetan istrinya. Tapi, kata terakhir itu terasa begitu... Menyakitkan? Apa karena ia terlalu sibuk sampai melupakan kata yang biasa istrinya katakan? Atau, hal lain.

Dan jawabannya adalah hal lain.

Will berjalan menuju kamar 'mereka' yang berada di lantai dua. Dibukanya pintu kamar 'mereka'. Harum aroma parfum khas 'wanitanya' yang membuatnya ingin berada di dalamnya seumur hidupnya, tidak ingin keluar dalam belenggu kenangan yang menghantuinya.

Rasanya ia ingin menangis, tapi airmatanya telah habis. Bagai perumpamaan gurun pasir tidak setetespun yang tergenang didalam matanya.

Will berjalan ke kasur king sizenya, ia merebahkan diri sejenak. Itu adalah kebiasaannya saat pulang kerja jika ia lelah. Saat ia membuka matanya dan melihat tempat kosong di sampingnya, ia melihat sosok wanita yang ia cintai sedang mendampinginya.

"Kau tidak lupa mandi kan, Will?"

Will kembali tersenyum dan bangkit menuju kamar mandi. Setelah selesai ia keluar dari kamar mandi. Kakinya melangkah menuju lemari di sudut ruangan, ia meraih kaus putih dan celana levis hitam selutut. Tapi, ada sesuatu yang membuatnya membeku.

Bajunya... Masih ada?

Tangannya meraih baju yang ia maksud. Begitu harum dan halus. Baju merah muda yang tergantung rapi didalam lemari. Will menyesap harum pakaian itu dalam, sangat dalam hingga napasnya mendadak tak beraturan. Airmata yang mengering mendadak muncul ke permukaan, mengalir bagai sungai.

Namun suara lembut itu mengigatkannya, "Will, jangan seperti anak kecil, kau tau kan? Aku tidak suka pria cengeng. Sudah lah, tangisanmu itu tidak berarti jika begitu." Wanita itu bersandar di pintu lemari dengan senyum yang biasa ia berikan.

"Kenapa, Cher? Ini sulit, kau tidak pernah mengerti." Lirih Will.

Sementara Chery hanya tersenyum dan pergi. Will mulai histeris, tak terbayang jika semua ini benar terjadi padanya.

Kenapa? Ini menyakitkan. Ini terlalu sulit untuknya. Dia datang dan pergi. Apalagi senyuman itu, bibir yang selalu mengucapkan kata-kata halus dengan intonasi yang lembut itu membuatnya menjadi sosok yang payah.

Will memeluk baju itu erat, berjalan menuju suatu tempat. Meja rias. Di sana terdapat deretan peralatan make up dan parfum milik istri tercintanya. Tangannya meraih laci meja itu dan mengambil sepucuk surat berwarna merah muda berlambangkan cinta.

Will membuka isi surat itu untuk yang kesekian kalinya. Dan rasa bersalah menusuk jantungnya, mencekik, dan membunuhnya. Ini sungguh menyakitkan jika di bayangkan.

Di bacanya surat itu untuk kesekian kalinya. Jika kau bertanya kenapa, jawabannya karena ia bodoh! Sangat bodoh! Dia adalah suami yang paling gagal di dunia ini. Ia adalah orang yang paling egois.

Airmatanya luruh saat ia membaca setiap katanya. Sungguh menyiksa.

.............................................................

The letter.

Di luar amplop bertuliskan kata yang membuat Will tersenyum miris, apalagi isi surat itu.

To my husband: William Oh Hamler.

From your wife: Cherry Hamler.

Hai Will,

Ini aku... Chery, istrimu. Kau tak lupa kan? Hahaha, aku harap tidak, kuharap.
Aku merindukanmu.
Kapan kau pulang? Ini lebih lama dari yang kau janjikan.
Kau tidak melupakan kenangan kita kan? Aku masih mengulangnya, hingga aku lelah.
Ya, aku memang bodoh. Sangat mungkin.
Tapi, inilah satu-satunya cara aku mengingatmu.
Kenapa kau tak mengangkat teleponku? Apa kau sesibuk itu ya? Maaf jika aku mengganggu.
Aku hanya bisa berharap kau pulang, karena di sini rumahmu, bukan disana.

Aku takut kau berpaling karena bagaimanapun aku istrimu. Jika aku cemburu itu wajar kan?
Dan kumohon jangan, karena hatiku hanya untukmu.

Will,

Aku sakit....
Aku membutuhkanmu....
Mereka bilang aku tidak mungkin sembuh. Tapi aku yakin aku pasti akan sembuh.
Percayalah, aku akan berusaha untukmu. Tentu, memangnya untuk siapa lagi.
Mereka bilang sakitku parah, aku harus segera di operasi.
Tapi percuma, sebanyak apapun aku menjalaninya, itu mustahil.

Will,

Aku harap kau mendapat surat ini.
Cepatlah pulang.
Aku ada hadiah untukmu.
Kau mau tahu apa?
Baby!
Iya Will, aku hamil.
Tapi mereka marah padaku. Mereka ingin membunuh bayi kita.
Mereka bilang ini tidak baik untukku.
Kumohon Will, hentikan mereka.

Kumohon...
Selamatkan bayi kita...
Aku bahkan telah memberinya nama, nama yang lucu.
Aku tidak ingin kehilangannya.
Biarkan aku mati, tapi dia jangan.
Dia bahkan belum merasakan indahnya dunia.

Kumohon...
Pulanglah...
Kami menunggumu....

Love,
Cherry Hamler
Your wife❤

.....................................................

Broken Promise  [FF Sehun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang