Bittersweet Rain 2

632 49 7
                                    

Bittersweet Rain
Karya : Sandra Brown

Cast :
Byun Baekhyun
Park Chanyeol
Park Yoochun
Do Kyungsoo
Kim Jongin
Sohee
Kangin
Etc..

Genre : Romance, angst, drama
Rate : T - M

Ini adalah fanfic remake dari novel terjemahan "Bittersweet Rain" karya Sandra Brown. Saya hanya sekedar meremake dgn mengganti nama tokoh dan beberapa kalimat untuk menyesuaikan keadaan selebihnya semuanya murni karya Sandra Brown. Saya mengubah marga tokoh untuk menyesuaikan cerita dan ini gs. Selamat membaca...
__________

Byun Baekhyun mampu bertahan menghadapi gosip. Ia mampu Bertahan Menghadapi kematian suaminya, Park Yoochun. Orang paling kaya di daerahnya yang Tiga Puluh tahun lebih tua darinya. Tapi Ia takut takkan sanggup menghadapi Park Chanyeol, putra suaminya. Bertahun-tahun sebelum Ia menikah, ketika Ia dan Chanyeol Masih Remaja dalam derai hujan pria itu memperkenalkan Baekhyun pada cinta pertama yang menggetarkan. Lalu pria itu pergi, membuat hatinya hancur.Tapi sekarang Chanyeol kembali...

Part Two....

Baekhyun menghentikan mobil di halaman yang berbatu-batu, yang dibentuk melingkar di depan rumah. Sejenak Baekhyun berusaha menenangkan pikiran dan mengumpulkan seluruh kekuatan, yang mungkin dibutuhkannya beberapa jam lagi. Karena petang ini takkan menjadi petang yang menyenangkan.
Ruang depan menjadi terasa remang-remang setelah sinar matahari yang membutakan di luar. The Retreat memang didesain dengan gaya rumah pertanian di zaman Perang Saudara Amerika. Di bagian tengah ada foyer yang membentang dari pintu depan sampai belakang. Di salah satu sisinya dibangun ruangan perjamuan resmi dan perpustakaan, yang digunakan Yoochun sebagai ruang kerja. Di sisi lainnya ada ruang tamu resmi dan tidak resmi, yang dipisahkan dari foyer dengan pintu geser berukuran besar yang menghilang ke dalam dinding. Seingat Baekhyub, pintu itu tidak pernah dipakai. Tangga besar meliuk naik dengan anggun menuju lantai dua, tempat empat kamar tidur.
Udara di dalam rumah sejuk, tempat berlindung dari udara musim panas yang lembap. Baekhyun melepas jas, menyangkutkannya pada gantungan mantel, lalu menarik blus sutra yang lengket di punggungnya yang basah.
"Well? Bagaimana kabarnya?"
Pengurus rumah tangga, Sohee, yang bekerja di rumah itu sejak mendiang istri Yoochun, Kwon Boa, menikah dengan Park Yoochun, berdiri di ambang pintu melengkung yang menuju ruang makan. Sambil berjalan dari dapur yang letaknya berseberangan dengan ruangan itu, ia mengeringkan tangannya yang terampil, kasar, dan besar, sesuai dengan ukuran bagian tubuhnya yang lain, dengan handuk tipis.
Perlahan Baekhyun menghampirinya lalu memeluknya. Lengan pengurus rumah tangga yang gemuk itu balas mendekap tubuh Baekhyun yang ramping. "Buruk?" tanyanya lembut sambil mengelus elus punggung Baekhyun.
"Ya sangat buruk. Kanker. Dia takkan pulang ke rumah lagi."
Dada Sohee yang besar bergetar karena me-nahan tangis. Kedua perempuan itu saling menghibur. Sohee tidak suka pada Yoochun, kendati ia sudah bekerja pada pria itu lebih dari tiga puluh tahun. Kesedihan yang dirasakannya terutama ditujukan pada orang-orang yang ditinggalkan Yoochun, termasuk jandanya yang masih muda Baekhyun.
Semula Soohe mencurigai dan menolak ke-datangan nyonya baru di The Retreat. Tetapi ketika melihat Baekhyun tidak mengubah tatanan rumah sama sekali, tetap membiarkannya sebagaimana ketika almarhumah Boa masih hidup, mulailah ia menyukai Baekhyun. Baekhyun tidak bisa berbuat apa-apa bahwa ia berasal dari keluarga miskin. Tetapi Soohe tidak ingin berprasangka padanya karena asal muasal keluarga-nya. Apalagi Baekhyun menunjukkan sikap penuh kasih sayang dan lembut terhadap Park Kyungsoo. Itu sudah cukup bagi Sohee untuk menganggap Baekhyun mempunyai hati malaikat.
"Bibi? Baekhyun? Ada apa?" Keduanya ber-balik dan melihat Park Kyungsoo berdiri di anak tangga bawah. Dalam usia dua puluh dua tahun, putri Yoochun itu kelihatan masih seperti gadis remaja saja. Rambutnya yang cokelat dibelah tengah dan tergerai lurus ke bawah. Rambut itu membingkai wajahnya yang lembut. Kulitnya seputih porselen. Matanya besar dan berwarna cokelat, dengan bulu mata yang panjang. Tubuh-nya berkembang sejalan perkembangan pikiran-nya. Park Kyungsoo bak kuntum bunga yang belum mekar sepenuhnya. Lekuk tubuh perempuannya mulai tampak, tetapi takkan pernah sempurna. Seperti pikirannya yang berhenti tumbuh, begitu pun tubuhnya. Park Kyungsoo takkan pernah berubah seiring berlalunya waktu.
"Operasi Daddy sudah selesai? Ia akan pulang hari ini?"
"Selamat pagi, Kyungsoo," sapa Baekhyun sambil menghampiri anak tirinya, yang lima tahun lebih muda darinya. Digandengnya lengan gadis itu. "Mau menemaniku jalan-jalan di luar? Udara cerah hari ini."
"Ya. Tetapi kenapa Bibi menangis?" Sohee tampak tengah menyeka air matanya dengan kain handuk.
"Ia sedang sedih."
"Kenapa?"
Baekhyun menarik tubuh gadis muda itu ke arah pintu depan dan menggandengnya menuju ke teras. "Karena Daddy. Sakitnya parah, Kyungsoo."
"Aku tahu. Ia selalu mengeluh sakit perut."
"Kata dokter, perutnya tidak bisa disembuhkan lagi."
Mereka berjalan menyusuri rerumputan taman yang terawat rapi.
Dua minggu sekali, setiap musim, didatangkan sekelompok tukang kebun untuk merapikan taman The Retreat. Kyungsoo memetik sekuntum bunga daisy dari rumpunnya yang tumbuh di dekat jalan setapak batu yang penuh lumut. "Daddy terkena kanker?"
Terkadang kecerdasan gadis ini mengejutkan mereka. "Ya, benar," sahut Baekhyun. Ia tidak ingin menutup-nutupi keadaan ayahnya. Itu tindakan yang keji.
"Aku banyak mendengar soal kanker di televisi," katanya sambil menghentikan langkah dan menatap Baekhyun. Kedua perempuan yang hampir sama tinggi itu saling memandang. "Daddy bisa meninggal karena kanker."
Baekhyyn mengangguk. "Ia memang akan meninggal, Kyungsoo. Kata dokter, ia bisa meninggal dalam waktu seminggu atau lebih."
Bola mata yang cokelat itu tetap tak berkaca-kaca. Kyungsoo mendekatkan bunga daisy ke hidungnya dan menciumnya. Kemudian ia menoleh pada Baekhyun lagi. "Ia akan ke surga, kan?"
"Kurasa begitu... Ya, ya, pasti, ke surga."
"Kalau begitu Daddy akan bersama Mama lagi. Sudah lama Mama berada di sana. Pasti Mama senang berjumpa dia. Dan aku masih tetap punya kau, Sohee, dan Jongin." Ia melirik ke arah kandang kuda. "Dan Chanyeol. Chanyeol selalu mengirimiku surat setiap minggu. Katanya ia selalu menyayangi dan merawatku. Apakah Chanyeol akan melakukannya, Baekhyun?"
"Tentu saja." Kyungsoo mengatupkan bibir, menahan tangis. Akankah Chanyeol pernah menepati janji? Bahkan terhadap adik perempuannya?
"Tetapi mengapa Chanyeol tidak mau tinggal bersama kita?" tanya Kyungsoo.
"Mungkin ia akan segera pulang." Baekhyun tidak ingin memberitahu Kyungsoo bahwa tidak lama lagi Chanyeol memang akan tiba di rumah sampai ia melihat sendiri Chanyeol muncul.
Kyungsoo terlihat tenang. " Jongin menungguku. Kuda betinanya melahirkan semalam. Ayo kita lihat."
Diraihnya tangan Baekhyub, lalu ditariknya menuju kandang kuda. Baekhyub iri melihat kegembiraan Kyungsoo dan berharap ia pun bisa menerima kematian Yoochun dengan pikiran sesederhana putri Yoochun itu.
Udara di kandang kuda hangat, berbaur dengan bau kuda, kulit, dan jerami yang tajam. "Jongin," panggil Kyungsoo riang.
"Di sini," jawab suara bernada rendah.
Kim Jongin bekerja sebagai manajer kandang kuda keluarga Park. Mengembang biakkan kuda-kuda keturunan murni termasuk salah satu kesukaan Yoochun, tapi ia tidak terlalu memedulikan perawatan kuda. Jongin muncul dari lorong salah satu kandang kuda. Tubuhnya tidak terlalu .tinggi, tetapi sangat tegap. Wajahnya persegi dan kasar, tetapi terkadang terpancar ekspresi yang melembutkan kekasarannya. Ia membiarkan rambutnya tumbuh panjang, seperti biasanya sehelai bandana diikatkan di kepalanya, dan topi koboi dari jerami menutupi kepalanya. Celana jinsnya sudah tua dan kumal, sepatu botnya penuh debu, kemejanya penuh bercak keringat. Tetapi ia tersenyum berseri-seri ketika melihat Kyungsoo berlari mendekatinya. Hanya saja, sorot kepedihan dan keputusasaan tak pernah lenyap dari matanya, kendati bibirnya tersenyum. Wajahnya kelihatan lebih tua daripada usianya, yang baru tiga puluh tujuh tahun.
"Jongin, kami ingin melihat anak kuda itu," kata Kyungsoo terengah-engah.
"Di sana." Jongin menoleh ke arah kandang kuda yang baru ditinggalkannya.
Kyungsoo masuk ke kandang kuda. Jongin menatap Baekhyub dengan pandangan bertanya. "Kanker," ujar Baekhyun menjawab pertanyaan Jongin yang tak terucap. "Tinggal menunggu waktu."
Jongin menyumpah pelan sambil memandang perempuan muda yang berlutut di tumpukan jerami, mengelus-elus anak kuda. "Kau sudah memberitahunya?"
"Ya. Ia bisa menerimanya lebih baik daripada kita semua."
Jongin menggangguk dan tersenyum sendu pada Baekhyub. "Ya. Pasti."
"Oh, Jongin. Anak kuda betina ini cantik sekali ya?"
Jongin menepuk bahu Baekhyyn dengan penuh kesadaran, kemudian masuk ke dalam kandang. Baekhyyn mengikutinya, dan mengawasinya saat pria itu dengan gerakan kaku berlutut di sebelah Kyungsoo. Perang Vietnam membuat Jongun kehilangan separo kaki kirinya. Ia tidak kentara memakai kaki palsu, kecuali bila ia harus berlutut, seperti saat itu.
"Ia cantik sekali, kan? Dan induknya kelihatan sangat bangga pada anaknya." Jongin mengelus surai kuda betina itu, tetapi matanya tetap tertuju pada Kyungsoo. Baekhyun terus memerhatikannya, ketika Jongin menjulurkan tangan untuk menjumput jerami yang menempel di rambut Kyungsoo. Jari-jarinya mengelus pipi Kyungsoo yang sangat halus. Kyungsoo menatap Jongin dan mereka saling tersenyum.
Sejenak Baekhyub tertegun menyaksikan kemesraan di antara kedua orang itu. Apakah mereka saling mengasihi? Baekhyun bingung mendapati kenyataan ini. Baekhyun bersikap taktis, ia berniat meninggalkan tempat itu, tetapi Jongin melihatnya. "Mrs. Park, bila ada yang bisa saya lakukan..." Jongun tak melanjutkan kata-katanya.
"Terima kasih, Jongin. Untuk sementara ini lakukan saja apa yang menjadi tugasmu seperti biasa."
"Baik, Mrs. Park." Jongin tahu, Baekhyunlah yang menolongnya hingga bisa menjadi karyawan Yoochun. Wanita itu masih karyawan Yoochun ketika Kim Jongin melamar pekerjaan sebagai manajer kandang kuda, dengan memanfaatkan air muka penuh kegetiran sebagai senjatanya di hadapan Yoochun. Rambutnya diekor kuda sampai punggung, rompinya yang terbuat dari bahan denim dipenuhi lencana perdamaian dan tambalan slogan antiperang dan anti-Amerika. Dengan air mukanya yang masam dan tampak suka berkelahi, jongin menantang Yoochun untuk berani memberikan pekerjaan, kesempatan padanya, sementara banyak orang lain yang menolak.
Baekhyun tahu akal muslihat Jongin dan bisa menebak bagaimana karakter pria itu yang sebenarnya. Ia orang yang putus asa. Baekhyun otomatis merasa dekat dengannya. Baekhyun tahu bagaimana sakitnya hidup dengan predikat tertentu, tahu bagaimana rasanya bila orang menilai diri kita dari penampilan dan latar belakang kehidupan yang tidak bisa kita tolak. Karena veteran perang itu mengatakan pernah bekerja di peternakan kuda di California sebelum perang, Baekhyun membujuk Yoochun agar bersedia mempekerjakannya.
Yoochun tak pernah menyesali keputusannya menerima Jongin. Jongin memotong pendek rambutnya dan mengubah penampilannya, seakan hendak mengatakan tak perlu lagi ia memamerkan simbol-simbol pemberontakannya. Ia bekerja giat, sepenuh hati, dan membuktikan kemahirannya dalam merawat kuda-kuda keturunan murni. Pria itu hanya butuh dukungan untuk memantapkan rasa percaya dirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bittersweet Rain (ChanBaek Ver gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang